Kemenkeu Targetkan Inklusi Keuangan 90% pada 2024: Upaya Mengurangi Ketimpangan

Foto oleh Riya Kumari dari Pexels
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI menargetkan tingkat inklusi keuangan Indonesia mencapai angka 90% pada 2024. Kabar ini diharapkan dapat menjadi angin segar asa bagi masyarakat akar rumput yang selama ini masih kesulitan mendapatkan akses finansial.
Seperti diketahui, tingkat inklusi keuangan Indonesia saat ini berada di angka 76,19%. Angka tersebut memang telah melampaui target Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), yakni sebesar 75%. Akan tetapi, dalam realitanya, masih banyak masyarakat yang belum terjamah akses keuangan.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti dalam webinar nasional bertajuk ‘Ekonomi dan Keuangan Syariah’ yang digelar pada April 2021 lalu, menyebut bahwa sedikitnya 130 juta penduduk Indonesia masih belum mendapatkan akses perbankan. Data itu merujuk laporan Google dan Temasek terkait jumlah penduduk Indonesia yang berstatus underbank dan unbankable. Untuk itu, dibutuhkan upaya masif agar target nilai inklusi keuangan tersebut dapat tercapai.
Upaya tersebut salah satunya harus dibarengi dengan peningkatan literasi keuangan. Sebab, ada kalanya masyarakat bersikap resistan terhadap metode penyimpanan uang modern sehingga ketika akses perbankan telah hadir di depan mata pun, mereka enggan untuk memanfaatkannya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, tingkat literasi keuangan masyarakat masih berada di angka 38 persen, jauh lebih rendah dibanding penurunan eksklusi keuangan itu sendiri. Hal itu pula yang disadari oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
“Mereka tidak mudah diiming-imingi oleh instrumen-instrumen yang kelihatannya sangat menarik, meyakinkan, namun sebetulnya berbahaya, dan kemudian bahkan kehilangan seluruh uang mereka,” kata Menkeu dalam virtual opening Like It, 3 Agustus 2021.
Oleh karenanya, peningkatan literasi keuangan bagi masyarakat juga menjadi PR besar yang melekat dengan upaya pencapaian target inklusi keuangan 90% tersebut.
“Presidensi G20 di Italia telah menggarisbawahi literasi keuangan sebagai essential life skill dalam rangka pemberdayaan masyarakat, mendukung kesejahteraan individu dan masyarakat, mendukung inklusi keuangan perlindungan konsumen, dan pemulihan ekonomi pasca pandemi,” kata anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara dalam acara Peluncuran Infrastruktur Literasi Keuangan di Jakarta pada 20 Desember 2021 lalu.
Inklusi keuangan diperlukan untuk mengurangi ketimpangan (inequality) dan rigiditas low income trap, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan. Ini selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) PBB, yakni memberantas kemiskinan (Goal 1); mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan mempromosikan pertanian berkelanjutan (Goal 2); kesehatan dan kesejahteraan (Goal 3); pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan ekonomi perempuan (Goal 5); mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja (Goal 8); industri pendukung, inovasi, dan infrastruktur (Goal 9); dan pengurangan kesenjangan (Goal 10).
Selain itu, dalam Goal 17 tentang penguatan sarana implementasi, juga terdapat peran implisit inklusi keuangan melalui mobilisasi tabungan yang lebih besar untuk investasi dan konsumsi yang dapat memacu pertumbuhan.
Editor: Marlis Afridah
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia.