Menggerakkan Tujuan Menjadi Aksi Nyata dengan Menciptakan Nilai Bersama
Keberadaan Green Network Asia masih relatif baru. Namun, kisah tentang bagaimana akhirnya saya memutuskan memulai perusahaan berbasis tujuan “purpose-driven” ini sebenarnya bisa dirunut beberapa tahun ke belakang. Dengan banyaknya “mozaik” yang menyusun ide pendirian Green Network Asia ini, titik balik saya adalah ketika menerima Letter of Acceptance (LoA) dari Lee Kuan Yew School of Public Policy (LKYSPP) di National University of Singapore (NUS), untuk melanjutkan pendidikan dalam program Magister Ilmu Kebijakan Publik (MPP) 2015-2017.
Bagaimana Semua Ini Dimulai
Saat menerima LoA pada 2015, saya belum mengamankan pendanaan untuk memulai program MPP tahun itu. Saya mengkonsultasikan keterbatasan itu dengan Mr. Nick Soriano, yang pada waktu itu menjabat Direktur Penerimaan Mahasiswa Baru dan Bantuan Pendanaan. Dia meninjau kasus saya bersama dengan aspiran lainnya, dan saya merasa beruntung dipilih untuk mencari beasiswa OCBC. Bank OCBC adalah salah satu mitra LKYSPP dalam endownment fund yang dikelolanya. Bank ini memberikan beasiswa yang didanai penuh untuk awardee dari berbagai negara di Asia untuk belajar di Singapura. Nick kemudian merekomendasikan saya ke panitia seleksi beasiswa Bank OCBC untuk seleksi wawancara akhir. Saya ingat dia mengatakan bahwa “kami tidak dapat mengintervensi hasil wawancara kamu; itu 100% keputusan bank.”
Singkat cerita, saya akhirnya diwawancarai oleh panel yang terdiri dari enam anggota panitia seleksi dari Bank OCBC. Pada akhir wawancara, mereka mengizinkan saya untuk mengajukan pertanyaan atau membuat pernyataan jika ada. Saya membuat pernyataan dan berkata, “Saya akan sangat berterima kasih jika bisa mendapatkan beasiswa ini. Bukan hanya saya akan dapat memulai studi tahun ini, tetapi beasiswa ini juga akan menerobos batasan karena saya akan menjadi orang pertama dari desa saya yang bisa belajar program magister di luar negeri! Jika saya tidak mendapatkan beasiswa, tidak apa-apa, itu tidak akan menghalangi saya untuk mengejar impian. Saya akan selalu menemukan jalan.”
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
Akhirnya saya lolos seleksi wawancara dan mendapatkan beasiswa yang didanai penuh, yaitu beasiswa OCBC Master International in Public Policy. Terima kasih kepada CSR Bank OCBC. Terima kasih kepada LKYSPP atas kerja sama strategis dengan mitra-mitranya, setidaknya 80% dari total mahasiswa LKYSPP menempuh studi dengan beasiswa yang didanai penuh (fully funded scholarships) atau sebagian (grants). Kejadian ini adalah pengalaman pertama dalam hidup di mana saya mendapat manfaat langsung dari CSR. Program MPP selama dua tahun telah menjadi lompatan besar dalam hidup saya, pengalaman yang mengubah hidup.
Saya belajar dari pengalaman itu bahwa bisnis dengan tujuan “purpose” seperti Bank OCBC, yang pendirinya sangat peduli dengan pendidikan, dapat memberikan dampak yang signifikan bagi kehidupan seseorang dan masyarakat. Dengan menyalurkan CSR mereka ke dalam program beasiswa pendidikan tinggi, bisnis seperti Bank OCBC telah berkontribusi untuk menciptakan apa yang disebut “eksternalitas positif” bagi dunia dengan menghasilkan sarjana, profesional, aktivis, dan enterpreneur yang dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing di tengah masyarakat.
Semangat untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
Seperti “power”, saya selalu percaya bahwa bersama dengan “privilege” datang tanggung jawab yang lebih besar untuk memberi kembali “give back” kepada masyarakat. Dipicu oleh keyakinan itu, saya terus berpikir untuk menciptakan dampak sosial dengan privilege yang saya peroleh dari keterlibatan saya di program MPP. Bagaimana saya akan melayani masyarakat dengan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang saya peroleh dari pendidikan tinggi dan pelatihan formal adalah perjalanan yang ‘menyakitkan’ di dalam diri, penuh gejolak dan perenungan filosofis. Melalui beberapa eksposur, saya jatuh cinta dengan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Saya passionate tentang topik-topik yang berkaitan dengan bidang tersebut dan cukup terobsesi untuk mendukungnya, termasuk agenda global Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs). Saya tahu, ini adalah area yang ingin saya lakukan.
Saya melakukan penelitian independen yang luas untuk belajar tentang Pembangunan Berkelanjutan yang memungkinkan saya melihat hubungan lintas disiplin dan memberi keterampilan tambahan menjadi seorang “generalis”. Saya melakukan kerja advokasi sukarela untuk para guru, membantu mereka mengenal isu-isu seputar SDGs dan bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam kapasitas pribadi maupun organisasi. Kegiatan ini berlangsung selama beberapa waktu sampai saya menemukan kebutuhan untuk membangun sebuah platform yang akan menyalurkan passion itu dan menciptakan kolaborasi lintas pemangku kepentingan yang strategis. Saya berharap ini akan membantu mempercepat dampak dari tujuan “purpose” dibandingkan dengan aktivisme individu saya yang cenderung “on-off” tidak terorganisir. Secara keseluruhan, saya ingin melakukan sesuatu yang lebih besar dari diri saya sendiri.
Dilema: Non-Profit atau Bisnis?
Aktivisme mengalir di dalam diri, dan saya merasa seakan-akan saya terlahir untuk melayani masyarakat; itu yang membuat hati saya penuh. Dilema muncul apakah saya akan mendirikan Green Network Asia sebagai organisasi non-profit atau bisnis. Berdasarkan pengamatan, saya menemukan kebutuhan untuk mandiri dan berdikari dalam misi saya. Saya merasa butuh untuk bisa memberdayakan orang lain tanpa harus “struggling” karena saya sendiri bahkan tidak berdaya. Saya ingin bisa membantu pihak-pihak yang lemah, rentan, dan terpinggirkan tanpa bergantung 100% pada hibah dan donasi yang semakin sulit diakses bahkan oleh organisasi non-profit. Saya ingin menghasilkan uang yang halal dalam keyakinan saya, sehingga saya bisa tidur nyenyak di malam hari. Secara umum, saya ingin menguji gagasan model kapitalisme baru di mana manusia, planet, dan laba berjalan beriringan.
Saat berpikir, saya menemukan sebuah unggahan di Instagram Ruben Hattari dari Facebook Indonesia, yang sangat memengaruhi keputusan saya. Apa yang dia katakan di unggahan itu, “lakukan apa yang kamu cintai dan belajarlah untuk menghasilkan uang darinya” adalah momen “AHA” bagi saya. Saya menjadi yakin tentang badan hukum apa yang akan saya pilih untuk mendirikan Green Network Asia. Saya memutuskan untuk mendirikan organisasi bisnis daripada organisasi non-profit. Saya menetapkan standar bahwa bisnis itu harus digerakkan oleh tujuan “purpose-driven”, di mana tujuan itu akan selalu menjadi inti dari keseluruhan strategi, operasional, dan orang-orang di Green Network Asia.
Menciptakan Nilai Bersama (CSV)
Saya pertama kali belajar tentang konsep CSV, singkatan untuk Creating Shared Value atau Menciptakan Nilai Bersama, dari modul elektif yang ditawarkan oleh LKYSPP di semester terakhir program MPP. Modul itu adalah Foreign Policy of Global Businesses, difasilitasi oleh Almarhum DR. Roger Hayes dari APCO, salah satu begawan public affairs yang sangat dihormati. Sepanjang pertemuan dengan Roger, begitu dia minta kami mahasiswanya memanggilnya, saya banyak sekali belajar darinya tentang peran yang dapat dimainkan oleh sektor bisnis untuk mengatasi masalah jahat dunia bersama dengan pemerintah dan masyarakat sipil. Dua profesor Harvard Business School adalah yang pertama kali memperkenalkan konsep CSV, yaitu Michael E. Porter dan Mark R. Kramer, dalam artikel Harvard Business Review pada 2011, “Creating Shared Value”.
Itulah yang ingin kami praktikkan di Green Network Asia; menciptakan ekosistem nilai bersama untuk pembangunan berkelanjutan.
Sementara CSR telah membuat dampak sosial sampai batas tertentu (saya pribadi termasuk yang telah mendapat manfaat darinya), bisnis perlu mengejar tingkatan berikutnya dalam menciptakan dampak sosial melampaui perihal kepatuhan (compliance), amal (charity), dan filantropi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah paradigma bisnis mereka ke dalam tujuan “purpose”, dan menggerakkan tujuan itu menjadi aksi nyata dengan menciptakan nilai bersama di area bisnis mereka masing-masing atau area yang mereka anggap sangat penting.
Konsepsi sempit tentang kapitalisme, seperti yang dikatakan Profesor Michael E. Porter dan Mark R. Kramer, telah menyebabkan eksploitasi dan penghancuran besar-besaran untuk memaksimalkan keuntungan jangka pendek segelintir orang dengan mengorbankan manusia dan planet Bumi. Sebagai satu kemanusiaan, kita semua menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya seperti krisis iklim, pandemi COVID-19, hilangnya keanekaragaman hayati, penipisan sumber daya alam, dan ketimpangan, untuk menyebutkan beberapa contoh saja yang merupakan bencana besar bagi kita semua di Bumi. CSV menawarkan peluang luar biasa besar bagi sektor bisnis untuk berperan aktif sebagai “agen perubahan sosial” dengan memecahkan masalah di masyarakat melalui solusi yang tertanam di inti bisnis mereka, yang menguntungkan secara ekonomi dan bernilai secara sosial.
Green Network Asia telah mencapai tingkat kesadaran ini. Kami ingin membantu mempromosikan gagasan bahwa sektor bisnis harus menjadi kekuatan untuk menciptakan perbaikan, bersama dengan pemerintah dan masyarakat sipil. Itulah mengapa sektor bisnis perlu mengubah kebijakan dan praktik mereka, dan kami mengambil peran advokasi itu. Dunia telah menyaksikan bahwa inisiatif pemerintah dan masyarakat sipil saja tidak dapat mengatasi masalah jahat yang mengancam umat manusia dan planet tempat kita tinggal. Mengintegrasikan sektor bisnis ke dalam upaya kolektif kita adalah satu-satunya solusi untuk mengisi kesenjangan itu. Dunia usaha tidak dapat disangkal telah menjadi bagian besar dari masalah. Sudah saatnya mereka melangkah untuk memainkan peran. Kami ingin membuktikan gagasan itu dan memulai dari diri sendiri sembari mengadvokasi pihak lain dengan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian kami.
Versi asli tulisan ini dalam bahasa Inggris dapat dibaca di sini.
Kami harap konten ini bermanfaat bagi Anda.
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua kabar dan cerita yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia.
Marlis adalah Founder & CEO Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Ilmu Kebijakan Publik dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore. Ia seorang peneliti Kebijakan Publik dengan pendekatan interdisipliner dan praktisi Public Affairs dengan fokus terpadu pembangunan berkelanjutan dan keberlanjutan.