Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Pagar Sarang Lebah Bantu Atasi Konflik Manusia-Gajah di Afrika

Pagar sarang lebah muncul sebagai solusi potensial untuk mengatasi konflik manusia-gajah yang terus meningkat di Afrika.
Oleh Theresia Carissa
9 Mei 2025
tampak dekat lebah yang keluar dari sarangnya

Foto: Freepik.

Pembangunan acapkali mengorbankan satwa liar dan habitatnya. Di Afrika, konflik manusia-gajah yang semakin meningkat menimbulkan ancaman serius bagi keselamatan manusia maupun populasi gajah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk melindungi manusia dan pertanian tanpa membahayakan populasi gajah. Dalam hal ini, pagar sarang lebah muncul sebagai solusi potensial untuk mengatasinya.

Memahami Konflik Manusia-Gajah

Konflik manusia-gajah umumnya terjadi ketika gajah masuk ke permukiman manusia, yang menyebabkan kerusakan tanaman, properti, dan terkadang mengakibatkan cedera hingga kematian. Perilaku gajah tersebut seringkali memicu tindakan balasan dari manusia, seperti membunuh atau melukai gajah.

Namun, konflik manusia-gajah bukan tentang siapa pelaku dan siapa korban. Gajah masuk ke permukiman manusia akibat habitat alaminya rusak, jalur migrasi mereka menyusut, dan aktivitas manusia ke wilayah mereka meluas.

Di Afrika, konflik manusia-gajah yang terus meningkat dipengaruhi oleh karakteristik gajah Afrika yang bertubuh besar dan sering berpindah tempat, serta tekanan dari aktivitas manusia yang semakin meluas, seperti pertanian, pembangunan infrastruktur, dan pertumbuhan penduduk. Berbeda dengan gajah Asia, gajah Afrika masih hidup di wilayah yang luas, namun wilayah-wilayah mereka terpecah akibat alih fungsi lahan.

Pagar Sarang Lebah sebagai Solusi Berbasis Alam

Pagar sarang lebah pada dasarnya adalah sarang lebah yang digantung di antara tiang-tiang kayu di sekeliling peternakan, yang bentuknya menyerupai pagar. Ketika gajah mencoba memasuki peternakan, sarang lebah akan bergetar sehingga lebah-lebah akan keluar. Suara dengungan dan sengatan lebah akan membuat gajah merasa takut dan menjauh.

Solusi berbasis alam ini telah diterapkan dan diamati di Kenya. Setelah sembilan tahun, para peneliti menemukan bahwa pagar sarang lebah dapat menghentikan 86,3% serangan gajah selama musim panen. Efektivitasnya juga telah diuji di berbagai wilayah dimana konflik manusia-gajah sering terjadi. Penelitian oleh ESRI menunjukkan bahwa gajah cenderung menghindari area sarang lebah aktif. Mereka memilih menjauh daripada mengambil risiko tersengat, mengingat kulit mereka yang sensitif dan pengalaman akan tersengat lebah. Hal ini juga membantu mengurangi kemungkinan gajah terbunuh akibat serangan lebah.

Pagar sarang lebah juga menjadi solusi ekonomis karena biaya yang lebih terjangkau dibanding pagar listrik. Tak hanya itu, lebah-lebah juga membantu penyerbukan tanaman dan petani bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari penjualan madu.

Solusi Inovatif dan Pengembangan

Namun, ada beberapa tantangan dalam penerapan pagar sarang lebah. Pagar sarang lebah memerlukan perawatan dan pengawasan rutin, yang bisa memakan banyak waktu. Selain itu, kondisi lingkungan seperti kekeringan dapat mengurangi jumlah lebah secara signifikan, sehingga mengurangi efektivitas pagar. Para peneliti terus berupaya menyempurnakan desain pagar sarang lebah dengan menguji berbagai penempatan, bahan pagar yang digunakan, serta kemungkinan menggabungkan pagar sarang lebah dengan penghalang lain, seperti penghalang berbahan dasar cabai.

Pada akhirnya, konflik manusia-gajah merupakan masalah kompleks yang diakibatkan oleh krisis keanekaragaman hayati dan ekosistem, serta kepentingan manusia dan pembangunan pedesaan. Untuk mengatasinya, diperlukan solusi terpadu, seperti menciptakan kawasan satwa liar, memanfaatkan teknologi untuk memperingatkan petani, dan mendorong upaya konservasi berbasis komunitas. Konservasionis, komunitas lokal, akademisi, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya harus terus berupaya melakukan penelitian, pengembangan, dan penerapan solusi inovatif agar manusia dan satwa liar dapat hidup berdampingan dan memberikan manfaat untuk manusia dan Bumi.

Penerjemah: Kesya Arla

Editor: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Continue Reading

Sebelumnya: Meningkatkan Keselamatan Anak dan Remaja di Jalan Raya
Berikutnya: Mendorong Pengembangan Tenaga Kerja Hijau untuk Mendukung Transisi Energi

Lihat Konten GNA Lainnya

Fasilitas LNG di dekat laut. Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi

Oleh Andi Batara
29 Oktober 2025
Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua menara pendingin besar yang mengeluarkan uap di malam hari, dikelilingi lampu-lampu dan struktur industri lainnya. Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
28 Oktober 2025
Seorang pria menjual dan mengipas jagung bakar di samping meja yang penuh dengan kelapa muda. Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia

Oleh Nazalea Kusuma dan Dina Oktaferia
28 Oktober 2025
Cover buku We are Eating the Earth: The Race to Fix Our Food System and Save Our Climate oleh Michael Grunwald. Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Resensi Buku

Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?

Oleh Jalal
27 Oktober 2025
orang-orang diatas pohon saling membantu naik ke atas Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia

Oleh Cut Nurul Aidha dan Aimee Santos-Lyons
27 Oktober 2025
siluet pabrik dengan asap yang keluar dari cerobong dan latar belakang langit oranye dan keabuan Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon

Oleh Seftyana Khairunisa
24 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia