Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Penebaran Benih Ikan Introduksi di Perairan Alami, Apa Dampaknya?

Di berbagai daerah, banyak pejabat publik yang menebar benih ikan introduksi di perairan alami, terutama ikan nila, dengan tujuan untuk mendukung produksi ikan dan ketahanan pangan. Namun, ada dampak negatif terhadap lingkungan yang mesti diantisipasi dari tindakan ini.
Oleh Abul Muamar
3 Maret 2025
seekor ikan di dasar air

Foto: Bernard Dupont di Wikimedia Commons.

Keseimbangan ekosistem di suatu wilayah sangat bergantung pada keberadaan spesies asli (native) dan endemik wilayah tersebut. Oleh karena itu, kehadiran spesies introduksi harus dapat dikelola dengan baik agar tidak menjadi spesies invasif yang dapat mengancam kelestarian lingkungan dan spesies asli di habitatnya. Namun, hal ini tampaknya masih belum menjadi wawasan yang umum, termasuk di kalangan para pejabat pemerintahan di Indonesia. Di banyak daerah, para pejabat publik ramai-ramai melakukan penebaran benih ikan introduksi di perairan alami, khususnya ikan nila, dengan maksud meningkatkan produksi perikanan, membantu menyediakan mata pencaharian bagi penduduk lokal, dan mendukung ketahanan pangan.

Ikan Nila dan Ikan Introduksi Lainnya

Ikan introduksi merujuk pada ikan asing yang datang dari luar, baik dengan campur tangan manusia secara sengaja maupun tidak, dan masuk ke dalam perairan di suatu wilayah. Sederhananya, ikan introduksi adalah ikan pendatang, umumnya berupa ikan air tawar dan ikan hias.

Ada banyak jenis ikan introduksi di Indonesia. Salah satu yang paling sering ditemukan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan nila aslinya berasal dari Afrika bagian timur, dan telah diintroduksi ke Indonesia sejak tahun 1960-an, khususnya untuk mendorong produksi pangan. Namun, mungkin karena telah dikenal luas dan dapat dijumpai dengan mudah di banyak tempat, ikan ini sering dianggap bukan ikan pendatang, dan keberadaannya di perairan alami seperti sungai, danau, dsb, sering tidak dianggap sebagai ancaman.

Ikan asing air tawar lainnya yang juga cukup banyak ditemukan di perairan darat Indonesia adalah mujair (Oreochromis mossambicus), lele dumbo (Clarias gariepinus), dan ikan mas (Cyprinus carpio). Seperti halnya nila, ikan-ikan ini juga banyak diintroduksi untuk tujuan produksi dan keberadaannya di perairan alami  seringkali dianggap bukan ancaman.

Selain ikan air tawar, ikan introduksi lainnya di Indonesia adalah ikan-ikan hias seperti koi (Cyprinus carpio), arwana brasil (Osteoglossum bicirrhosum), oscar (Astronotus ocellatus), cupang siam (Betta splendens), dan platy (Xiphophorus maculatus).

Dari Ikan Introduksi menjadi Ikan Invasif

Meskipun menyediakan berbagai manfaat, termasuk sebagai sumber pangan bernutrisi penting, ikan introduksi dapat mengganggu kesehatan dan keseimbangan ekosistem perairan alami, yang pada gilirannya juga berdampak terhadap manusia. Ikan introduksi umumnya memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, dapat berkembang biak dengan masif, dan memiliki sifat agresif. Karena sifatnya yang demikian, ikan introduksi dapat menyingkirkan ikan asli dalam persaingan perebutan makanan. Bahkan, beberapa spesies ikan introduksi menyerang dan memangsa ikan asli.

Tidak hanya itu, ikan introduksi juga berpotensi membawa penyakit yang akan mengancam kelestarian ikan asli. Dalam keadaan yang tak terkendali, ikan introduksi akan menjadi ikan invasif yang akan mengancam keanekaragaman hayati lokal. Sebagai contoh, di perairan Danau Toba, kehadiran ikan red devil (Amphilophus citrinellus) membuat ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis bleeker) yang merupakan spesies asli Danau Toba menjadi semakin sulit ditemukan.

Sebagai jenis ikan introduksi yang paling banyak dibawa di Indonesia, ikan nila juga telah menimbulkan dampak buruk di berbagai daerah. Di beberapa danau yang terdapat di pulau-pulau kecil Laut Jawa, ikan nila telah mengubah komposisi spesies dan struktur komunitas ikan, mengancam kelestarian ikan asli dan ikan endemik lokal, hingga mengubah kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat. Di Sungai Laine, Pulau Sangihe, keberadaan ikan nila telah mengancam keberlangsungan hidup ikan gobi air tawar (Scyopus auxilimentus) yang merupakan ikan asli di sungai tersebut.

Penebaran Benih Ikan Introduksi oleh Kalangan Pejabat

Hingga tahun 2025, beberapa spesies ikan introduksi masih sering dilepasliarkan secara masif dan serampangan di perairan alami. Dalam banyak kesempatan, pelakunya adalah para pejabat pemerintahan seperti kepala daerah tingkat kabupaten/kota dan provinsi dan jajarannya–meskipun banyak pihak lain yang juga melakukannya, termasuk dari kalangan bisnis dan masyarakat sipil.

Di Sulawesi Barat (Sulbar), misalnya, Pj Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin bersama para pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan Sulbar, beberapa kali melakukan penebaran puluhan ribu benih ikan nila di berbagai perairan alami di Sulbar, melibatkan siswa sekolah dan masyarakat umum. Salah satu penebaran dilakukan di Sungai Tasiu, Mamuju, yang juga melibatkan Bupati Mamuju.

sejumlah orang menebar benih ikan di badan air
Penebaran benih ikan nila di Sulawesi Selatan. | Foto: Pemprov Sulsel.

Di banyak daerah lain, seperti di Kabupaten Tapanuli Selatan (Sumatera Utara), Kabupaten Sidenreng Rappang (Sulawesi Selatan), Kabupaten Kudus (Jawa Tengah), Kabupaten Bangka Tengah (Kepulauan Bangka Belitung), dan banyak lainnya, para pejabatnya juga melakukan hal yang sama.

Memperkuat Penegakan Hukum dan Meningkatkan Edukasi

Meski belum ada larangan mutlak mengenai penebaran spesies ikan introduksi di perairan alami di Indonesia, namun terdapat beberapa peraturan yang melarang pemasukan spesies ikan invasif yang membahayakan dan merugikan. Di antaranya adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41/PERMEN-KP/2014 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19/PERMEN-KP/2020. Mengingat spesies ikan introduksi memiliki potensi menjadi ikan invasif, terutama jika tidak ada pengawasan dan pengelolaan terhadap keberadaan dan pertumbuhannya di perairan alami, peraturan ini perlu diperkuat implementasinya untuk mencegah dampak yang tidak diinginkan.

Di samping itu, perlu ada peningkatan dan perluasan edukasi mengenai dampak spesies introduksi dan invasif, serta wawasan mengenai pengelolaannya, terutama di kalangan pejabat publik. Edukasi juga harus menyasar kalangan pelajar di semua tingkatan dan masyarakat umum secara keseluruhan, agar ada mekanisme kontrol yang lebih kuat ketika pemerintah melaksanakan suatu program yang berpotensi menimbulkan dampak buruk. Peningkatan kapasitas yang didukung dengan riset dan inovasi, serta tanggung jawab pemerintah dan para perumus kebijakan, adalah hal krusial dalam hal ini.


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Abul Muamar
Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor di beberapa media tingkat nasional.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mengulik Dampak Lingkungan dan Kesehatan dari Industri Nikel di Teluk Weda
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Kolaborasi Indonesia-PBB dalam Penyediaan Lapangan Kerja dan Perlindungan Sosial
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Sekolah Lansia dan Hal-Hal yang Diperlukan untuk Mendukung Kesejahteraan Lansia

Continue Reading

Sebelumnya: Pneumonia Masih Menjadi Pembunuh Senyap di Global South
Berikutnya: Kolaborasi untuk Atasi Masalah Polusi Udara di Asia Tenggara

Artikel Terkait

seekor orangutan duduk di ranting pohon di hutan GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Oleh Abul Muamar
20 Juni 2025
mesin tik dengan kertas bertuliskan “artificial intelligence” Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab
  • Kabar
  • Unggulan

Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab

Oleh Ayu Nabilah
20 Juni 2025
Pulau-pulau kecil di tengah laut Raja Ampat Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam

Oleh Andi Batara
19 Juni 2025
bunga matahari yang layu Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana

Oleh Kresentia Madina
19 Juni 2025
tulisan esg di atas peta negara ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?
  • Opini
  • Unggulan

ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?

Oleh Setyo Budiantoro
18 Juni 2025
beberapa megafon terpasang pada pilar Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik

Oleh Kresentia Madina
18 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.