Sains & Teknologi untuk Peternakan Serangga Berkelanjutan

Foto: Oktavianus Mulyadi di Unsplash.
Ada kemungkinan bahwa kita akan mulai memakan serangga seiring berkembangnya masalah ketahanan pangan. Serangga kaya akan protein, sumber nutrisi alternatif yang dapat dikonsumsi. Penelitian tentang peternakan serangga berkelanjutan telah mulai bermunculan di berbagai tempat. Misalnya, Entoverse dan Inagro menjalin kemitraan, menghubungkan ahli entomologi dan teknologi digital di Asia dan Eropa untuk mengembangkan inovasi berkelanjutan dalam peternakan serangga dengan AI.
Sementara itu, sebagian budaya makanan di seluruh dunia telah melibatkan serangga, seperti di Thailand, di mana serangga goreng biasa dijual di warung kaki lima. Dengan dukungan FAO terhadap konsumsi serangga dan persetujuan komersialisasi dari Komisi Eropa untuk serangga sebagai jenis makanan baru, banyak yang melirik bisnis budidaya serangga.
Penelitian mengenai Peternakan Serangga
Inagro adalah pusat penelitian dan pengembangan (R&D) Belgia untuk inovasi berkelanjutan di bidang pertanian. Karena solusinya berbasis praktik, Inagro memiliki infrastruktur operasional on-site, berskala kecil dan profesional untuk berbagai sektor pertanian.
Kepala penelitian di departemen akuakultur dan pemuliaan serangga di Inagro adalah Stefan Teerlinck. Dia bilang, “Bagi Inagro, kerja sama dengan mitra industri, terutama mitra dengan pengetahuan komplementer, sangat penting agar penelitian kami dan hasilnya tetap relevan dengan bisnis serangga yang berkembang pesat ini.”
Sedangkan Entoverse adalah perusahaan rintisan berbasis di Singapura yang menyediakan solusi peternakan digital bertenaga AI yang dibuat secara khusus untuk sektor peternakan serangga. Kemitraan ini akan menerapkan sistem Entograte Entoverse di dalam fasilitas penelitian Inagro.
Sistem Entograte melibatkan dua superkomputer dan modul umpan QSAR. Sistem ini menganalisis kumpulan data seperti kematian, penyakit, pengurangan perkawinan jangkrik, dan banyak lagi. Sistem ini mendukung peternakan serangga dengan proses otomatis untuk mengontrol kondisi pertumbuhan di dalam peternakan dan mengatasi tantangan utama dalam peternakan serangga.
“Salah satunya adalah penghitungan larva Black Soldier Fly (BSF) dan, yang lebih penting, neonatus – bayi serangga berukuran sangat kecil setelah menetas dari telur,” kata perwakilan dari Entoverse. Secara keseluruhan, kemitraan ini terutama bertujuan untuk mengidentifikasi aspek utama pemeliharaan serangga, mengoptimalkan siklus pemeliharaan, mengurangi kematian dini serangga, dan meningkatkan rasio konversi makanan.
Perluasan & Pengembangan
Solusi kemitraan ini perlu diterapkan di seluruh industri peternakan serangga tanpa memandang wilayah. Penerapannya justru akan lebih bergantung pada skala produksi, yaitu peternakan keluarga versus produksi skala industri. Perwakilan Entoverse menambahkan, “Jika penelitian menghasilkan hasil yang positif, maka itu akan memasuki uji coba produksi terlebih dahulu sebelum ditawarkan sebagai teknologi bertenaga AI untuk penggunaan industri.”
Memperkuat ketahanan pangan memungkinkan akses yang setara terhadap gizi seimbang untuk semua. Memanfaatkan serangga sebagai sumber makanan adalah salah satu dari banyak kemungkinan solusi. Inovasi, kolaborasi, dan transformasi sistemik yang ketat sangat penting dalam membongkar praktik-praktik yang tidak berkelanjutan dan membangun pendekatan baru yang lebih berkelanjutan untuk pertanian dan produksi pangan.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan kami untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Naz adalah Manajer Editorial Asia di Green Network. Ia bertanggung jawab sebagai Editor untuk Green Network Asia dan Reviewer untuk Green Network ID.