Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Pemberdayaan Perempuan untuk Aksi Iklim yang Responsif Gender

Perempuan harus memegang peran penting sebagai agen perubahan dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi strategi adaptasi terhadap perubahan iklim.
Oleh Adelia Dinda Sani
4 Januari 2022
Perempuan sedang melakukan aksi unjuk rasa

Foto oleh Pascal Bernardon di Unsplash

Kaum miskin di dunia sangat terpengaruh oleh perubahan iklim dan sangat membutuhkan adaptasi strategi pencegahan perubahan iklim. Lebih lanjut lagi, perempuan adalah kelompok paling rentan dan berisiko terhadap perubahan iklim. Berdasarkan data dari UN Women, perempuan dan anak-anak miskin memiliki risiko hingga 14 kali lebih tinggi daripada laki-laki untuk terbunuh dalam bencana alam yang dipicu oleh perubahan iklim, seperti angin topan, banjir bandang, atau badai.

Di seluruh penjuru dunia, kaum perempuan, baik dewasa maupun anak-anak, bertanggung jawab atas ketahanan pangan dan gizi keluarga melalui pertanian swasembada, seperti berkebun sayur-sayuran dan beternak unggas. Peran mereka juga sangat dominan dalam produksi pangan dunia meskipun hanya memiliki kurang dari 10 persen lahan. Akan tetapi, sumber daya alam lokal yang sangat mereka andalkan ini menjadi semakin terbatas karena perubahan iklim dan berbagai bencana.

Dua perempuan Afrika berjalan dengan satu orang anak kecil
Foto oleh 2Photo Pots di Unsplash

Bencana yang dipicu oleh perubahan iklim menyebabkan banyak orang harus meninggalkan rumah mereka untuk bermigrasi dan mengungsi ke tempat baru. Perpindahan ini sangat berdampak pada negara-negara berkembang sekaligus rawan bencana. Kondisi ini juga menimbulkan ketidakadilan tiga kali lipat dalam wujud perubahan iklim, kemiskinan, dan ketidaksetaraan gender yang sering terabaikan.

Perubahan iklim, pengungsian, dan migrasi menyebabkan perempuan, baik dewasa maupun anak-anak, lebih berisiko untuk mengalami kekerasan berbasis gender seperti pemerkosaan, penculikan, atau kekerasan seksual. Sebagai contoh, kaum perempuan di Nusa Tenggara Barat rentan terhadap perdagangan manusia, sementara banyak perempuan muda di kawasan pantai utara Jawa dipaksa menjadi pekerja seks. Di kamp-kamp pengungsian, perempuan juga sering menghadapi risiko kesehatan yang serius karena keterbatasan akses ke layanan kesehatan dasar. Kasus yang kerap terjadi adalah kurangnya bantuan peralatan kebersihan diri saat menstruasi.

Dampak terkait gender ini sangat dipengaruhi oleh sistem dan juga norma sosial budaya. Dalam perspektif global, perempuan berada dalam posisi yang lebih lemah daripada laki-laki dalam hal sumber daya, pengambilan keputusan, teknologi, dan pelatihan yang akan meningkatkan kemampuan adaptasi mereka terhadap perubahan iklim. Perempuan cenderung memiliki akses yang lebih sedikit ke informasi kebencanaan karena kemungkinan besar mereka memiliki literasi tentang perubahan iklim yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.

Di banyak masyarakat, perempuan dewasa dan anak-anak perempuan cenderung memiliki tuntutan peran sebagai pengasuh dalam rumah tangga, sehingga mencegah mereka meninggalkan rumah dan menempatkan mereka pada pilihan mobilitas yang sangat terbatas. Selain itu, perempuan hanya menduduki 15% posisi tertinggi dalam perumusan kebijakan atau sebagai menteri sektor lingkungan menangani sumber daya alam, air, hutan, dll.) di 193 negara. Hal ini menghadirkan kesenjangan dalam perumusan kebijakan yang sebenarnya dapat dioptimalkan untuk megurangi ketidaksetaraan ini.

Pemberdayaan Perempuan sebagai Pemeran, Bukan sebagai Korban

Perempuan harus berperan penting sebagai agen perubahan dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi strategi adaptasi terhadap perubahan iklim. Alih-alih memandang mereka hanya sebagai korban, kita harus menangani masalah ini secara serius dalam kerangka pengarusutamaan gender. Tidak hanya memberdayakan perempuan, tetapi juga melantangkan suara mereka sebagai pegiat adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Program pelatihan bagi perempuan petani yang dilakukan oleh CARE, misalnya, berhasil meningkatkan pendapatan dari produksi pertanian (33%) dan menurunkan kerawanan pangan secara besar-besaran. Hal ini menunjukkan ketika perempuan ditempatkan sebagai pemimpin dan pengambil keputusan yang berwenang, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim juga akan berkembang ke arah yang lebih baik. Untuk mencapai hal ini, sejumlah rekomendasi berikut perlu dipertimbangkan:

  • Perempuan harus menjadi bagian dari pengambilan keputusan di tingkat lokal, nasional, dan internasional untuk mendorong penyusunan kebijakan yang peka gender dan perencanaan alokasi sumber daya untuk inisiatif perubahan iklim.
  • Pemerintah, organisasi masyarakat, dan organisasi nirlaba harus mulai mengadvokasi pengarusutamaan gender sebagai pintu masuk dengan memfasilitasi akses perempuan ke pelatihan, dialog, lokakarya, dan teknologi yang akan meningkatkan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui konsep Training of Trainers (ToT) di komunitas lokal.
  • Perempuan harus diberikan pelatihan bisnis dan keuangan, termasuk akses ke sumber daya dan kegiatan yang menghasilkan pendapatan, hubungan dengan lembaga kredit mikro, dan peningkatan kapasitas untuk mendorong kemandirian.
  • Pendanaan dan investasi yang berfokus pada perempuan harus dialokasikan lebih banyak dengan mempertimbangkan kondisi perempuan secara spesifik dalam konteks perubahan iklim untuk mengurangi hambatan ekonomi, sosial, dan budaya.
  • Peneliti dan ilmuwan perempuan harus dilibatkan secara masif dalam studi perubahan iklim untuk mengarusutamakan perspektif gender ke dalam makalah penelitian, naskah akademik, dan rekomendasi kebijakan. Dengan kata lain, bias gender dan stereotip di bidang eksakta juga harus dihilangkan di segala tingkat pendidikan.
  • Permasalahan terkait gender dalam lingkup rumah tangga dan komunitas lokal harus senantiasa diadvokasi agar diperoleh pemahaman yang luas tentang berbagai hal tersebut. Dengan demikian, tercipta hubungan yang saling mendukung antara laki-laki dan perempuan.

Editor: Nazalea Kusuma, Kezia Indira dan Mahardhika @Pustakezia

Penerjemah: Mahardhika dan Kezia Indira @Pustakezia 

Versi asli artikel ini diterbitkan dalam bahasa Inggris di platform media digital Green Network Asia – Internasional.

Adelia Dinda Sani
Website |  + postsBio

Adelia adalah penulis kontributor untuk Green Network Asia. Saat ini bekerja sebagai Reporter di SEA Today.

  • Adelia Dinda Sani
    https://greennetwork.id/author/adeliadinda/
    Gojek Janji Capai “Three Zeros” Pada Tahun 2030
  • Adelia Dinda Sani
    https://greennetwork.id/author/adeliadinda/
    Perubahan Iklim adalah Masalah Kesenjangan Sosial

Continue Reading

Sebelumnya: Komitmen Tingkatkan Debit Air Tanah, Desa Warugunung Gelar Aksi Menanam Pohon
Berikutnya: Dilema Sampah COVID-19 di Asia Selatan

Lihat Konten GNA Lainnya

meja dengan berbagai ikan segar tersusun di atasnya Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Oleh Seftyana Khairunisa
16 Oktober 2025
dua elang hitam kepala putih bertengger di ranting pohon yang tak berdaun Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam

Oleh Dina Oktaferia
16 Oktober 2025
Kursi roda anak berukuran kecil di samping deretan kursi kayu, dengan latar belakang papan tulis hitam dan lantai berkarpet berwarna cerah. Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
15 Oktober 2025
orang-orang menunggang kuda menyusuri aliran sungai Bagaimana Ongi River Movement di Mongolia Melindungi Manusia dan Lingkungan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Ongi River Movement di Mongolia Melindungi Manusia dan Lingkungan

Oleh Dinda Rahmania
15 Oktober 2025
dua buah kakao berwarna kuning di batang pohon Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao

Oleh Abul Muamar
14 Oktober 2025
Beberapa orang berada di dalam air untuk memasang kerangka jaring persegi berwarna hijau, sementara lainnya berdiri di pematang tambak dengan pagar bambu sederhana di bagian belakang. Rehabilitasi Mangrove Berbasis Komunitas dengan Silvofishery
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Rehabilitasi Mangrove Berbasis Komunitas dengan Silvofishery

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
13 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia