Mewujudkan Bangunan yang Lebih Tahan Gempa dengan Konsep Confined Masonry
Sebagai negara kepulauan yang berada di pertemuan lempeng-lempeng tektonik aktif, banyak wilayah Indonesia yang rawan terhadap bencana gempa bumi. Oleh karena itu, mitigasi gempa merupakan hal yang krusial untuk mencegah korban jiwa dan menekan kerugian yang dapat ditimbulkan. Terkait hal ini, konsep confined masonry muncul sebagai alternatif perancangan struktur bangunan untuk mengatasi masalah ini. Konsep ini menawarkan solusi potensial untuk meningkatkan ketahanan bangunan terhadap gempa di berbagai wilayah rawan gempa.
Rawan Gempa
Posisi geografis Indonesia yang terletak di Cincin Asia Pasifik merupakan salah satu penyebab seringnya gempa bumi terjadi di Indonesia. Interaksi pertemuan tiga lempeng tektonik Indo-Australia dan Pasifik yang menghujam ke lempeng Eurasia juga turut meningkatkan aktivitas geologis di wilayah Indonesia.
Ancaman gempa di Indonesia membawa dampak pada tingginya risiko yang dihadapi oleh masyarakat. Indeks Risiko Bencana di Indonesia menunjukkan bahwa 59,14% kota/kabupaten di Indonesia memiliki tingkat kerawanan gempa yang tinggi. Sepanjang 2023, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat total 25 gempa merusak di berbagai lokasi kedalaman dengan rentang magnitudo 4 hingga 7,9 SR.
Mengenal Konsep Confined Masonry
Jika tumpukan buku diletakkan di atas meja kemudian digoyangkan, buku-buku itu akan jatuh berserakan. Akan tetapi, jika tumpukan buku itu diikat dan meja digoyangkan, buku-buku itu akan tetap kokoh dan rapi. Begitulah analogi konsep bangunan dengan konstruksi confined masonry (dinding terkekang). Konsep bangunan ini mengekang dinding dengan komponen balok dan kolom untuk menahan gaya gempa yang terjadi. Dalam konsep ini, dinding bertindak sebagai elemen struktur penahan beban gempa, dengan diberi pengikat berupa elemen struktur penahan beban gempa di keempat sisinya. Dua komponen struktural, yaitu dinding bata dan elemen rangka, saling menguatkan untuk menahan gaya gravitasi dan gempa.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penerapan konsep confined masonry ini tergolong aman dan berbiaya rendah. Dalam peristiwa gempa bumi signifikan dan merusak yang terjadi sepanjang tahun 2017-2019 di Indonesia, bangunan berkonsep confined masonry hanya mengalami 0,8% kerusakan dari 243.852 total kerusakan bangunan yang terjadi. Konsep ini telah diterapkan di banyak negara, antara lain di kawasan Mediterania (Italia, Slovenia, dan Serbia), Amerika Latin (Meksiko, Chili, Peru, dan Argentina), Iran, dan China. Negara-negara tersebut memiliki aktivitas seismik yang tinggi, seperti halnya Indonesia
Di Indonesia, konsep ini juga telah mulai diterapkan di berbagai daerah, salah satunya di Banten pasca-gempa berkekuatan 6,9 SR pada 2018. Salah satu bangunan yang mengalami kerusakan parah akibat bencana tersebut adalah Kantor Lurah Bendung di Kota Serang. Bangunan tersebut kemudian dirancang ulang mengikuti kaidah dan peraturan bangunan tahan gempa dengan menambahkan balok dan kolom beton bertulang, dan menerapkan konsep confined masonry.
Selain itu di Cianjur, konsep ini diimplementasikan dalam pembangunan gedung sekolah oleh sejumlah mahasiswa Teknik Sipil ITB dalam program bertajuk Sipil Bangun Desa (SIBADES). Pasca-gempa Cianjur 2022, anak-anak SDN Binawarga di Kecamatan Cibeber terpaksa belajar di teras sekolah tanpa fasilitas pembelajaran yang memadai dengan kondisi bangunan sekolah yang rusak parah dan hampir roboh. Pembangunan gedung sekolah tahan gempa ini dilakukan dengan mengacu pada Seismic Design Guide for Low-Rise Confined Masonry Buildings. Analisis geoteknik dilakukan sebelum dua ruangan kelas berdimensi 7 x 7,5 m dibangun, untuk menentukan jenis fondasi yang tepat.
Meningkatkan Kesiapsiagaan Bencana
Penerapan konsep confined masonry dalam bangunan hanyalah satu bagian dari upaya mitigasi dampak bencana gempa bumi. Pada akhirnya, pengurangan risiko bencana membutuhkan pendekatan dan langkah-langkah komprehensif, inklusif, dan terintegrasi untuk menciptakan sistem kesiapsiagaan yang lebih kuat bagi semua. Kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil merupakan kunci utama dalam upaya penguatan kesiapsiagaan bencana.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.