Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Perjalanan Petani di Desa Salassae Bulukumba Kembangkan Pertanian Organik

Menyadari dampak buruk penggunaan bahan kimia sintetis dalam pertanian, para petani di Desa Salassae, Bulukumba, Sulawesi Selatan beralih ke pertanian organik yang lebih ramah lingkungan dan mendapatkan hasil yang lebih baik.
Oleh Andi Batara
6 Maret 2025
Sekelompok petani duduk beralaskan tanah di ruang terbuka, mengikuti penyampaian materi yang dipandu seorang narasumber yang menggunakan papan tulis.

Petani Salassae, Bulukumba. | Foto: Komunitas Salassae di Facebook

Semakin bertambahnya populasi manusia berarti semakin banyak pula yang membutuhkan makanan. Dengan kondisi demikian, peningkatan produktivitas pertanian menjadi salah satu fondasi utama dalam mendukung ketersediaan pangan. Namun sayangnya, upaya peningkatan produksi pertanian seringkali berdampak buruk terhadap lingkungan, terutama akibat penggunaan bahan kimia sintetis berbahaya. Di Desa Salassae, Sulawesi Selatan, para petani setempat telah beralih ke model pertanian organik dan membuktikan bahwa pendekatan ini dapat menjadi alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Bahaya Bahan Kimia Sintetis dalam Pertanian

Penggunaan bahan kimia sintetis menjadi salah satu cara yang umum digunakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian di era modern. Pupuk kimia sintetis dapat memberikan nutrisi langsung yang mudah diserap oleh tanaman sehingga pertumbuhan menjadi lebih cepat. Selain itu, penggunaan pestisida membantu agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit. Namun, di balik manfaatnya, ketergantungan pada bahan kimia sintetis juga membawa dampak negatif yang signifikan, baik bagi lingkungan maupun kesehatan manusia.

Sektor pertanian yang bergantung pestisida dan pupuk kimia sintetis dapat merusak kesehatan tanah dan mencemari air tanah. Pupuk sintetis dapat meningkatkan kadar keasaman tanah sehingga mengurangi kandungan organiknya, sementara penggunaan pestisida dapat membunuh cacing tanah dan mikroba penting yang membantu kesuburan tanah. Selain itu, penggunaan bahan kimia sintetis juga berbahaya bagi kesehatan manusia. Para pekerja pertanian yang sering terpapar pestisida lebih rentan terhadap gangguan kesehatan seperti kanker, gangguan metabolik, dan neurologis.

Petani di Desa Salassae Beralih ke Pertanian Organik

Petani Salassae merupakan kelompok petani yang berada di Desa Salassae, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Sejak 2011, petani Salassae mulai meninggalkan ketergantungan terhadap bahan kimia sintetis dan beralih ke pertanian alami dengan memanfaatkan mikroba dan pupuk organik buatan sendiri. Selain itu, untuk memasarkan hasil pertaniannya, petani Salassae membentuk Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS). KSPS juga membuat unit koperasi yang disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang berfungsi untuk mengumpulkan dan menyalurkan hasil produksi pertanian.

Sebelum beralih ke pertanian organik, hampir semua petani di Desa Salassae mengandalkan bahan kimia sintetis seperti pestisida dan pupuk kimia. Jika rumput belum mati, dosis pestisida terus ditingkatkan, yang akhirnya tidak hanya membunuh rumput tetapi juga menyebabkan kejenuhan tanah dan menghambat pertumbuhan padi. Saat itu, penggunaan racun hama yang dikenal sebagai “racun Malaysia” juga marak.

Setelah beralih ke pertanian organik dan dengan eksperimen yang dilakukan berkali-kali tanpa menyerah, petani Salassae jadi lebih memahami kebutuhan nutrisi tanamannya. Sebelum beralih ke pertanian organik, sawah seluas 30 are hanya mampu menghasilkan sekitar 5 karung padi. Setelah beralih ke pertanian organik, hasil panen yang diperoleh menjadi lebih banyak, dapat mencapai 7,5 karung. Selain itu, biaya produksi juga bisa lebih terjangkau. Ketika menggunakan bahan kimia sintetis pada sawah seluas 1 hektare, biaya produksinya bisa mencapai Rp 4 juta rupiah.Sedangkan dengan bahan organik biayanya hanya Rp 300 ribu untuk membeli kompos dan gula merah sebagai campuran ekstrak buah yang digunakan untuk menutrisi tanaman. Batang padi yang ditanam secara organik oleh petani Salassae juga tumbuh lebih besar dan kokoh, serta akarnya lebih panjang dibanding yang menggunakan bahan kimia sintetis.

Dukungan Bagi Petani

Pertanian organik seperti yang diterapkan oleh petani Salassae telah memberikan banyak manfaat yang berarti bagi produktivitas pertanian sekaligus kesehatan manusia dan lingkungan setempat. Namun, penerapannya bukan tanpa tantangan. Petani Salassae mesti belajar kembali untuk memahami keseimbangan nutrisi bagi tanaman tanpa pupuk kimia sintetis. Di awal percobaan, tidak jarang mereka mengalami gagal panen karena kelebihan atau kekurangan unsur tertentu. Selain itu, di masa awal transisi ada risiko hasil panen yang lebih rendah akibat keterbatasan akses informasi hingga dukungan teknis, yang membuat proses adaptasi lebih sulit.

Oleh karena itu, dibutuhkan edukasi yang lebih luas tentang teknik pertanian organik, pemanfaatan pupuk alami, serta manajemen hama tanpa pestisida sintetis. Pemerintah perlu mendorong kebijakan yang memudahkan pertanian organik, seperti perlindungan harga pupuk organik, distribusi produk organik yang adil, hingga proses sertifikasi yang lebih mudah dan terjangkau. Dengan dukungan yang memadai, pertanian organik dapat menjadi alternatif yang menguntungkan petani sekaligus membantu menjaga kelestarian lingkungan.

Editor: Abul Muamar


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Continue Reading

Sebelumnya: Riset: Masyarakat Asia Tenggara Pemakan Mikroplastik Terbanyak di Dunia
Berikutnya: Menggali Potensi Urine Manusia sebagai Pupuk

Artikel Terkait

seekor orangutan duduk di ranting pohon di hutan GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Oleh Abul Muamar
20 Juni 2025
mesin tik dengan kertas bertuliskan “artificial intelligence” Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab
  • Kabar
  • Unggulan

Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab

Oleh Ayu Nabilah
20 Juni 2025
Pulau-pulau kecil di tengah laut Raja Ampat Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam

Oleh Andi Batara
19 Juni 2025
bunga matahari yang layu Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana

Oleh Kresentia Madina
19 Juni 2025
tulisan esg di atas peta negara ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?
  • Opini
  • Unggulan

ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?

Oleh Setyo Budiantoro
18 Juni 2025
beberapa megafon terpasang pada pilar Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik

Oleh Kresentia Madina
18 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.