Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Ekspansi Pertambangan dan Krisis Air Bersih di Berbagai Daerah

Ekspansi pertambangan telah menyebabkan krisis air bersih di berbagai daerah di Indonesia. Dibutuhkan solusi yang menyentuh akar persoalan untuk mengatasi isu ini.
Oleh Andi Batara
30 April 2025
Aktivitas truk dan eskavator di Tambang Batu Padas.

Tambang batu padas di Kemangguan, Kebumen, Jawa Tengah. | Foto: Wikimedia Commons.

Industri ekstraktif telah lama menjadi salah satu sektor paling penting dalam perekonomian Indonesia. Namun, banyak operasi industri ekstraktif, khususnya pertambangan, yang menimbulkan berbagai dampak buruk yang meluas, termasuk menyebabkan  krisis air bersih di berbagai daerah. Masalah ini tidak hanya mengancam kesehatan, tetapi juga berdampak terhadap kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat.

Rusaknya Sumber Air Akibat Pertambangan

Di Halmahera Tengah, Maluku Utara, krisis air mulai terjadi setelah perusahan nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) mulai beroperasi di wilayah tersebut. Saat musim hujan tiba, limbah tambang meresap ke sumur-sumur warga dan  mencemari sungai sehingga tidak bisa lagi diminum. Akibatnya, warga terpaksa bergantung pada air hujan atau membeli air kemasan dari kota yang jaraknya cukup jauh.

Hal serupa juga terjadi di wilayah pertambangan batubara di Sawahlunto, Sumatra Barat, di mana warga terpaksa mengkonsumsi dan menggunakan air kolam bekas tambang batubara karena sulitnya mencari sumber air bersih. Hal tersebut menimbulkan dampak yang mengkhawatirkan berupa penyakit gatal pada kulit, dan anak-anak menjadi cacingan. Beberapa warga yang mengalami kondisi demikian kemudian memutuskan untuk menggunakan air mineral kemasan galon untuk keperluan sehari-hari, membuat beban mereka kian membengkak.

Di Pulau Wawoni’i, Sulawesi Tenggara, kerusakan sumber air akibat aktivitas pertambangan nikel berdampak pada 2.214 jiwa warga yang sulit mendapatkan akses air bersih. Dari empat titik mata air yang berada di wilayah tersebut, tiga di antaranya sudah tercemar oleh lumpur tambang nikel. Kondisi itu membuat warga terpaksa mengandalkan air tadah hujan atau berjalan menempuh jarak beberapa kilometer ke desa lainnya untuk mendapatkan air bersih.

Di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, pengeboran minyak ilegal yang telah berlangsung selama puluhan tahun memicu krisis air karena Sungai Dawas–yang merupakan sumber mata air di wilayah tersebut–tercemar oleh tumpahan minyak dari aktivitas pengeboran. Tidak hanya merusak sumber mata air, pengeboran minyak juga berdampak pada sektor pertanian dan perikanan yang merupakan sumber penghidupan masyarakat lokal.

Penting untuk dicatat bahwa tidak hanya pada pertambangan mineral dan minyak bumi, dampak buruk juga timbul pada tambang-tambang non-logam seperti batu kapur, seperti yang telah terjadi di berbagai daerah.

Solusi yang Tidak Menyentuh Akar Persoalan

Dalam mengatasi persoalan krisis air bersih, baik perusahaan maupun pemerintah umumnya menggunakan pendekatan yang cenderung reaktif dengan membangun infrastruktur seperti instalasi pengolahan air, tangki air, waduk, dan lain sebagainya. Meskipun dapat menyediakan air bagi masyarakat, langkah semacam ini seringkali tidak menyentuh akar masalah berupa rusaknya sumber air akibat operasi industri ekstraktif yang tidak bertanggung jawab.

Sebagai contoh di Halmahera Tengah. Untuk mengatasi krisis air akibat pertambangan, pemerintah daerah setempat berkolaborasi dengan PT IWIP membangun Water Intake (WI) dan Water Treatment Plant (WTP) yang akan mensuplai 15.000 meter kubik air per hari untuk masyarakat. Fasilitas WI merupakan konstruksi pertama tempat masuknya air mentah dari sumber alami seperti sungai, yang kemudian akan dialirkan ke fasilitas WTP yang akan mengolah air dari kualitas air baku menjadi air siap konsumsi. Namun, fasilitas pengolahan air seperti itu menjadi sia-sia ketika air di sumbernya telah tercemar berat oleh limbah industri.

Selain itu, dalam rentang 2015-2025, pemerintah membangun 61 bendungan di berbagai wilayah dalam Proyek Strategis Nasional sebagai langkah untuk mendukung ketahanan air sekaligus ketahanan pangan nasional. Namun, berkaca pada pengalaman yang pernah ada, proyek besar semacam ini rawan gagal mencapai tujuan, terutama karena tidak melibatkan perencanaan yang matang dan pengelolaan yang tepat, sehingga tetap tidak menjamin ketersediaan air bersih dalam jangka panjang dan berkelanjutan.

Pada tahun 1995, misalnya, pemerintah membangun Bendungan Sungai Bila di Sidrap, Sulawesi Selatan, yang menyediakan sumber air bagi 16.500 warga. Namun, sejak masifnya aktivitas pertambangan di wilayah tersebut, air dari bendungan pun tercemar karena ekosistem sungai juga telah rusak. Kondisi tersebut menyebabkan hilangnya sumber penghidupan warga karena selain sebagai sumber air, sungai juga merupakan habitat ikan air tawar yang menjadi salah satu sumber pangan sehari-hari  masyarakat.

Pemulihan Ekosistem Air

Krisis air bersih yang dialami oleh warga yang bermukim di sekitar wilayah pertambangan menggarisbawahi bahwa kepentingan bisnis tidak boleh mengorbankan lingkungan dan kehidupan manusia. Menyediakan air bersih dengan membangun fasilitas penunjang saja tidaklah cukup karena yang dibutuhkan adalah solusi yang menyentuh akar persoalan, yakni pencegahan dan pemulihan sumber-sumber air alami yang rusak, serta tata kelola lingkungan yang berpihak pada kelestarian alam. Hal tersebut memungkinkan dengan adanya regulasi yang tegas mengenai pemanfaatan sumber daya alam, peningkatan komitmen dan tanggung jawab dunia usaha,  serta partisipasi masyarakat yang bermakna dalam pelestarian lingkungan, terutama masyarakat lokal yang terdampak proyek pembangunan.

Editor: Abul Muamar


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Andi Batara
+ postsBio

Ata adalah Intern Researcher dan Reporter di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Ilmu Pemerintahan dari Universitas Hasanuddin. Ia memiliki ketertarikan pada bidang penelitian, jurnalisme, serta isu seputar pemberdayaan dan ekonomi politik.

  • Andi Batara
    https://greennetwork.id/author/atasyafaat/
    Meningkatkan Wawasan dan Praktik Keberlanjutan di Kalangan Pelaku UMKM
  • Andi Batara
    https://greennetwork.id/author/atasyafaat/
    Memastikan Keadilan dalam Implementasi Skema Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup
  • Andi Batara
    https://greennetwork.id/author/atasyafaat/
    Pentingnya Penguatan Tata Kelola Hilirisasi Tembaga dan Bauksit
  • Andi Batara
    https://greennetwork.id/author/atasyafaat/
    Program Hilirisasi Riset dan Tantangan Penguatan Ekosistem Riset Nasional

Continue Reading

Sebelumnya: Dampak Screen Time Berlebihan terhadap Kualitas Tidur dan Kesehatan Mental Remaja
Berikutnya: Menengok Investasi Pendidikan Besar-besaran di Vietnam

Artikel Terkait

seekor orangutan duduk di ranting pohon di hutan GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Oleh Abul Muamar
20 Juni 2025
mesin tik dengan kertas bertuliskan “artificial intelligence” Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab
  • Kabar
  • Unggulan

Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab

Oleh Ayu Nabilah
20 Juni 2025
Pulau-pulau kecil di tengah laut Raja Ampat Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam

Oleh Andi Batara
19 Juni 2025
bunga matahari yang layu Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana

Oleh Kresentia Madina
19 Juni 2025
tulisan esg di atas peta negara ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?
  • Opini
  • Unggulan

ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?

Oleh Setyo Budiantoro
18 Juni 2025
beberapa megafon terpasang pada pilar Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik

Oleh Kresentia Madina
18 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.