Kemitraan Publik-Swasta sebagai Strategi Pembiayaan Penanggulangan Malnutrisi di Indonesia
Keseimbangan nutrisi sangat penting untuk mendukung kesehatan dan kesejahteraan kita. Sayangnya, di Indonesia, masih banyak penduduk yang mengalami malnutrisi (termasuk wasting, stunting, underweight). Untuk itu, perlu upaya dan investasi serius dari berbagai pihak untuk mengatasi persoalan ini. Dalam hal ini, kemitraan publik-swasta dapat menjadi strategi pembiayaan untuk menanggulangi malnutrisi di Indonesia.
Malnutrisi di Indonesia
Malnutrisi adalah kondisi kekurangan atau kelebihan asupan nutrisi yang menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi esensial atau gangguan pemanfaatan nutrisi. Persoalan malnutrisi di Indonesia kerap ditemukan pada status gizi anak-anak. Dua kondisi utama malnutrisi di Indonesia bagi anak-anak adalah stunting (tinggi badan di bawah standar dan tidak sesuai usia) dan wasting (berat badan di bawah standar dan tidak sesuai postur tubuh).
Stunting dapat membatasi kapasitas fisik dan kognitif anak dan menyebabkan kerusakan permanen pada periode tumbuh kembang. Di sisi lain, anak dengan wasting memiliki risiko kematian yang tinggi.
Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di Indonesia pada 2022 (35,3%). Papua dan Nusa Tenggara Barat menyusul dengan angka masing-masing 34,6% dan 32,7%.
Malnutrisi bisa terjadi pada siapa saja, mulai dari anak-anak, orang dewasa, hingga lansia. Namun, 1000 hari pertama kehidupan sangat menentukan bagi penyerapan gizi dan keseimbangan gizi seseorang.
Penyebab Malnutrisi di Indonesia
Malnutrisi bukan hanya soal kekurangan makanan dan minuman bergizi. Persoalannya jauh lebih kompleks dari itu. Kemiskinan dan budaya konsumsi makanan tak sehat termasuk dua dari sekian banyak faktor yang menyebabkan malnutrisi di Indonesia.
Menurut Kemenkes, rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani kerap menjadi pendorong terjadinya stunting. Selain itu, seorang ibu yang pada masa remajanya mengalami kekurangan nutrisi akan sangat mempengaruhi pertumbuhan tubuh dan otak anaknya bahkan sejak dalam kandungan.
Stunting juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pekerjaan ibu, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, pola asuh, pemberian ASI eksklusif, riwayat penyakit infeksi, serta faktor genetik. Pengetahuan ibu dan ayah mengenai gizi hingga pola dan prioritas pemberian makanan juga menjadi faktor penentu keseimbangan gizi anak.
Adapun wasting disebabkan oleh praktik pemberian makan dan perawatan yang buruk, adanya infeksi, kurangnya akses terhadap pangan yang bergizi, akses terbatas ke air minum bersih, dan kemiskinan. Menurut UNICEF, wasting terjadi sangat dini dalam kehidupan dan paling banyak mempengaruhi anak-anak di bawah usia 2 tahun.
Di level remaja hingga dewasa, salah satu masalah yang dihadapi terkait malnutrisi adalah masalah gizi mikronutrien, yakni sekitar 12 persen remaja laki-laki dan 23 persen remaja perempuan mengalami anemia, yang sebagian besar diakibatkan kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi).
Mengentaskan Malnutrisi melalui Kemitraan Publik-Swasta
Pencegahan dan penanggulangan malnutrisi dapat dimulai dengan meningkatkan investasi dan pendampingan intensif dalam program-program atau kebijakan menyangkut penanganan malnutrisi. Beberapa daerah dengan angka malnutrisi yang tinggi perlu menjadi fokus awal.
Salah satu cara untuk meningkatkan pembiayaan dan pendampingan insentif bagi penanggulangan malnutrisi adalah dengan mendorong kemitraan publik-swasta (public-private partnership). Kemitraan publik-swasta dapat menjadi kunci keberhasilan penanganan malnutrisi di Indonesia karena semakin banyak pihak yang terlibat dalam pembiayaan dan pengawasan. Perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat (NGO), dan organisasi internasional perlu dilibatkan dalam mengawal upaya penanggulangan malnutrisi.
Di Indonesia, salah satu bentuk program kemitraan publik-swasta yang pernah memberikan dampak yang cukup signifikan adalah Project Laser Beam (PLB). Program kemitraan ini melibatkan World Food Programme (WFP) PBB, Aliansi Global untuk Peningkatan Gizi (GAIN), mitra sektor swasta seperti Unilever dan Mondelêz International Foundation, serta kelompok sains seperti Royal DSM. Belakangan, kemitraan ini diperluas dengan melibatkan beberapa pihak lainnya seperti Indofood dan Garudafood, Helen Keller International, Yayasan Kegizian untuk Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia, dan juga pemerintah Indonesia.
Sepanjang 2011 hingga 2015, program ini menghabiskan dana sebanyak USD1,07 triliun untuk pengentasan malnutrisi di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia. Di Indonesia, PLB melakukan intervensi gizi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui sejumlah program. Di antaranya intervensi berbasis pangan lokal melalui distribusi makanan dengan kandungan energi yang lebih tinggi, pengembangan suplemen nutrisi berbasis lipid (LNS), dan distribusi makanan pendamping asi (MPASI) fortifikasi untuk anak usia 6-24 bulan melalui Posyandu. Program ini sudah menjangkau 11.500 anak usia 6-23 bulan di 442 Posyandu dan mencakup semua target penerima manfaat di 17 kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT.
Selain PLB, ada pula Program Aksi Cegah Stunting (ACS) yang diinisiasi oleh Habibie Institute for Public Policy and Governance (HIPPG) dengan melibatkan beberapa pemerintah daerah. Menyasar 14 desa di seluruh Indonesia, program ini. berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan.
Kemitraan publik-swasta seperti PLB dan ACS penting untuk kembali digalakkan, dan disinergikan dengan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting (Stratnas Stunting). Mendorong keterlibatan swasta seperti perusahaan-perusahaan dengan skala yang lebih besar dapat mengoptimalkan upaya pemerintah dalam menanggulangi malnutrisi demi menjaga generasi mendatang lebih sehat dan berdaya saing dalam menghadapi tantangan zaman.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Maulina adalah Reporter & Peneliti untuk Green Network Asia - Indonesia. Dia meliput Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.