INFF dan Green Economy Index: Upaya Bappenas Percepat Capaian SDGs dan Ekonomi Hijau

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memaparkan Integrated National Financing Framework (INFF) pada side event 3rd G20 Development Working Group (DWG). | Foto oleh Youtube resmi Bappenas
Kementerian PPN/Bappenas bersama UNDP meluncurkan Integrated National Financing Framework (INFF) pada side event 3rd G20 Development Working Group (DWG) yang digelar secara hybrid di Bali, Kamis (9/8). Peluncuran INFF merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) pada 2030.
Butuh Sekitar USD 1 Triliun
Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, pembentukan INFF bertujuan menjembatani kesenjangan pendanaan SDGs global tahunan yang mencapai USD 4,2 triliun akibat Pandemi COVID-19. Sebelum pandemi, kesenjangan pendanaan SDGs global tahunan yakni USD 2,5 triliun. Untuk Indonesia, biaya yang dibutuhkan untuk mencapai SDGs pada tahun 2030 diperkirakan mencapai USD 1 triliun.
Pembiayaan diperlukan untuk menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan saat ini. Kebutuhan akan pendekatan holistik untuk membiayai pemulihan dan pembangunan berkelanjutan jangka menengah hingga panjang, lebih besar dibandingkan sebelumnya. Indonesia merupakan salah satu dari 86 negara yang mengembangkan INFF dan salah satu dari 40 negara yang akan menerapkan strategi pembiayaan terintegrasi dalam setahun ke depan.
“Indonesia memiliki alat dan sumber daya, namun tantangannya terletak pada menyatukan semua pemangku kepentingan untuk menyelaraskan proses bisnis dengan SDGs. Kami di Bappenas membayangkan INFF akan mendukung perencanaan dan pembiayaan paritas nasional Indonesia membawa triliunan dolar yang dibutuhkan untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan hingga 2030,” ujar Suharso.
Potensi INFF
INFF memfasilitasi dialog terstruktur dengan lembaga kementerian dan aktor non-negara untuk memetakan lanskap pembiayaan pembangunan berkelanjutan. INFF telah menunjukkan potensi menjanjikan, mulai dari mengidentifikasi instrumen baru dan inovatif, seperti keuangan campuran (blended finance) dan investasi berdampak hingga menyelaraskan filantropi dan pembiayaan berbasis bobot dengan SDGs.
Indonesia telah mengambil langkah-langkah menuju pengembangan strategi pembiayaan berkelanjutan dengan mengutamakan SDGs pada setiap kebijakan dan kerangka kerja. Upaya itu antara lain dengan mengarusutamakan aspek SDGs dalam kerangka kerja BUMN maupun kebijakan investasi dan bisnis, termasuk di pasar saham.
“Untuk tujuan ini, saya ingin menekankan bahwa waktunya hanya tinggal delapan tahun menuju 2030. INFF menjadi payung untuk mencakup semua inisiatif pembiayaan menuju pencapaian agenda SDGs tepat waktu,” tambah Suharso.
Indeks Ekonomi Hijau
Selain INFF, Bappenas juga membentuk Green Economy Index (GEI) atau Indeks Ekonomi Hijau untuk mengukur capaian dan efektivitas pemerintah dalam mentransformasi ekonomi menuju ekonomi hijau, untuk mendukung Visi 2045, yakni menjadikan Indonesia negara berpendapatan tinggi. GEI terdiri atas 15 indikator yang mencakup tiga pilar keberlanjutan.
– Ekonomi (6 indikator): produktivitas tenaga kerja sektor jasa, produktivitas tenaga kerja sektor industri, produktivitas pertanian, pendapatan nasional bruto per kapita, intensitas energi final, dan intensitas emisi.
– Lingkungan (5 indikator): persentase luas tutupan lahan dari luas daratan Indonesia, bauran energi baru terbarukan (EBT) dari sumber energi primer, persentase sampah terkelola, persentase penurunan emisi kumulatif dari baseline, dan penurunan tutupan lahan gambut.
– Sosial (4 indikator): rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup, tingkat kemiskinan, dan tingkat pengangguran terbuka.
Manfaat Ekonomi Hijau
Berdasarkan data yang dipaparkan Bappenas, ekonomi hijau akan mendatangkan banyak manfaat positif bagi Indonesia, antara lain:
- Tambahan 1,8 juta tenaga kerja di sektor ekonomi hijau pada 2030, yang tersebar di sektor energi, kendaraan listrik, restorasi lahan, dan sektor limbah.
- Pertumbuhan PDB rata-rata di angka 6,1-6,5 % per tahun hingga 2050.
- Pendapatan Nasional Bruto (PNB) lebih tinggi di rentang 25-34 persen, setara 13.890-14.975 dolar AS per kapita pada 2045.
- 87-96 miliar ton emisi gas rumah kaca terselamatkan pada rentang 2021-2060, hingga 68 persen penurunan intensitas emisi di 2045.
- 40.000 jiwa akan terselamatkan pada 2045 dari pengurangan polusi udara.
- Restorasi jasa ekosistem bernilai USD 4,75 triliun dolar AS per tahun pada 2060.
- 3,2 juta hektare hutan primer terlindungi pada 2060.
- Penambahan tutupan hutan 4,1 juta hektare pada 2060.
- Peningkatan luas hutan mangrove menjadi 3,6 juta hektar pada 2060
- Peningkatan ketahanan iklim perekonomian.
Sumber: Bappenas
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia.