Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • ESG
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Minimnya Kemajuan dalam Kebebasan Berinternet di Indonesia

Laporan Kebebasan Berinternet dari Freedom House menunjukkan bahwa kebebasan internet secara global terus mengalami penurunan bahkan ketika akses terhadap internet meningkat. Lantas, bagaimana kondisi di Indonesia?
Oleh Seftyana Khairunisa
25 Oktober 2024
papan ketik komputer laptop

Foto: webandi di Pixabay.

Seiring berkembangnya teknologi, semakin banyak orang yang dapat mengakses internet dengan mudah, termasuk untuk menuangkan berbagai pikiran dan pendapat di ruang-ruang digital. Sayangnya, masih banyak orang yang mendapat ancaman hingga intimidasi atas konten yang mereka unggah, di samping masih maraknya pemblokiran terhadap akses internet. Laporan Kebebasan Berinternet atau Freedom on the Net tahun 2024 yang dirilis oleh Freedom House menunjukkan bahwa masih banyak ancaman yang dihadapi oleh kritikus, jurnalis, hingga pengguna secara umum di tengah meningkatnya akses terhadap internet di Indonesia.

Menurunnya Kebebasan Internet Global

Menurut laporan tahunan dari Freedom House, lebih dari 5 miliar orang sudah terhubung dengan akses internet; namun pada saat yang sama, kebebasan internet secara global terus mengalami penurunan selama 14 tahun berturut-turut. Sekitar 79% dari jumlah tersebut tinggal di negara-negara yang masih menangkap atau memenjarakan individu karena mengunggah konten berisi isu politik, sosial, atau agama. Kemudian, 67% tinggal di negara dimana individu dapat diserang akibat aktivitas daringnya.

Laporan tahun 2024 juga mengungkap bahwa perlindungan terhadap hak asasi manusia di ruang digital menurun di 27 negara (dari 72 negara yang dianalisis), dengan China dan Myanmar menempati peringkat terburuk. Selain ancaman penangkapan dan kekerasan terhadap aktivitas daring, tren penurunan ini juga disebabkan oleh adanya sensor dan manipulasi informasi, terutama di negara-negara yang melangsungkan pemilihan umum.

Kebebasan Berinternet di Indonesia

Kebebasan berinternet di Indonesia juga tidak jauh berbeda dengan kondisi global. Freedom House memberikan skor 49 dari 100 untuk Indonesia pada tahun 2024. Skor ini menunjukkan status kebebasan berinternet Indonesia yang masih parsial (partly free), yang berarti bahwa masih banyak ancaman yang didapat oleh pengguna internet meski terdapat peningkatan akses.

Penilaian tersebut didasarkan pada tiga indikator utama yang diturunkan menjadi 100 sub-pertanyaan. Indikator pertama adalah hambatan untuk mengakses internet, seperti infrastruktur, ekonomi, dan politik. Penetrasi internet yang lebih luas serta kecepatan internet yang lebih cepat dan stabil berkontribusi meningkatkan skor Indonesia untuk indikator ini. Sayangnya, masih terdapat kesenjangan akses internet di pedesaan atau di daerah luar Pulau Jawa. Belum lagi biaya berlangganan internet yang mahal, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur, juga semakin memperlebar jurang kesenjangan tersebut. Selain itu, pemerintah Indonesia juga memiliki kontrol yang cukup ketat dalam membatasi konektivitas internet, seperti yang terjadi di Papua ataupun terhadap aksi protes dan acara politik.

Indikator kedua berbicara tentang pembatasan konten, di mana masih banyak laman web yang diblokir oleh pemerintah karena dianggap sebagai “konten “negatif”. Konotasi negatif ini memiliki definisi yang luas untuk menggambarkan materi yang dianggap mencemari nama atau melanggar norma sosial dan moral, sehingga berpotensi ditafsirkan sewenang-wenang. Selain itu, Indonesia juga masih memiliki peraturan yang memberikan kewenangan pada pemerintah untuk membatasi konten daring yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Misalnya, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang membatasi kebebasan berekspresi di ruang digital hingga pembatasan berbagai jenis konten dalam rancangan revisi UU Penyiaran.

Indikator terakhir adalah soal pelanggaran terhadap hak pengguna. Laporan Freedom House menyebutkan bahwa pengawasan dari pemerintah terhadap aktivitas daring merupakan pelanggaran hak atas privasi, seperti yang dilakukan lewat UU ITE. Peraturan ini sering menjadi “alat” untuk membungkam tindakan-tindakan yang sejatinya merupakan bentuk ekspresi pendapat. Misalnya, penangkapan hingga pemidanaan yang sempat dilakukan terhadap aktivis lingkungan Daniel Frits atas unggahannya di Facebook tentang polusi di Karimunjawa. Belum lagi ancaman dan intimidasi terhadap jurnalis juga masih menjadi momok permasalahan di Indonesia.

Di sisi lain, masyarakat Indonesia masih terancam oleh serangan siber dan peretasan data tanpa adanya perlindungan yang jelas. Pada tahun 2023 misalnya, terdapat setidaknya 323 serangan digital yang banyak menargetkan lembaga publik, akademisi, dan jurnalis. Sementara pada November 2023, terdapat peretas anonim yang mengklaim akan menjual data sekitar 200 juta penduduk Indonesia yang diperolehnya dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Melindungi Hak di Ruang Digital

Akses terhadap internet dan platform digital adalah hal yang harus dijamin karena merupakan bentuk kebebasan berbicara dan berekspresi. Tiap-tiap individu berhak untuk menyampaikan pendapatnya di ruang digital secara aman dan bebas dari persekusi. Pemerintah mesti mengkaji ulang peraturan-peraturan multitafsir yang kerap dijadikan sebagai justifikasi untuk melakukan pemblokiran, pelarangan, bahkan hingga pemenjaraan seseorang karena unggahan atau aktivitas daring. Dalam hal ini, pemerintah dapat bekerja sama dengan kelompok masyarakat sipil untuk mewujudkan regulasi yang menjamin hak-hak digital dan kebebasan berinternet yang sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional.

Editor: Abul Muamar

Jika Anda melihat konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia

Langganan Anda akan memperkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia, sekaligus mendukung kapasitas finansial GNA untuk terus menerbitkan konten yang didedikasikan untuk pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder.

Pilih Paket Langganan

Seftyana Khairunisa
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Nisa adalah reporter dan asisten peneliti di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.

  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Pelanggaran HAM dan Dampak Lingkungan Tambang Nikel di Pulau Kabaena
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Indonesia Tandatangani Komitmen Tingkat Tinggi untuk Pelindungan Terumbu Karang
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Sekolah Gratis dan Urgensi untuk Memastikan Pendidikan Dasar yang Berkualitas

Continue Reading

Sebelumnya: Seruan untuk Mendukung Agenda Masyarakat Adat dalam COP16 CBD
Berikutnya: Pemberantasan Kemiskinan Global Jalan di Tempat, Apa yang Mesti Dilakukan?

Baca Kabar dan Cerita Lainnya

kubus kayu warna-warni di atas jungkat-jungkit kayu Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama

Oleh Abul Muamar
22 Agustus 2025
penggiling daging di peternakan Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan
  • Opini
  • Unggulan

Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan

Oleh Brian Cook
22 Agustus 2025
dua orang sedang menandatangani dokumen di atas meja Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030

Oleh Abul Muamar
21 Agustus 2025
sekelompok perempuan dan dua laki-laki berfoto bersama. Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor

Oleh Sahal Mahfudz
21 Agustus 2025
Sebuah ilustrasi karya Frendy Marcelino yang menggambarkan tumpukan tote bag dan tumbler tak terpakai yang tumpah keluar dari sebuah tumbler besar. Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia
  • Kolom IS2P
  • Opini
  • Partner
  • Unggulan

Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia

Oleh Nadia Andayani
20 Agustus 2025
orang-orang menonton pertunjukan teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami” Merenungi Suramnya Dunia Pendidikan lewat Teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami”
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Merenungi Suramnya Dunia Pendidikan lewat Teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami”

Oleh Nareswari Reswara Widya
20 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia