Mengintegrasikan Budidaya Udang dengan Pelestarian Mangrove melalui Climate Smart Shrimp Fund (CSSF)

Foto: ponghaphoto di Pixabay
Indonesia memiliki potensi besar dalam budidaya udang karena memiliki sumber daya alam yang melimpah dan kondisi iklim yang mendukung. Namun, kegiatan budidaya udang yang tidak berkelanjutan telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, integrasi budidaya udang dengan pelestarian ekosistem mangrove merupakan salah satu solusi untuk menciptakan budidaya udang yang berkelanjutan di Indonesia. Climate Smart Shrimp Fund, sebuah instrumen pembiayaan iklim inovatif yang didukung oleh Global Innovation Lab for Climate Finance (The Lab), bertujuan untuk mendukung integrasi tersebut di Indonesia.
Kondisi Budidaya Udang di Indonesia
Di Indonesia, budidaya udang telah menjadi primadona sejak 1980-an. Banyak lahan dialihfungsikan untuk kepentingan tambak. Pada era budidaya udang windu (panaeus monodon), luas kolam budidaya jauh lebih besar dibanding pada era vaname (litopenaeus vannamei) sekarang. Tambak Dipasena di Lampung, misalnya, memiliki luas 16.250 hektare dan terbengkalai setelah kolapsnya budidaya udang windu pada 1990-an. Sejak kembali diaktifkan oleh BPPN pada 2003, baru 30% dari luasan area tambak yang kembali beroperasi.
Meski menghasilkan peluang pertumbuhan ekonomi nasional, tambak menjadi penyebab utama deforestasi mangrove dengan luas alih fungsi mencapai 631 ribu hektare. Hal ini membuat industri budidaya udang dianggap tidak bersahabat dengan kelangsungan ekosistem mangrove. Padahal ekosistem mangrove begitu krusial bagi kelestarian wilayah pesisir dan keberlangsungan hidup masyarakat penghuninya.
Aktivitas budidaya udang juga mengakibatkan beberapa masalah lain seperti pencemaran air, peningkatan salinitas, dan dampak pemupukan. Di Pulau Karimunjawa, misalnya, aktivitas tambak menghasilkan limbah yang merugikan bagi para nelayan dan petani rumput laut. Banyak petambak di pulau tersebut yang tidak memiliki sertifikat Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) sebagai standar yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Climate Smart Shrimp Fund (CSSF)
CSSF menyasar wilayah Amerika Latin, Asia Timur, dan Asia Tenggara dengan Indonesia sebagai salah satu negara yang dipilih untuk proyek percontohan. Pembiayaan ini terdiri dari beberapa tipe investasi, antara lain hibah, konsesi ekuitas, ekuitas komersial, pinjaman konsesi, dan pinjaman komersial. Dalam menjalankan program percontohan di Indonesia, CSSF didukung oleh Yayasan Konservasi Indonesia.
CSSF berupaya untuk mendukung transisi budidaya udang ke arah climate-smart production dengan peningkatan kualitas produk dan penerapan metode budidaya yang berkelanjutan. Pendanaan ini diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat, antara lain berupa peningkatan keanekaragaman hayati, peningkatan keamanan ekosistem pesisir, efisiensi budidaya, keberlangsungan mata pencaharian penduduk desa, dan penyerapan karbon dalam skala besar.
“CSSF dapat mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi udang dan restorasi mangrove secara bersamaan,” ucap Satya Reza Faturakhmat, Fisheries and Aquaculture Coordinator Yayasan Konservasi Indonesia. Terhitung sejak 2020 sampai dengan 2024, pemerintah Indonesia menetapkan target produksi udang menjadi 1,29 juta metrik ton dengan persentase peningkatan mencapai 250%. Pada saat yang sama, pemerintah juga bertekad merestorasi hutan mangrove seluas 630 ribu hektare sampai dengan 2024.
Sejauh ini, selain dengan Yayasan Konservasi Indonesia, CSSF telah bekerjasama dengan beberapa pihak dalam menjalankan program percontohannya di Indonesia. Di Sukamara, Kalimantan Tengah, bersama dengan perusahaan rintisan Alune, CSSF telah sampai pada fase pemutakhiran seleksi dan pendanaan untuk intensifikasi. Sementara itu, di Sulawesi Tengah, bekerjasama dengan JALA, CSSF sedang dalam tahap akhir membangun hubungan kerja sama dengan para petambak.
Keberhasilan budidaya udang sangat bergantung pada kelangsungan dan kesehatan ekosistem perairan di sekitarnya. Oleh karena itu, integrasi budidaya udang dengan pelestarian lingkungan merupakan investasi jangka panjang. Dengan demikian, diperlukan kerjasama multisektoral dari para pemangku kepentingan terkait berkenaan dengan regulasi dan pengawasan, penerapan standar, serta pendanaan infrastruktur dan fasilitas yang berfokus pada praktik budidaya berkelanjutan.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.

Fahmi adalah Reporter & Peneliti In-House untuk Green Network Asia - Indonesia.