Menjaga Tradisi Sasi Laut untuk Dukung Perikanan Berkelanjutan di Maluku
Maluku adalah salah satu wilayah yang memiliki kekayaan alam melimpah, salah satunya berupa hasil laut. Namun, penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) dan praktik penangkapan yang tidak berkelanjutan telah menyebabkan penurunan populasi ikan dan kerusakan ekosistem laut di wilayah ini. Oleh karena itu, menjaga dan mempraktikkan tradisi sasi laut menjadi sangat penting di Maluku. Tradisi sasi laut dapat membantu mengatur pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan, memberikan waktu bagi ekosistem laut untuk pulih, dan memastikan keberlanjutan sumber daya perikanan bagi generasi mendatang.
Eksploitasi Sumber Daya Perikanan di Maluku
Maluku memiliki Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang besar dan berkontribusi hingga 30 persen terhadap sektor perikanan nasional. Masyarakat Maluku banyak bergantung pada sumber daya perikanan laut sebagai sumber kehidupan mereka. Namun, eksploitasi sumber daya laut secara besar-besaran di wilayah ini terus terjadi, terutama oleh kapal-kapal dari luar daerah.
Akibatnya, populasi ikan di wilayah ini terus menyusut dari tahun ke tahun, dan status Maluku yang selama ini dianggap sebagai “lumbung ikan” kian terancam. Beberapa spesies di wilayah ini, seperti cumi-cumi, ikan karang, pelagis besar, lobster, rajungan, dan udang penaeid bahkan telah berstatus over-exploited (dieksploitasi secara berlebihan).
Selain overfishing dan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU fishing), praktik penangkapan ikan yang destruktif juga menjadi faktor utama penyebab penurunan populasi ikan di wilayah ini. Salah satu yang sering terjadi adalah penggunaan kapal cantrang dan pukat harimau. Penggunaan kapal cantrang dan pukat harimau ini membuat bibit ikan ikut terambil, sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem bawah laut. Selain itu, pemakaian bahan peledak dan bahan kimia berbahaya juga berkontribusi terhadap kerusakan yang terjadi.
Dalam hal ini, nelayan lokal, terutama nelayan-nelayan kecil, menjadi pihak yang paling terdampak. Para nelayan lokal terpaksa menempuh perjalanan lebih jauh ke laut dalam, dan mengeluarkan biaya yang lebih besar dan menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan ikan. Kondisi ini pada gilirannya membuat penghasilan mereka menurun drastis dan berdampak terhadap pasokan ikan untuk kebutuhan warga lokal.
Tradisi Sasi Laut
Tradisi sasi Laut merupakan praktik adat yang telah lama diterapkan oleh masyarakat di Maluku sebagai upaya untuk menjaga keberlanjutan sumber daya laut mereka. Sasi laut adalah suatu larangan atau pembatasan terhadap aktivitas penangkapan ikan dan pengambilan sumber daya laut lainnya di suatu wilayah perairan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Tradisi ini bukan hanya sekadar aturan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya dan spiritualitas yang mengikat masyarakat dengan alam sekitarnya.
Penerapan sasi laut biasanya didasarkan pada siklus alam atau adat istiadat lokal, seperti musim kawin ikan atau waktu tertentu dalam tahun adat. Tradisi sasi laut mengandalkan kepercayaan kolektif dan penghormatan terhadap leluhur serta alam, yang secara tradisional memastikan bahwa sumber daya laut terjaga dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh generasi mendatang.
Lembaga adat yang berwenang dalam pengelolaan tradisi sasi laut–seperti halnya juga pada sasi darat–adalah Kewang. Kewang merupakan perwakilan dari masing-masing soa (kelompok/komunitas) yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengawasi dan menjaga wilayah adat yang disasi. Penerapan sasi laut juga melibatkan seluruh komunitas lokal yang tinggal di sekitar wilayah perairan yang bersangkutan. Keputusan untuk memberlakukan sasi laut biasanya diambil melalui proses musyawarah bersama antara tokoh adat, pemimpin lokal, dan anggota masyarakat. Setelah disepakati, larangan penangkapan ikan dan pengambilan sumber daya laut lainnya diumumkan kepada seluruh warga dan disertai dengan ancaman sanksi adat bagi pelanggar.
Partisipasi aktif dari semua pihak dalam pelaksanaan dan pengawasan sasi laut menjadi kunci keberhasilannya. Masyarakat setempat bertanggung jawab untuk memastikan kepatuhan terhadap larangan sasi laut serta menjaga keseimbangan ekosistem perairan. Dengan demikian, tradisi sasi laut tidak hanya menjadi instrumen penting dalam pelestarian sumber daya laut, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan budaya dalam masyarakat Maluku.
Pada Februari 2024, Pemerintah Negeri Rutong, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon melaksanakan ritual adat buka sasi laut untuk tiga spesies biota laut yakni teripang, lola, dan lobster yang merupakan komoditas andalan. Selama masa tutup sasi, populasi tiga spesies biota laut ini mengalami perkembangan yang baik.
Harus dilestarikan
Namun, tradisi sasi laut di Maluku telah menghadapi tekanan dan perlahan-lahan mulai terkikis seiring dengan modernisasi, globalisasi, dan perubahan sosial-ekonomi masyarakat.
Eliza Kissya, kepala Kewang di Negeri Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, mengungkap bahwa sudah hampir tidak ada kewang di beberapa daerah di Maluku. Hal ini menimbulkan banyaknya pelanggaran sasi hingga berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Tantangan penerapan tradisi sasi laut juga datang dari para pendatang dan perusahaan perikanan besar yang tidak terikat tradisi Sasi dalam operasi mereka sehingga mengaburkan sistem sasi secara perlahan-lahan.
Mengamankan keberlanjutan sumber daya perikanan melalui penerapan sistem pengelolaan yang berkelanjutan merupakan suatu hal yang krusial dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan menyediakan sumber daya perikanan yang mencukupi untuk masa depan. Dalam hal ini, tradisi sasi laut telah menjadi salah satu pendekatan yang terbukti efektif untuk mendukung tujuan itu. Untuk menjaga keberlanjutan tradisi sasi laut, penting untuk mengedukasi semua pihak, terutama generasi muda, para pendatang, dan perusahaan perikanan, tentang nilai-nilai dan manfaatnya, melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya laut, dan mendukung upaya pelestarian budaya lokal sebagai bagian integral dari upaya perlindungan lingkungan laut yang berkelanjutan. Pada akhirnya, menjaga tradisi sasi laut bukan hanya tentang mempertahankan warisan budaya, tetapi juga tentang memastikan masa depan perikanan yang berkelanjutan bagi semua.
Editor: Abul Muamar
Terima kasih telah membaca!
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk membuka akses online tanpa batas ke platform “Konten Eksklusif” kami yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia. Nikmati manfaat berlangganan, termasuk -namun tidak terbatas pada- pembaruan kabar seputar kebijakan publik & regulasi, ringkasan temuan riset & laporan yang mudah dipahami, dan cerita dampak dari berbagai organisasi di pemerintahan, bisnis, dan masyarakat sipil.
Busra adalah Intern Reporter di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Pendidikan Bahasa Inggris dari Universitas Mataram. Ia memiliki ketertarikan pada dunia kepenulisan dengan topik seputar pendidikan, sosial, dan budaya.