Mendorong Perlindungan Sosial bagi Pekerja Ekonomi Gig
Modernisasi dan perkembangan teknologi informasi telah memunculkan ekonomi gig. Banyak pekerja yang saat ini bergantung pada ekonomi gig sebagai mata pencaharian utama. Namun, pekerja ekonomi gig merupakan kelompok pekerja yang rentan tak mendapatkan hak-hak mereka. Untuk itu, diperlukan peraturan terkait perlindungan sosial bagi pekerja gig untuk menjamin hak-hak mereka dan melindungi mereka dari tindakan eksploitatif.
Memahami Ekonomi Gig
Ekonomi gig adalah pasar tenaga kerja yang sangat bergantung pada posisi sementara dan bersifat paruh waktu. Ekonomi gig diisi oleh pekerja independen dan pekerja lepas. Ekonomi gig juga dikenal dengan beberapa istilah seperti sharing ekonomi, ekonomi kolaborasi, crowdworking, ekonomi akses, ekonomi sesuai permintaan, ekonomi lepas, hingga ekonomi platform.
Istilah ekonomi gig berasal dari dunia musik, di mana penampil melakukan pertunjukan atau gig yang bersifat tunggal atau pertunjukan jangka pendek di berbagai tempat. Beberapa contoh pekerja ekonomi gig adalah pekerja mitra platform digital (seperti kurir dan driver ojek online), pekerja serabutan, pekerja kontrak, pekerja borongan, pekerja subkontraktor, pekerja lepas dan pekerja alih daya (outsource).
Ekonomi gig kian populer dan jumlah pekerjanya diperkirakan akan semakin meningkat. Pada 2019, di Indonesia terdapat sekitar 2,2 juta pekerja yang bisa dikategorikan sebagai pekerja ekonomi gig. Mereka merupakan bagian dari kelompok pekerja informal yang merupakan mayoritas pekerja Indonesia.
Tantangan Ekonomi Gig
Kemunculan pekerja ekonomi gig sebenarnya dapat memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional. Namun, hubungan antara pekerja dan pemberi kerja rentan berat sebelah dan menguntungkan salah satu pihak, terutama pemberi kerja.
Berdasarkan penelitian SMERU Institute, sejumlah dampak kehadiran ekonomi gig perlu menjadi perhatian bersama, terutama di sisi pekerja, di antaranya:
- Lemahnya perlindungan sosial dan kesejahteraan. Salah satu kendala dalam memberikan perlindungan bagi pekerja ekonomi gig adalah karakteristik mereka yang belum jelas. Hal ini membuat mereka sulit dijangkau program bantuan sosial yang disediakan pemerintah. Salah satu poin penting dalam upaya pemberian perlindungan bagi mereka adalah memperjelas definisi hubungan antara para pekerja dengan pemberi kerjanya yang menurut regulasi saat ini tidak termasuk dalam kategori hubungan kerja.
- Rentan terhadap ketidakpastian dan goncangan ekonomi. Ketiadaan kontrak kerja dan penilaian berdasarkan keterampilan dan kebutuhan perusahaan membuat pekerja gig rentan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Mereka juga rentan terhadap kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti saat krisis dan inflasi yang tinggi.
- Rentan terhadap stres dan waktu kerja yang terlalu panjang. Bagi sebagian pekerja, fleksibilitas kerja gig kerja justru dapat mengganggu work-life balance, pola tidur, dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Fleksibilitas dalam ekonomi gig sering kali berarti bahwa pekerja harus siap sedia dalam segala kondisi, terlepas dari keadaan apapun termasuk hambatan kesehatan dan lainnya.
- Rentan terhadap jebakan keterampilan (skill trap). Tren ekonomi gig dapat mempersulit pengembangan karier pekerja gig. Sebagai gambaran, terdapat kekhawatiran pengemudi muda transportasi daring mengalami deskilling. Deskilling dapat menyebabkan degradasi mutu pekerjaan dan upah karyawan dalam pola relasi produksi kapitalis di era digital.
“Semua jenis pekerja perlu meningkatkan keterampilan mereka secara konsisten agar tetap relevan di pasar kerja. Namun, peningkatan keterampilan ini membutuhkan biaya dan waktu. Selain sebagai jaminan saat terjadi krisis, program perlindungan sosial juga dapat mendukung peningkatan keterampilan pekerja dengan menyediakan sumber pendapatan alternatif saat mereka mengalokasikan waktu untuk pelatihan atau pendidikan,” kata peneliti World Bank, Putu Sanjiwacika Wibisana
Perlunya Perlindungan Sosial
Berdasarkan penelitian cepat SMERU, terdapat dua prinsip yang dapat menjadi acuan dalam memberikan perlindungan bagi pekerja ekonomi gig, yaitu streamlining dan collective action.
Streamlining adalah upaya untuk memastikan agar skema perlindungan sosial, termasuk jaminan sosial yang tersedia dapat disosialisasikan dengan baik dan dapat mudah diakses. Inovasi teknologi, khususnya yang bersifat digital, mempunyai peran yang sangat besar dalam mendukung streamlining. Beberapa potensi peran teknologi dalam streamlining di antaranya:
- Daily Billing, misalnya pembayaran iuran BPJS Kesehatan secara harian.
- One for All, misalnya penyetoran iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada satu rekening.
- Crowdfunding, misalnya, dalam sektor jasa ride hailing, penumpang ikut berkontribusi terhadap iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
- Matching Grant, misalnya pemerintah/pemda menggenapkan iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang sudah terbayar.
- Aplikasi dalam Aplikasi, misalnya aplikasi mobile JKN dan JMO ada di dalam aplikasi Gojek.
- Multiple Employers, misalnya pembayaran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dari beberapa akun di beberapa pemberi kerja.
Adapun collective action adalah memastikan para pemangku kepentingan menyediakan skema perlindungan dan bantuan untuk membantu meringankan kerentanan yang dihadapi pekerja ekonomi gig. Contoh collective action adalah Program Gojek Swadaya yang dibuat oleh Gojek Indonesia. Program ini memfasilitasi para mitranya untuk dapat membayar premi asuransi kesehatan pribadi secara harian dan mendaftar ke BPJS Ketenagakerjaan.
Di samping itu, dalam mewujudkan perlindungan sosial bagi pekerja ekonomi gig, pemerintah, perusahaan, dan organisasi pekerja harus bekerja sama untuk mengembangkan kerangka kerja yang memperhitungkan kebutuhan mereka. Ini penting untuk mewujudkan pekerjaan yang layak bagi semua (decent work) dalam mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan. Mereka berhak untuk mendapatkan hak-hak dasar mereka terkait kondisi keselamatan kerja dan pengupahan, dan pemberi kerja mesti menghormati integritas fisik dan mental pekerja dalam menjalankan pekerjaannya.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Maulina adalah Reporter & Peneliti untuk Green Network Asia - Indonesia. Dia meliput Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.