Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim

Foto: Asep Rendi di Unsplash.
Selama ribuan tahun, pertanian telah menjadi penopang utama sumber pangan kita. Namun kini, pertanian telah dan semakin terancam oleh dampak perubahan iklim yang semakin memburuk. Selain mengancam pasokan makanan yang dibutuhkan oleh banyak orang, dampak perubahan iklim paling dirasakan oleh para petani kecil, yang selama ini menjadi garda terdepan dalam produksi hasil pertanian. Terkait hal ini, program Sekolah Lapang Iklim yang diinisiasi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah membantu para petani di Mempawah, Kalimantan Barat, menjaga hasil panen mereka dari dampak perubahan iklim.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Pertanian
Perubahan Iklim telah menimbulkan dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, dan pertanian menjadi salah satu sektor yang paling rentan. Perubahan pola cuaca dan ketidakpastian curah hujan mengganggu seluruh proses rantai produksi pertanian, mulai dari tahap penanaman hingga panen. Padi, misalnya, yang membutuhkan air dengan volume yang stabil, akan sulit ditanam ketika terjadi kekeringan berkepanjangan. Sebaliknya, para petani juga terancam gagal panen ketika intensitas dan curah hujan terlalu tinggi, menyebabkan tanaman mereka terendam banjir.
Dampak tersebut juga dirasakan oleh para petani di Kalimantan Barat, termasuk di Mempawah yang mayoritas perempuan. Selama puluhan tahun, para petani di wilayah tersebut mengelola lahan pertanian tanpa pemahaman yang cukup tentang dampak perubahan iklim. Akibatnya, mereka sering mengalami kerugian berlapis akibat dampak perubahan iklim.
Pada tahun 2024, misalnya, hujan deras yang tak terduga menyebabkan sawah mereka yang siap panen terendam banjir. “Dua tahun terakhir kami sering dilanda banjir yang menyebabkan gagal panen. Kami juga menghadapi serangan hama seperti keong dan tikus. Banyak sekali tantangannya,” kata Meilani, salah satu petani perempuan di Mempawah.
Sekolah Lapang Iklim
Untuk membantu mengatasi dampak perubahan iklim terhadap pertanian, BMKG telah meluncurkan program Sekolah Lapang Iklim (SLI) di berbagai daerah sejak tahun 2010, termasuk di Kalimantan Barat. Berjalan atas kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Pertanian, pemerintah daerah, Pemerintah Australia, World Food Programme (WFP), dan organisasi masyarakat sipil, SLI merupakan program literasi iklim untuk mendukung ketahanan pangan dalam rangka adaptasi perubahan iklim. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman petani dan petugas penyuluh pertanian terhadap data dan informasi iklim yang dapat langsung diterapkan dalam aktivitas pertanian.
Program ini dirancang dengan kurikulum yang komprehensif dan disesuaikan dengan tantangan pertanian lokal, sehingga petani dapat belajar beradaptasi dengan variabilitas iklim. Di luar pelatihan kelas, program ini memberikan dukungan melalui penyuluh pertanian dan memanfaatkan WhatsApp untuk menyampaikan informasi cuaca dan saran pertanian secara real-time. Setelah berjalan selama beberapa tahun, para petani yang menjadi sasaran dari program ini mengaku telah lebih memahami tentang perubahan iklim yang terjadi, termasuk dalam membaca prakiraan cuaca dan menyesuaikan teknik bertani mereka.
“Sekarang saya bisa memprediksi banjir dan pasang, makanya tahun ini tidak ada gagal panen,” kata Meilani.
Solusi Berbasis Kebutuhan Lokal
Seiring berjalannya waktu, kurikulum SLI terus diperbarui melalui konsultasi publik yang melibatkan kementerian terkait, akademisi, dan para ahli, serta didukung oleh Flood Modelling for Agriculture Area yang dikembangkan oleh Stasiun Klimatologi Kalimantan Barat. Kurikulum yang telah diperbarui kini mencakup perspektif gender dan modul baru tentang aksi antisipatif serta advokasi untuk mencegah gagal panen dan memastikan bahwa solusi yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan komunitas petani lokal.
Pada akhirnya, membekali masyarakat dan petani lokal dengan pengetahuan tentang pola iklim dan sistem peringatan dini adalah langkah krusial dalam upaya adaptasi perubahan iklim, yang bertujuan untuk mendukung kesejahteraan petani dan ketahanan pangan. Namun, langkah ini juga perlu dibarengi dengan meningkatkan solusi berbasis alam, termasuk dengan mengarusutamakan praktik pertanian yang berkelanjutan, sebagai bentuk mitigasi perubahan iklim.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.