Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Seruan untuk Mendukung Agenda Masyarakat Adat dalam COP16 CBD

Organisasi Masyarakat Sipil menyerukan kepada pemerintah Indonesia agar mendukung agenda Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dalam Conference of the Parties to the Convention on Biological Diversity ke-16 (COP16 CBD).
Oleh Abul Muamar
25 Oktober 2024
orang-orang berjalan berjejer di jalan membawa keranjang yang dianyam

Foto: Giri Wijayanto di Wikimedia.

Kerusakan lingkungan dan penurunan keanekaragaman hayati telah mendorong pengakuan kembali peran vital masyarakat adat sebagai pengelola dan pelestari alam. Sayangnya, pengakuan tersebut tidak serta merta terwujud dalam tindakan konkret dan luas karena pada kenyataannya masih banyak masyarakat adat di berbagai tempat yang kehilangan hak-haknya, termasuk akibat kebijakan atau program pemerintah dimana Masyarakat Adat itu berada. Terkait hal ini, sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil menyerukan kepada pemerintah Indonesia agar mendukung agenda Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dalam Conference of the Parties to the Convention on Biological Diversity ke-16 (COP16 CBD).

Diakui, Tapi Tidak Serius

Masyarakat Adat telah diakui memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi dan melestarikan lingkungan alam dan keanekaragaman hayati di Bumi. Meski populasinya hanya sekitar 5-6% secara global, Masyarakat Adat melindungi 80% keanekaragaman hayati Bumi yang tersisa. Selain itu, 36% dari hutan utuh yang tersisa di dunia juga berada di lahan Masyarakat Adat dengan tingkat kelestarian yang lebih tinggi. Penghormatan terhadap hak Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal telah menempati peran penting dalam Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global atau Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF) yang disepakati pada tahun 2022.

Namun, peran dan kontribusi Masyarakat Adat seringkali tidak diakui secara serius di banyak tempat. Di Indonesia, 2,6 juta hektare wilayah adat dirampas oleh negara dan korporasi atas nama investasi sepanjang tahun 2023 menurut catatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Perampasan terjadi tidak hanya untuk kepentingan industri seperti tambang, tetapi juga untuk memproduksi energi yang diklaim bersih dan perdagangan karbon. Sebuah proyek yang diklaim atas nama mitigasi iklim di Pulau Flores, misalnya, melibatkan perampasan wilayah 14 komunitas adat di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, NTT.

Selain itu, menurut Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), dari sekitar 26,9 juta hektare wilayah adat yang teregistrasi, baru 4% yang telah mendapat status pengakuan hukum, dan itu pun masih sebatas pengakuan keberadaan oleh Pemerintah Daerah, belum berupa penetapan hak oleh Pemerintah Pusat.

Mendukung Agenda Masyarakat Adat

Perwakilan Masyarakat Adat mendorong negara-negara yang hadir dalam COP16 CBD di Cali, Kolombia, pada 21 Oktober-1 November 2024 untuk memastikan pengakuan penuh atas kontribusi Masyarakat Adat dalam perlindungan keanekaragaman hayati di dunia. Masyarakat Adat juga mendorong ditetapkannya pembentukan badan permanen (Subsidiary Body) yang mengikat khusus Article 8(j) terkait pengetahuan lokal, inovasi, dan praktik-praktik tradisional dalam perlindungan keanekaragaman hayati.

Namun sayangnya, delegasi Indonesia dalam COP16 CBD menolak gagasan pendirian Subsidiary Body tersebut meskipun terdapat pengakuan bahwa peran Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal untuk mencapai target KM-GBF sangat besar. Delegasi Indonesia juga tidak menghendaki adanya pendanaan langsung yang dapat diakses oleh Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal untuk upaya pelestarian lingkungan alam dan keanekaragaman hayati.

“Penolakan Indonesia terhadap pembentukan Subsidiary Body pada Article 8(j) tentang Pengetahuan, Inovasi, dan Praktik-Praktik Tradisional adalah sebuah kemunduran,” kata Cindy Julianty, perwakilan dari WGII (Working Group on Indigenous and Local Communities-Conserved Areas and Territories Indonesia).

Pembicaraan terkait upaya mempermanenkan Working Group on Article 8(j) sudah dilakukan sejak 20 tahun lalu untuk memastikan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, inovasi dan praktik yang dilakukan oleh Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dalam pemanfaatan dan perlindungan sumber daya genetik. Kerangka kerja dan pembentukan Subsidiary Body dapat membantu memastikan terukur dan terjaminnya dimensi keadilan dan sosial dari implementasi KM-GBF.

Aksi Segera

Saat ini, lingkungan alam dan keanekaragaman hayati Indonesia terancam oleh berbagai aktivitas industri seperti pertambangan, pertanian skala besar, dan berbagai proyek strategis nasional yang membahayakan lingkungan dan sumber penghidupan masyarakat adat dan komunitas lokal. Oleh karena itu, menjamin dan melindungi wilayah Masyarakat Adat dan kawasan konservasi harus menjadi tindakan segera karena dapat membantu Indonesia mencapai target perlindungan 30% area keanekaragaman hayati di daratan dan lautan pada tahun 2030.

Menurut data WGII, terdapat lebih dari 22 juta hektare lahan yang dikelola dan dilindungi dengan pengetahuan tradisional yang dapat berkontribusi untuk mencapai tujuan konservasi KM GBF. Dalam hal ini, dukungan pendanaan langsung bagi Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal merupakan hal krusial untuk mencapai tujuan tersebut.

“Menjamin hak penguasaan tanah masyarakat adat adalah hal yang terpenting jika kita ingin melindungi keanekaragaman hayati yang masih tersisa,” kata Kasmita Widodo, Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Abul Muamar
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Langkah Pemerintah Dorong Pengelolaan Sampah Perkotaan menjadi Energi
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mengulik Dampak Pembangunan Kawasan Industri Takalar

Continue Reading

Sebelumnya: Peneliti Temukan Alternatif Plastik Biodegradable Baru yang Terurai Lebih Cepat
Berikutnya: Minimnya Kemajuan dalam Kebebasan Berinternet di Indonesia

Lihat Konten GNA Lainnya

Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua menara pendingin besar yang mengeluarkan uap di malam hari, dikelilingi lampu-lampu dan struktur industri lainnya. Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
28 Oktober 2025
Seorang pria menjual dan mengipas jagung bakar di samping meja yang penuh dengan kelapa muda. Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia

Oleh Nazalea Kusuma dan Dina Oktaferia
28 Oktober 2025
Cover buku We are Eating the Earth: The Race to Fix Our Food System and Save Our Climate oleh Michael Grunwald. Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Resensi Buku

Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?

Oleh Jalal
27 Oktober 2025
orang-orang diatas pohon saling membantu naik ke atas Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia

Oleh Cut Nurul Aidha dan Aimee Santos-Lyons
27 Oktober 2025
siluet pabrik dengan asap yang keluar dari cerobong dan latar belakang langit oranye dan keabuan Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon

Oleh Seftyana Khairunisa
24 Oktober 2025
fotodari atas udara mesin pemanen gabungan dan traktor dengan trailer yang bekerja di ladang yang berdekatan, satu berwarna hijau dan yang lainnya berwarna keemasan Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat

Oleh Kresentia Madina
24 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia