Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • Opini
  • Unggulan

Mendorong Perlindungan Hukum bagi Pengungsi Iklim dengan Nepal sebagai Katalisator

Terdapat kesenjangan dalam kerangka hukum internasional saat ini yang menyebabkan kekosongan hukum bagi pengungsi iklim.
Oleh Alexandria Virginski
3 April 2025
perahu kertas di atas air malam hari

Ilustrasi: Irhan Prabasukma.

Perubahan iklim telah menimbulkan dampak yang tidak dapat disangkal, mulai dari banjir yang semakin sering terjadi hingga suhu global yang terus meningkat. Di tengah upaya dunia untuk menghentikan krisis iklim yang terus berlanjut, kita semua harus beradaptasi. Perubahan iklim menciptakan kesenjangan baru, dan mereka yang paling tidak bertanggung jawab atasnya adalah mereka yang paling mungkin terabaikan, termasuk orang-orang yang terpaksa mengungsi karena bencana yang berkaitan dengan iklim. Karena itu, kini saatnya bagi dunia untuk bersiap dan melindungi pengungsi iklim.

Krisis Iklim di Nepal

Nepal tengah mengalami krisis pengungsi iklim. Meskipun termasuk negara dengan tingkat emisi gas rumah kaca terendah di dunia dengan kontribusi hanya 0,1% dari total emisi, Nepal merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim.

Hal ini disebabkan oleh bentang alam topografi unik negara tersebut yang menaungi delapan dari sepuluh gunung tertinggi di dunia, termasuk Gunung Everest dengan puncak setinggi 8.848 meter. Para ilmuwan percaya bahwa ketinggian pada tingkat ini menciptakan “efek albedo“, di mana lapisan es yang mencair—yang dikaitkan dengan kenaikan suhu Bumi—menyingkap tanah dan formasi batuan di bawahnya. Hal ini menyebabkan wilayah pegunungan menyerap radiasi matahari dan menghangat dengan cepat.

Bagi Nepal, semua hal ini menyebabkan krisis. Meskipun Nepal memiliki kebijakan tingkat makro—antara lain Kebijakan Perubahan Iklim Nasional 2019, Kebijakan Pengelolaan Limbah Padat 2022, Peraturan Kehutanan 2022, dan Peraturan Penggunaan Lahan 2022—perubahan iklim terus mengganggu kehidupan dan mata pencaharian masyarakat setempat. Masyarakat menghadapi berbagai peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir, tanah longsor, dan gelombang panas, yang mendorong pola migrasi.

Krisis iklim memang berdampak pada semua orang, namun dampak yang tidak proporsional ditanggung oleh perempuan karena kesenjangan sosial dan politik yang sangat bergantung pada gender di negara tersebut yang membatasi kebebasan ekonomi perempuan, khususnya perempuan yang belum menikah di daerah pedesaan. Oleh karena itu, kerangka hukum yang kuat dan responsif gender diperlukan untuk mengatasi masalah ini.

Kekosongan Hukum bagi Para Pengungsi Iklim

Kerangka kerja internasional saat ini, yakni Konvensi Pengungsi PBB 1951 (“Konvensi 1951”) dan Protokol 1967, menolak untuk memperluas perlindungan hukum bagi pengungsi iklim.

Menurut Pasal 1 Konvensi 1951, definisi pengungsi sebagian besar merujuk pada seseorang yang melarikan diri atau tidak dapat kembali ke negaranya karena “ketakutan beralasan akan penyiksaan karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau pendapat politik.” Protokol 1967 memperluas cakupan geografis dan temporal Konvensi Pengungsi 1951 di luar Eropa dan mencakup peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah tahun 1951.

Meskipun terdapat kemajuan, tantangan dalam menerapkan perlindungan pengungsi yang komprehensif tetap ada. Beberapa negara tetap menjadi pihak yang bukan penandatangan Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Yang lebih parah, beberapa negara juga gagal menerapkan undang-undang domestik mereka sendiri. Sebaliknya, mereka mengambil pendekatan yang berbeda–dan sering kali saling bersaing–terhadap pengungsi tergantung pada asal mereka. Alhasil, muncul berbagai kebijakan yang tidak terpadu yang secara signifikan telah merusak hak-hak pengungsi.

Dan yang paling penting, terdapat kesenjangan dalam kerangka hukum yang ada mengenai pengungsian orang-orang yang disebabkan oleh dampak perubahan iklim.

Protokol Pengungsi Iklim

Meningkatnya frekuensi dan tingkat keparahan bencana terkait iklim menegaskan kebutuhan mendesak akan kerangka hukum yang kuat untuk melindungi orang-orang yang terpaksa mengungsi. Untuk mencapai hal ini, Protokol Pengungsi Iklim harus diperkenalkan, untuk menetapkan perlindungan hukum yang cakupannya sama dengan mereka yang melarikan diri dari penyiksaan.

Baik prinsip non-refoulement Konvensi 1951—yang melarang pemulangan paksa seseorang ke negara asal mereka yang akan mengancam keselamatan dan nyawa mereka—dan pembuatan Protokol 1967—di mana negara-negara sepakat untuk mempertimbangkan kembali makna siapa yang merupakan pengungsi—mendukung pembuatan Protokol Pengungsi Iklim.

Meskipun pengungsi iklim dapat menemukan jalan hukum melalui perlindungan regional atau domestik, perlindungan ini tidak konsisten dan tidak dijamin secara universal. Diperlukan resolusi yang seragam untuk memastikan perlindungan yang komprehensif dan adil bagi semua orang yang mengungsi akibat perubahan iklim. Protokol semacam itu akan menjadi hal yang baru, karena akan mengambil pendekatan proaktif terhadap pengungsi iklim daripada pendekatan reaksioner, yang berpotensi menghemat triliunan dolar bagi negara dan melindungi kehidupan jutaan orang di seluruh dunia.

Nepal sebagai Katalisator Perubahan

Posisi geopolitik Nepal secara unik menjadikannya sebagai katalisator untuk mendukung pengungsi iklim dan penyusunan Protokol Pengungsi Iklim. Nepal bukan hanya salah satu negara yang paling rentan terhadap iklim di dunia, tetapi juga merupakan salah satu dari sedikit negara yang menolak menandatangani Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Negara ini juga tidak memiliki jalur hukum suaka domestik bagi para pengungsi.

Dengan demikian, Nepal dapat menjadi katalisator, dengan mengundang negara-negara lain seperti India, Bangladesh, Sri Lanka, Indonesia, Malaysia, Pakistan, dan negara-negara non-penandatangan lainnya, untuk mengadopsi Protokol Pengungsi Iklim. Pengalaman langsung Nepal dengan pengungsian yang disebabkan oleh iklim memposisikannya sebagai pendukung yang kredibel bagi para pengungsi iklim. Selain itu, kenetralan dan kedekatan geografis negara ini dengan Tiongkok dan India memberikan peluang strategis untuk memulai dialog regional dan global tentang pengungsi iklim. Meskipun ada keengganan historis untuk mengadopsi perlindungan pengungsi, penilaian ulang terhadap pendekatannya tetap diperlukan, mengingat migrasi yang disebabkan oleh iklim bukan lagi suatu isu yang jauh bagi negara tetapi merupakan realitas sehari-hari yang menuntut tindakan.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia


Terbitkan thought leadership dan wawasan berharga Anda bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Artikel Opini GNA.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Alexandria Virginski
+ postsBio

Alexandria adalah pengacara imigrasi AS dengan spesialisasi pada visa berbasis ketenagakerjaan. Ia memperoleh gelar Juris Doctor dari University of Wisconsin dengan konsentrasi pada hukum internasional dan hukum perbandingan, dan memegang gelar Bachelor of Arts ganda dalam hubungan internasional dan bahasa Spanyol dari Michigan State University.

    This author does not have any more posts.

Continue Reading

Sebelumnya: Pentingnya Perubahan Paradigma dalam Penanganan Panas Ekstrem
Berikutnya: Pelibatan Karyawan dalam Inisiatif Ekonomi Sirkular Perusahaan

Lihat Konten GNA Lainnya

bom waktu tersembunyi di antara bunga Memahami Kecurigaan dan Kekecewaan terhadap Gerakan Keberlanjutan Perusahaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Memahami Kecurigaan dan Kekecewaan terhadap Gerakan Keberlanjutan Perusahaan

Oleh Jalal
15 September 2025
sirip ikan hiu mengambang di dalam wadah Membalikkan Arus Perdagangan Sirip Hiu Global
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Membalikkan Arus Perdagangan Sirip Hiu Global

Oleh Danny Purwandaya
8 September 2025
sebuah tangan robot mengambil lampu bercahaya Memahami Sisi Gelap Kecerdasan Buatan
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Memahami Sisi Gelap Kecerdasan Buatan

Oleh Jalal
5 September 2025
pesawat di atas landasan pacu Membuka Jalan Menuju Penerbangan Berkelanjutan di Pakistan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Membuka Jalan Menuju Penerbangan Berkelanjutan di Pakistan

Oleh Sajal Shahid
29 Agustus 2025
buku terbuka Menyampaikan Pengetahuan yang Dapat Diterapkan melalui Pelatihan Keberlanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom IS2P
  • Opini

Menyampaikan Pengetahuan yang Dapat Diterapkan melalui Pelatihan Keberlanjutan

Oleh Yanto Pratiknyo
25 Agustus 2025
penggiling daging di peternakan Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan

Oleh Brian Cook
22 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia