Mendorong Pengembangan Tenaga Kerja Hijau untuk Mendukung Transisi Energi

Foto oleh Freepik.
Transisi energi menuntut adanya transformasi dalam berbagai sektor, termasuk sektor ketenagakerjaan. Dalam hal ini, pekerjaan hijau (green jobs) telah dianggap semakin penting untuk mendukung agenda pengurangan emisi. Namun, perkembangan pekerjaan hijau di Indonesia masih terbilang lambat, sementara percepatan transisi energi semakin mendesak. Terkait hal ini, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meluncurkan peta jalan untuk mendukung pengembangan tenaga kerja hijau di Indonesia.
Tenaga Kerja Hijau Indonesia dan Tantangannya
Menurut Bappenas, jumlah tenaga kerja hijau di Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan sekitar 4 juta orang atau hanya 2,7% dari total tenaga kerja. Sementara itu, jumlah pekerjaan yang berpotensi menjadi hijau diproyeksikan sebanyak 56 juta pada 2025 dan dapat meningkat menjadi 72 juta pada 2029. Angka ini menunjukkan adanya potensi tenaga kerja di Indonesia untuk bertransformasi menjadi tenaga kerja hijau.
Namun, potensi tersebut bisa jadi tidak termanfaatkan dengan baik karena saat ini masih banyak tantangan. Beberapa tantangan utama adalah kesenjangan kompetensi dan keterampilan teknis, keterbatasan pelatihan dan sertifikasi, serta minimnya keterhubungan dengan kebutuhan industri. Secara umum, hambatan pengembangan tenaga kerja hijau ini juga disebabkan oleh faktor struktural, seperti kesenjangan akses pendidikan, minimnya integrasi konsep keberlanjutan dalam kurikulum, investasi dan insentif fiskal yang tidak memadai, hingga rendahnya kesadaran publik serta keterbatasan inklusi bagi masyarakat yang terpinggirkan.
Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau
Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau disusun untuk memberikan arah strategis, panduan kebijakan, dan kerangka sinergi antarpemangku kepentingan guna memastikan agar tenaga kerja siap menghadapi tantangan transisi hijau. Peta jalan ini mencakup periode 2025 – 2045 dan diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Peta jalan ini merupakan hasil kolaborasi antara berbagai pihak, mulai dari Bappenas, Kementerian Ketenagakerjaan, serikat pekerja, organisasi masyarakat sipil, serta mitra pembangunan internasional dari pemerintah Jerman, Australia, hingga Bank Dunia. Peluncuran peta jalan ini juga menjadi bagian dari peringatan 50 tahun kerja sama pembangunan antara Jerman dan Indonesia.
Terdapat tiga misi utama yang menjadi pilar strategis dalam peta jalan ini. Ketiga misi tersebut adalah membangun ekosistem yang kondusif bagi tumbuhnya pekerjaan dan tenaga kerja hijau, meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM hijau, dan mengoptimalkan peran aktif asosiasi profesi, dunia usaha, industri, dan dunia kerja.
Misi tersebut diterjemahkan dalam serangkaian strategi yang mencakup penguatan kebijakan, pengembangan kompetensi teknis dan transformatif, kemitraan erat antara sektor pendidikan dan pelatihan dengan dunia industri, serta pembangunan sistem informasi ketenagakerjaan hijau yang berbasis data dan dapat diakses oleh seluruh pemangku kepentingan.
Selain itu, terdapat delapan sektor yang diprioritaskan dalam peta jalan ini yang berpotensi besar dalam penciptaan pekerjaan hijau namun masih menghadapi berbagai tantangan. Kedelapan sektor tersebut adalah energi terbarukan, kehutanan, proses industri, limbah dan daur ulang, pertanian berkelanjutan, transportasi berkelanjutan, pariwisata, hingga pesisir dan kelautan.
Menciptakan Ekosistem Pendukung
Kolaborasi menjadi hal penting dalam menyiapkan ketersediaan pasar kerja yang sesuai dengan agenda transisi energi. Peta jalan ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan dalam pengembangan pekerjaan dan tenaga kerja hijau. Akan tetapi, pedoman ini harus bisa diikuti dengan implementasi yang efektif dan disesuaikan dengan konteks atau kebutuhan lokal. Pemerintah juga harus bisa menciptakan ekosistem pendukung untuk mengembangkan pekerjaan di sektor hijau melalui kebijakan yang tepat sasaran, memberlakukan insentif, hingga pengembangan teknologi. Dalam skala yang lebih luas, pemerintah juga harus bisa menjamin akses terhadap pekerjaan hijau dapat dijangkau oleh siapa saja sehingga berkontribusi dalam menurunkan angka pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Saya membayangkan dan bahkan bermimpi, bahwa dalam lima tahun ke depan, ketika seseorang ditanya ‘apa pekerjaan Anda?’, jawabannya tidak hanya soal gaji, tapi juga ‘seberapa hijau pekerjaan Anda?’ Mungkin itulah impian bersama kita: pekerjaan hijau sebagai ciri peradaban baru Indonesia,” kata Wakil Kepala Bappenas, Febrian Alphyanto Ruddyard saat peluncuran peta jalan tersebut.
Editor: Abul Muamar
Nisa adalah reporter dan asisten peneliti di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.