Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengulik Dampak Lingkungan dari Perkebunan Tebu Monokultur

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, perkebunan tebu monokultur dapat menurunkan kualitas tanah, fungsi hidrologi, dan keanekaragaman hayati. Kondisi ini mengganggu produktivitas tanaman secara keseluruhan.
Oleh Seftyana Khairunisa
6 Agustus 2025
deretan pohon tebu

Foto: sarangib di Pixabay.

Indonesia banyak dilimpahi dengan tanah subur yang mendukung sektor pertanian dan perkebunan. Selama ini, telah banyak komoditas yang dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun menjadi komoditas ekspor, salah satunya tebu. Tebu merupakan komoditas yang terus digenjot produksinya untuk memenuhi kebutuhan gula nasional sekaligus dikembangkan sebagai sumber bahan bakar nabati. Namun, praktik perkebunan tebu monokultur yang telah berlangsung lama di Indonesia ternyata dapat menyebabkan degradasi lahan dan berbagai dampak buruk lainnya.

Perkebunan Tebu Monokultur dan Dampaknya

Sejak tahun 1970 dan 1980-an, pemerintah telah menetapkan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi gula untuk mencukupi konsumsi nasional yang terus meningkat seiring bertambahnya populasi. Perkebunan tebu pun diintensifkan di beberapa wilayah, khususnya Pulau Jawa. Namun, sebuah penelitian menunjukkan bahwa perkebunan tebu monokultur yang telah berlangsung lama di Indonesia justru telah menyebabkan berbagai dampak buruk terhadap lingkungan.

Salah satu yang paling disorot adalah dampaknya terhadap kualitas tanah. Perkebunan tebu di Indonesia jarang ditumbuhkan bersama tanaman penutup tanah, sehingga membuat tanah mudah erosi karena hujan ataupun aliran irigasi yang berlebih. Erosi yang menghilangkan lapisan atas tanah ini dapat berujung pada menurunnya kandungan nutrisi dan bahan organik dalam tanah. Hal ini pun dapat berdampak pada keberadaan keanekaragaman hayati pertanian (agrobiodiversitas) yang penting untuk menjaga kesuburan tanah. Misalnya, di Malang, Jawa Timur ditemukan adanya penurunan populasi cacing tanah di area perkebunan tebu monokultur yang telah berlangsung lama.

Penggunaan pupuk dan pestisida yang cukup intensif dalam perkebunan tebu monokultur juga dapat menyebabkan eutrofikasi, yaitu pertumbuhan tanaman yang tidak terkontrol di badan air sehingga mengancam keberlangsungan ekosistem dan menurunkan kualitas air. Beberapa kasus eutrofikasi ditemukan di beberapa badan air dekat perkebunan tebu di daerah Subang, Jawa Barat.

Perkebunan tebu bahkan juga turut berkontribusi dalam peningkatan emisi gas rumah kaca. Emisi ini utamanya dihasilkan akibat pembakaran saat panen, penggunaan pupuk sintetis, dan juga bahan bakar fosil saat mendistribusikan tebu ke pabrik gula. Pembakaran merupakan praktik umum yang dilakukan untuk mempercepat dan mempermudah proses panen tebu. Sayangnya, praktik ini tidak hanya menghasilkan emisi, tetapi juga mengurangi kesuburan tanah dan meningkatkan risiko kebakaran lahan.

Degradasi ekologis akibat perkebunan tebu monokultur jangka panjang di atas justru dapat berujung pada menurunnya produktivitas. Misalnya, di daerah Lampung Utara, produktivitas tebu telah menurun sejak tahun 1984 akibat kesuburan tanah yang terus menurun. Hal yang sama juga terjadi di beberapa daerah di Jawa. Penting dicatat bahwa degradasi lahan ini bukan menjadi faktor satu-satunya karena terdapat berbagai permasalahan yang lebih kompleks, seperti perubahan iklim dan minimnya riset dan koordinasi dari pelaku industri tebu.

Mewujudkan Praktik Perkebunan yang Berkelanjutan

Untuk mengurangi dampak ekologis dari perkebunan tebu monokultur, penelitian tersebut menjabarkan beberapa cara alternatif yang mengintegrasikan praktik-praktik berkelanjutan, mulai dari sistem rotasi tanaman, tumpang sari, pemanenan yang berkelanjutan, dan pertanian presisi–yaitu pertanian berbasis sistem yang mengoptimalkan penggunaan sumberdaya untuk hasil maksimal dengan mengurangi dampak terhadap lingkungan. Meskipun begitu, cara-cara ini membutuhkan dukungan pemerintah dalam pemberdayaan dan peningkatan kapasitas petani tebu. Selain itu, pemerintah juga harus mendesak industri agar melakukan praktik pertanian tebu berkelanjutan, dengan mekanisme penerapan sanksi untuk pelanggaran.

Editor: Abul Muamar

Seftyana Khairunisa
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Nisa adalah reporter dan asisten peneliti di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.

  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Sisi Kelam Pengembangan Pariwisata di Kawasan KEK Mandalika
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Mempertanyakan Komitmen Sektor Perbankan dalam Pembiayaan Berkelanjutan
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Bagaimana Waste Crisis Center dapat Atasi Isu Pengelolaan Sampah
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Memutus Jerat Korupsi di Sektor Pendidikan

Continue Reading

Sebelumnya: Rencana Uni Eropa Sederhanakan Standar Pelaporan Keberlanjutan Perusahaan
Berikutnya: Bagaimana Karakteristik Demografis Memengaruhi Emisi Karbon Individu

Lihat Konten GNA Lainnya

ilustrasi misinformasi; manekin kepala dengan bagian atas terbuka menerima koran yang dilabeli tulisan palsu Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi

Oleh Seftyana Khairunisa
12 September 2025
Seorang anak berkacamata menerima piring berisi makanan. Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia

Oleh Attiatul Noor
12 September 2025
pembagian makanan kepada anak-anak Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih
  • GNA Knowledge Hub
  • Komunitas

Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih

Oleh Dilla Atqia Rahmah
11 September 2025
Seorang perempuan pengguna kursi roda sedang meraih tombol lift. Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik

Oleh Dinda Rahmania
11 September 2025
foto udara pemukiman padat yang ada di dekat bantaran sungai perkotaan Jerat Kemiskinan di Perkotaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Jerat Kemiskinan di Perkotaan

Oleh Seftyana Khairunisa
10 September 2025
seorang anak perempuan menulis dengan kapur di papan tulis hitam Bagaimana Pendidikan Lingkungan Dukung Ketahanan di Odisha, India
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Pendidikan Lingkungan Dukung Ketahanan di Odisha, India

Oleh Attiatul Noor
10 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia