Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Negara Pulau Kiribati di Bawah Ancaman Kenaikan Permukaan Laut

Ancaman lenyapnya hutan di Kiribati akibat naiknya permukaan laut menunjukkan pentingnya dukungan global untuk membantu meningkatkan ketahanan iklim negara pulau kecil tersebut.
Oleh Dinda Rahmania
21 Februari 2024
Sebuah tanda yang ditulis di Tarawa Selatan, Kiribati sebagai pengingat akan krisis iklim.

Sebuah tanda yang ditulis di Tarawa Selatan, Kiribati sebagai pengingat akan krisis iklim. | Foto: Erin Magee di Wikimedia Commons.

Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan komunitas yang paling rentan di tengah perubahan iklim. Mereka menanggung dampak krisis iklim paling besar, padahal mereka bukan kontributor utama. Dan berbicara soal ancaman yang dihadapi pulau kecil, Kiribati adalah salah satu negara pulau kecil pertama yang akan punah karena naiknya permukaan air laut. Hal ini menunjukkan betapa mendesaknya kebutuhan akan dukungan untuk membantu membangun ketahanan iklim negara pulau tersebut.

Kerentanan Kiribati terhadap Perubahan Iklim

Kiribati adalah sebuah negara pulau yang terletak di tengah Samudera Pasifik. Negara ini sebagian besar terdiri dari atol karang dataran rendah, dan tidak ada bagian daratan yang tingginya lebih dari dua meter di atas permukaan laut. Topografi ini membuat negara tersebut dan penduduknya sangat rentan terhadap kenaikan permukaan laut dan cuaca ekstrem. Kombinasi badai dan air pasang dapat meningkatkan risiko banjir di Kiribati secara drastis.

Kini, bencana alam terkait perubahan iklim membuat Kiribati semakin rentan. Kekeringan, angin topan yang intens, dan intrusi air garam merupakan tantangan yang harus dihadapi negara ini, yang membuat penduduknya semakin terancam. Jumlah korban bencana alam di negara ini 125% lebih tinggi dibandingkan negara maju lainnya.

Dampak lain yang perlu dipertimbangkan adalah migrasi. Masyarakat dari pulau-pulau terluar Kiribati sudah pindah ke Tarawa Selatan karena infrastruktur yang tidak memadai, kurangnya akses terhadap air bersih, dan dampak perubahan iklim lainnya. Akibatnya, migrasi ini mengakibatkan peningkatan kepadatan penduduk dan peningkatan pengangguran di pulau utama.

Singkatnya, Kiribati kemungkinan tidak dapat dihuni lagi pada akhir abad ini. Perubahan iklim yang semakin meningkat menciptakan ancaman nyata yang mendesak Kiribati untuk menghadapi konsekuensi besar menyangkut tanah, penduduk, dan cara hidup mereka.

Mendukung Ketahanan Iklim Kiribati

Dukungan berkesinambungan dari komunitas global sangat penting untuk meningkatkan ketahanan iklim Kiribati. Terkait hal ini, Bank Dunia telah menyetujui paket dukungan senilai USD10 juta untuk Kiribati, yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan negara tersebut terhadap risiko ekonomi dan perubahan iklim.

“Dukungan untuk Kiribati ini bertujuan untuk membantu negara tersebut melindungi lingkungannya yang berharga, sekaligus membangun perekonomian yang lebih stabil dan berketahanan; salah satu hal yang memastikan negara tersebut dapat melihat lebih jauh pada siklus anggaran berikutnya dan mengambil keputusan jangka panjang,” kata Stefano Mocci, Country Manager Bank Dunia untuk Pasifik Selatan.

Selain itu, Operasi Kebijakan Pembangunan Pertumbuhan Tangguh Pertama Kiribati dengan Opsi Penarikan Ditangguhkan Bencana (Cat DDO) mencakup hibah langsung sebesar US$2 juta untuk krisis besar atau bencana alam. Ada juga dukungan sebesar $10 juta untuk kawasan ini, yang didanai melalui Asosiasi Pembangunan Internasional (IDA).

Menghapus Ketimpangan Iklim

Kiribati, negara-negara Kepulauan Pasifik, dan Negara Berkembang Kepulauan Kecil (SIDS) lainnya menanggung dampak perubahan iklim yang tidak proporsional, meskipun kontribusinya kurang dari 1% terhadap emisi gas rumah kaca planet Bumi. Sementara itu, negara-negara industri maju merupakan kontributor utama emisi global dan lebih siap menghadapi dampak perubahan iklim.

Ketimpangan yang mencolok ini menekankan perlunya kolaborasi global dan pembagian tanggung jawab. Terbatasnya kapasitas Kiribati untuk membangun ketahanan iklim meningkatkan urgensi bantuan eksternal. Bagaimanapun, mengatasi perubahan iklim memerlukan pengakuan terhadap ketidakseimbangan historis dan upaya untuk mencari solusi adil yang memprioritaskan kesejahteraan semua negara, terutama negara-negara yang terkena dampak secara tidak adil.

Editor: Nazalea Kusuma

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Dinda Rahmania
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis seputar isu keberagaman, konsumsi berkelanjutan, dan pemberdayaan.

  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Mengurangi Limbah Elektronik dengan Material yang Dapat Didaur Ulang dan Diperbaiki
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Singapura Luncurkan Alat Pelaporan ESG Otomatis
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    PUA-DEM: Model Komputer yang Lebih Akurat untuk Prediksi Longsor
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Memahami Prinsip Bisnis dan HAM (BHR) untuk Keseimbangan HAM dan Keuntungan

Continue Reading

Sebelumnya: Transformasi Sistem Pangan untuk Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Berikutnya: Kepunahan Bahasa Daerah di Indonesia dan Pentingnya Meningkatkan Upaya Pelestarian

Artikel Terkait

layar hitam menunjukkan angka-angka OJK Luncurkan Panduan Pengembangan dan Penerapan AI dalam Perbankan
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

OJK Luncurkan Panduan Pengembangan dan Penerapan AI dalam Perbankan

Oleh Abul Muamar
23 Juni 2025
foto dekat bibit tanaman yang tumbuh di pot Menengok Bagaimana Kebijakan Agroforestri di India dalam Mengatasi Degradasi Lahan
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Menengok Bagaimana Kebijakan Agroforestri di India dalam Mengatasi Degradasi Lahan

Oleh Attiatul Noor
23 Juni 2025
seekor orangutan duduk di ranting pohon di hutan GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Oleh Abul Muamar
20 Juni 2025
mesin tik dengan kertas bertuliskan “artificial intelligence” Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab
  • Kabar
  • Unggulan

Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab

Oleh Ayu Nabilah
20 Juni 2025
Pulau-pulau kecil di tengah laut Raja Ampat Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam

Oleh Andi Batara
19 Juni 2025
bunga matahari yang layu Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana

Oleh Kresentia Madina
19 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.