Menengok Praktik Pertanian Selaras Alam Masyarakat Adat Ciptagelar
Perkembangan teknologi telah merasuk ke berbagai aspek utama kehidupan, termasuk pertanian. Hari ini, di berbagai tempat, hampir semua komunitas petani menerapkan praktik pertanian modern untuk menggenjot produksi dan memenuhi permintaan pasar, dengan menggunakan produk-produk teknologi seperti mesin dan alat-alat pertanian, pestisida, pupuk sintetis, dan lainnya. Akan tetapi, seiring waktu, praktik pertanian modern demikian telah terbukti berkontribusi signifikan terhadap kerusakan lingkungan, dan karenanya konsep-konsep pertanian berkelanjutan dan selaras dengan alam mulai digaungkan. Di Sukabumi, Jawa Barat, masyarakat adat Ciptagelar telah sejak lama menerapkan praktik pertanian selaras alam yang terbukti mampu menciptakan kedaulatan pangan hingga saat ini.
Dampak Pertanian Modern yang Tidak Berkelanjutan
Pertanian hari ini tidak dapat dilepaskan dari penggunaan berbagai produk-produk teknologi modern seperti mesin pengolah tanah, mesin penanam padi, mesin pemanen, pestisida, hingga pupuk sintetis. Pada satu sisi, alat-alat tersebut memang dapat membantu meningkatkan produktivitas pertanian karena mempercepat waktu tanam dan waktu panen. Namun, pada saat yang sama, pertanian dengan metode demikian telah menjadi salah satu kontributor utama kerusakan lingkungan.
Penelitian IPCC menunjukkan bahwa sektor pertanian bertanggung jawab atas hampir seperempat emisi gas rumah kaca dunia, termasuk dari penggunaan pupuk, pestisida, dan bahan-bahan kimia lainnya serta alih fungsi lahan dan hutan untuk memperluas lahan pertanian. Pertanian memakan setengah dari lahan yang dapat dihuni di Bumi, yang menyebabkan penyusutan habitat alami dan berkurangnya keanekaragaman hayati. Pertanian juga menjadi sumber utama pencemaran air dengan melepaskan nitrat dan amonia ke air permukaan dan air tanah.
Lebih lanjut, penggunaan pestisida, pupuk sintetis, dan bahan-bahan kimia beracun lainnya dalam pertanian menyebabkan kerusakan ekosistem tanah, air, dan udara. Bahan-bahan kimia tersebut bahkan tetap berada di lingkungan selama beberapa generasi. Selain itu, penggunaan mesin-mesin pertanian secara ekstensif, yang seringkali menggunakan bahan bakar fosil, juga berkontribusi terhadap peningkatan emisi GRK. Praktik pertanian yang sangat mekanis dengan mesin-mesin tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan tanah yang lebih parah dan permanen, termasuk melalui metode pemadatan tanah.
Ironisnya, praktik pertanian dengan bantuan alat-alat modern dan bahan-bahan kimia sintetis tersebut bahkan belum mampu menjawab tantangan terkait pangan. Alih-alih mencapai ketahanan pangan, beberapa daerah justru mengalami kerawanan pangan yang serius, bahkan menghadapi kelaparan. Indonesia bahkan harus mengimpor sejumlah komoditas pertanian setiap tahun, termasuk beras, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pertanian Selaras Alam Masyarakat Adat Ciptagelar
Kasepuhan Ciptagelar atau yang juga dikenal sebagai masyarakat adat Ciptagelar merupakan salah satu komunitas adat yang hidup di Jawa Barat. Secara administratif, Kampung Adat Ciptagelar berada di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Kampung ini berada di ketinggian sekitar 1.050 meter di atas permukaan laut dan dikelilingi oleh Gunung Halimun Jawa, Gunung Karancang, dan Gunung Kendeng.
Untuk memenuhi pangan sehari-hari, sebagian besar masyarakat adat Ciptagelar bergantung pada hasil pertanian yang meliputi tanaman padi, jagung, uwi, ketela, serta beberapa jenis sayur dan buah-buahan. Mereka menanam sendiri semua bahan-bahan makanan tersebut dengan menerapkan pertanian yang selaras dengan alam.
Bagi masyarakat adat Ciptagelar, alam disebut sebagai ”Ibu Bumi” dan “Bapak Langit” yang harus dihormati seperti orang tua sendiri. Kepercayaan ini menjadi landasan mereka untuk menjalankan praktik pertanian yang selaras dengan alam. Mereka Menjalankan pola pertanian dengan cara tradisional tanpa menggunakan berbagai teknologi pertanian modern karena dianggap kurang ramah terhadap lingkungan dan berpotensi merusak alam. Aktivitas bertani sepenuhnya ditopang oleh peralatan tradisional yang sama sekali tidak menimbulkan polusi.
Misalnya, saat melakukan penggemburan atau pembajakan tanah, masyarakat Ciptagelar hanya menggunakan alat-alat tradisional seperti, cangkul, pisau, dan tenaga hewan seperti kerbau. Penggunaan pestisida dan pupuk sintetis tidak diperkenankan dalam komunitas Kasepuhan Ciptagelar karena cenderung mencemari lingkungan. Dalam proses perawatan dan pemeliharaan tanaman, mereka memilih memanfaatkan pestisida atau pupuk alami yang ramah lingkungan.
Praktik pertanian Kasepuhan Ciptagelar selalu diiringi dengan ritual adat dalam setiap tahapannya. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada Bumi. Bagi mereka, setiap hasil panen merupakan sesuatu yang luhur dan harus dijaga, terutama untuk tanaman padi yang dianggap sakral dan karenanya tidak diperdagangkan.
Dalam pandangan masyarakat adat Ciptagelar, menjual padi berarti membunuh tujuh turunan mendatang. Oleh karena itu, mereka hanya memanfaatkan hasil panen padi untuk kebutuhan sehari-hari, serta menyimpan dua persen dari hasil panen ke dalam lumbung atau yang disebut Leuit Jimat. Praktik ini memastikan stok pangan masyarakat Ciptagelar melimpah. Mereka meyakini bahwa stok beras yang tersedia di Leuit Jimat dapat menghidupi seluruh masyarakat Ciptagelar hingga puluhan tahun..
Mengarusutamakan Pertanian Selaras Alam
Apa yang dilakukan oleh masyarakat adat Ciptagelar menjadi salah satu bukti nyata bahwa praktik pertanian yang selaras dengan alam dapat mewujudkan kedaulatan pangan. Dengan lahan pertanian yang relatif luas, konsep ini dapat diadopsi atau diadaptasi ke berbagai daerah lain di Indonesia untuk mendukung ketahanan pangan nasional tanpa bergantung pada impor. Namun, di tengah perubahan iklim yang dampaknya semakin meluas dan tidak dapat disangkal, merestorasi lingkungan yang terdegradasi dan memastikan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan merupakan langkah awal yang sangat krusial. Kemauan politik dari pemerintah, dalam hal ini, sangat menentukan.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.