Mengulik Peluang dan Tantangan Program Lumbung Sosial di Indonesia

Foto: Wikimedia Commons.
Penanggulangan bencana merupakan aspek penting dalam menjaga ketahanan masyarakat terhadap risiko bencana. Sebagai bagian dari strategi tanggap darurat, banyak daerah di Indonesia yang menerapkan program Lumbung Sosial sebagai pusat penyimpanan logistik untuk mempercepat distribusi bantuan, terutama di daerah rawan bencana. Namun, implementasi program ini masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari lemahnya manajemen logistik, keterbatasan dana operasional, hingga minimnya pelatihan bagi pengelola.
Terkait hal ini, UNICEF bersama Bappenas merilis laporan yang mengkaji tantangan dan peluang program Lumbung Sosial di Indonesia. Seperti apa?
Lumbung Sosial sebagai Strategi Tanggap Darurat
Sebagai salah satu negara rawan bencana, Indonesia menghadapi risiko bencana alam yang terus meningkat akibat perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Bencana-bencana rutin seperti banjir, longsor, kekeringan, erupsi gunung berapi, hingga gempa bumi tidak hanya dapat menimbulkan korban jiwa, tetapi juga mengganggu stabilitas ekonomi, sosial, dan lingkungan. Terkait hal ini, program Lumbung Sosial diberlakukan di berbagai daerah sebagai strategi tanggap darurat yang sejalan dengan kebijakan Perlindungan Sosial Adaptif (PSA) untuk memperkuat ketahanan masyarakat.
Lumbung sosial adalah tempat penyimpanan dan persediaan barang-barang kesiapsiagaan penanggulangan bencana yang berfungsi sebagai buffer stock atau cadangan untuk membantu kelangsungan hidup masyarakat yang terdampak bencana. Pada dasarnya, Lumbung Sosial mengadaptasi konsep tradisional tentang penyimpanan yang kemudian diterapkan menjadi pusat logistik di wilayah rawan bencana. Lumbung sosial menyimpan bantuan pokok seperti makanan, tenda, genset, dan perlengkapan darurat untuk mempercepat distribusi bantuan ketika bencana terjadi.
Kapasitas organisasi dan manajemen pengelolaan Lumbung Sosial bervariasi di setiap daerah. Sebagai contoh, di Desa Cimenteng, Cianjur, Lumbung Sosial telah mendukung penanggulangan enam bencana, termasuk lima kali longsor dan satu kebakaran. Sementara di Kabupaten Flores Timur, NTT, keberadaan Lumbung Sosial di sekitar wilayah rawan bencana mempercepat pendistribusian bantuan saat erupsi Gunung Lewotobi terjadi.
Kendala Operasional hingga Kesenjangan SDM
Laporan UNICEF-Bappenas mengungkap bahwa meski Lumbung Sosial memiliki potensi besar dalam memperkuat ketahanan masyarakat terhadap bencana, implementasinya di berbagai daerah masih menghadapi berbagai tantangan, seperti lemahnya manajemen logistik, keterbatasan anggaran, minimnya pelatihan teknis, hingga rendahnya partisipasi aktif masyarakat di beberapa daerah.
Berdasarkan pedoman teknis, pemerintah daerah dan pengelola Lumbung Sosial harus mampu secara mandiri mengidentifikasi risiko bencana dan menentukan jenis logistik yang dibutuhkan. Namun, pedoman ini belum secara spesifik mengakomodasi kebutuhan kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, perempuan, dan penyandang disabilitas. Jenis logistik yang tersedia pun masih terbatas pada kebutuhan dasar seperti makanan, tenda, dan genset.
Selain itu, banyak daerah masih belum mampu mengelola Lumbung Sosial secara mandiri. Banyak pengelola yang belum proaktif dalam mengajukan pengisian ulang maupun mencari alternatif pembiayaan melalui dana desa, swadaya masyarakat, atau kerja sama dengan pihak ketiga.
Optimalisasi Lumbung Sosial
Untuk mengatasi kesenjangan dalam implementasi dan pengelolaan, sekaligus meningkatkan efektivitas program Lumbung Sosial baik dari sisi teknis, kelembagaan, maupun partisipasi masyarakat, laporan tersebut memberikan sejumlah rekomendasi strategis, antara lain:
- Mengintegrasikan Program Lumbung Sosial dengan program perlindungan sosial rutin, mendidik masyarakat dengan informasi terkait program, dan mengembangkan lebih lanjut pedoman pelaksanaan program.
- Menyelenggarakan pelatihan teknis berkelanjutan bagi pengelola untuk meningkatkan kapasitas manajemen dan operasional dan melakukan advokasi di wilayah rawan bencana
- Menjamin pendanaan yang berkelanjutan dengan membuka peluang pendanaan alternatif melalui kolaborasi bersama berbagai pihak.
- Mengoptimalkan manajemen stok logistik agar ketersediaan barang dapat terjamin tepat waktu dan dalam kondisi layak.
- Memperluas aksesibilitas Lumbung Sosial untuk menjangkau wilayah rawan bencana secara lebih efektif.
Selain itu, laporan tersebut juga menekankan pentingnya memperkuat kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan para pemangku kepentingan lainnya agar lumbung sosial dapat berfungsi dengan optimal. Terakhir, monitoring dan evaluasi rutin juga perlu dilakukan untuk mengidentifikasi hambatan serta memperbaiki pelaksanaan program secara berkelanjutan.
Editor: Abul Muamar