Digitalisasi Cerita Lisan Sumba di Kampung Kadoku untuk Dukung Pelestarian Budaya
Sebagai negara yang terdiri dari ribuan suku-bangsa, Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tak tepermanai, yang mewujud dalam berbagai bentuk: mulai dari makanan, pakaian, pola mata pencaharian, hingga cerita. Di berbagai tempat, warisan budaya merupakan daya tarik pariwisata, termasuk di Kampung Kadoku, sebuah kampung tradisional yang terletak di Desa Weimangoma, Kecamatan Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Namun, seperti lazimnya di tempat lain, nilai-nilai dari tradisi budaya di Kampung Kadoku tidak selalu dipahami oleh setiap pengunjung yang datang. Berangkat dari persoalan itu, Tim Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (Pengmas) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) melakukan digitalisasi cerita lisan Sumba di Kampung Kadoku pada Juli-Agustus 2023.
Cerita di Kampung Kadoku
Di Kampung Kadoku, terdapat 20 rumah tradisional beratap menara dari alang-alang yang dikenal dengan sebutan ‘Uma Menara’. Uma Menara adalah rumah adat masyarakat Sumba berbentuk panggung yang dibangun dengan bambu dan kayu. Adapun rumah utama di Kampung Kadoku bernama Uma Habei, yang di dalamnya terdapat ukiran yang disebut ‘Habei’. Ukiran ini dikenal sebagai ukiran pemali, pantang difoto maupun dilihat oleh orang dari luar Kampung Kadoku.
Menurut cerita lisan yang dituturkan secara turun-temurun, pendirian Kampung Kadoku diyakini berhubungan dengan Legenda Lende Watu. Legenda itu menceritakan tentang runtuhnya jembatan batu karang yang menghubungkan Pulau Sumba dengan pulau lain di sekitarnya. Adalah Umbu Uang, seorang petapa suci dari dalam gua yang mampu mengendalikan petir dan halilintar, yang diyakini sebagai sosok yang meruntuhkan jembatan batu karang tersebut. Setelah menghancurkan Lende Watu, Umbu Uang konon mendirikan Uma Habei di Kampung Kadoku yang hingga kini masih dapat disaksikan pengunjung.
Tidak diketahui secara pasti identitas pulau lain yang disebut dalam legenda tersebut. Sebagian masyarakat menduga bahwa pulau lain itu adalah Pulau Sumbawa, dan ada pula yang menduga pulau lain itu Pulau Flores. Namun, jembatan batu karang yang disebut sebagai Lende Watu ini diyakini telah membawa banyak orang Sumba pergi dan tidak kembali.
Digitalisasi Cerita Lisan
Legenda yang menjadi warisan cerita lisan Sumba inilah yang dinarasikan secara digital oleh Tim Pengmas FIB UI. Mereka membuat QR Code untuk narasi budaya digital tersebut, dan menempatkannya di dalam Kampung Kadoku agar dapat menjadi rujukan bagi wisatawan yang ingin mengetahui kisah tentang asal-usul kampung ini. Inisiatif ini bertujuan untuk mendukung upaya pelestarian budaya Sumba di kampung adat tersebut.
Tim Pengmas FIB UI juga mencetak narasi budaya digital dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam sebuah poster yang ditempatkan di pintu masuk Kampung Kadoku. Mereka mengklaim bahwa hal ini dilakukan untuk mempersiapkan Kampung Kadoku sebagai destinasi wisata berbasis digital pertama di Pulau Sumba, sehingga kampung tersebut tidak hanya menjadi destinasi wisata yang dikunjungi karena “keunikannya” secara visual. Inisiatif ini juga diharapkan menjadi proyek percontohan untuk kampung-kampung adat lainnya.
“Narasi budaya digital sangat penting dalam pelestarian budaya dan juga dalam penentuan destinasi wisata berkelanjutan. Kita tidak mau para turis hanya datang dan melihat bentuk kampung adat tanpa memahami esensinya. Hal inilah yang mendasari kegiatan kami,” kata Diah Kartini Lasman, Ketua Tim Pengmas FIB UI di Kampung Kadoku.
Diah menambahkan bahwa ke depan, Tim Pengmas FIB UI juga akan membuat narasi budaya digital untuk setiap Uma Menara yang ada di Kampung Kadoku, yang diketahui memiliki nama, fungsi, dan kisah masing-masing dalam ritual adat masyarakat setempat.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.