Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengulik KDRT dan Kekerasan dalam Hubungan Intim dengan Korban Laki-laki

Laki-laki yang menjadi korban KDRT dan kekerasan dalam hubungan intim kerap terabaikan karena norma-norma patriarki dan dukungan yang terbatas.
Oleh Syabina Said
25 Maret 2025
Seorang laki-laki melihat keluar jendela

Foto: Andrik Langfield di Unsplash.

Kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi masalah yang sering terjadi di tengah masyarakat. Perempuan dan anak-anak sering menjadi korban dan sangat rentan terhadap perilaku kasar karena ketidakseimbangan kekuatan struktural dan sosial akibat ketimpangan gender. Namun, laki-laki juga tidak kebal terhadap kekerasan. Bukti menunjukkan bahwa laki-laki korban kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan dalam hubungan intim sering menemui hambatan yang menghalangi mereka mencari bantuan.

KDRT dan Kekerasan dalam Hubungan Intim

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mengacu pada kekerasan fisik, seksual, psikologis, atau ekonomi yang dilakukan pelaku untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan dan kendali atas anggota rumah tangga, termasuk pasangan dan anak-anak. Sementara itu, kekerasan dalam hubungan intim (intimate partner violence/IPV) adalah kekerasan yang terjadi antara pasangan intim, termasuk dalam pernikahan dan hubungan pacaran.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa perempuan menanggung beban kekerasan dalam hubungan intim yang sangat besar di seluruh dunia, dengan laki-laki sering menjadi pelakunya. Namun, KDRT dan kekerasan dalam hubungan intim dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, usia, dan status. Laki-laki yang menjadi korban kekerasan sering mengalami tantangan karena norma-norma masyarakat yang berakar pada patriarki dan kurangnya akses layanan bantuan.

Kerap Terabaikan

Sebuah studi mengungkap bahwa satu dari tujuh laki-laki mengalami KDRT selama hidup mereka. Namun, laki-laki yang menjadi korban KDRT dan kekerasan dalam hubungan intim cenderung terabaikan dalam wacana publik. Studi lain menggarisbawahi bahwa pria lebih sering mengalami kekerasan psikologis ketimbang kekerasan fisik, seperti tekanan emosional, pengucilan sosial, dan bahkan kekerasan finansial oleh pasangannya.

Di Asia, norma gender yang kaku dan tabu budaya memperumit situasi. Misalnya, norma gender tradisional di Indonesia mengharuskan laki-laki agar kuat dan secara umum mampu menahan luka. Faktor ini adalah alasan utama kurangnya laporan mengenai kekerasan terhadap korban laki-laki. Sebuah survei oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menyatakan bahwa hanya 6,6% laki-laki yang melaporkan KDRT yang mereka alami, namun para ahli memperkirakan bahwa jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi.

Demikian pula, sebuah studi pada tahun 2024 oleh Jichi Medical University mengungkapkan bahwa “hanya” sekitar 12% laki-laki di Asia yang melaporkan KDRT dan kekerasan dalam hubungan intim yang mereka alami. Di Jepang, persentase korban KDRT laki-laki mencapai 26,9% pada tahun 2022, namun hanya 2,9% yang mencari bantuan karena malu atau takut diejek.

Kurangnya data di tingkat regional semakin menegaskan masalah ini. Laporan nasional di negara-negara seperti India dan Malaysia sering kali mengecualikan korban laki-laki. Kurangnya pelaporan ini memperkuat gagasan sesat bahwa laki-laki tidak dapat menjadi korban dan menghalangi korban untuk mendapatkan akses layanan kesehatan, bantuan hukum, dan konseling.

Tantangan dan Langkah yang Diperlukan

Korban KDRT dan kekerasan dalam hubungan intim dapat mengalami dampak jangka panjang berupa trauma fisik dan psikologis. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang serius seperti PTSD, depresi, dan kecemasan. Secara khusus, korban laki-laki mungkin merasa direndahkan dan bingung untuk memahami pengalaman mereka, yang mungkin bertolak belakang dari anggapan masyarakat tradisional yang bercorak maskulin.

Bagaimanapun, setiap orang berhak untuk hidup bebas dari kekerasan dan paksaan. Mendukung korban laki-laki dari pelecehan memerlukan peningkatan kesadaran publik untuk menghilangkan stigma, membangun layanan dukungan dan profesional yang relevan, aman, dan dapat diakses, serta meningkatkan pengumpulan data dan informasi untuk mendorong intervensi yang efektif.

Editor: Nazalea Kusuma & Kresentia Madina

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Continue Reading

Sebelumnya: Mengenal Biodiversity Management System
Berikutnya: Melestarikan Lingkungan melalui Peran Kearifan Lokal

Lihat Konten GNA Lainnya

Fasilitas LNG di dekat laut. Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi

Oleh Andi Batara
29 Oktober 2025
Sebuah nampan berisi ikan yang di sekitarnya terdapat sikat, pisau, dan makanan laut lainnya. Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan

Oleh Attiatul Noor
29 Oktober 2025
Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua menara pendingin besar yang mengeluarkan uap di malam hari, dikelilingi lampu-lampu dan struktur industri lainnya. Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
28 Oktober 2025
Seorang pria menjual dan mengipas jagung bakar di samping meja yang penuh dengan kelapa muda. Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia

Oleh Nazalea Kusuma dan Dina Oktaferia
28 Oktober 2025
Cover buku We are Eating the Earth: The Race to Fix Our Food System and Save Our Climate oleh Michael Grunwald. Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Resensi Buku

Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?

Oleh Jalal
27 Oktober 2025
orang-orang diatas pohon saling membantu naik ke atas Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia

Oleh Cut Nurul Aidha dan Aimee Santos-Lyons
27 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia