Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Tabu Menstruasi Terus Hambat Anak Perempuan dalam Menempuh Pendidikan

Di berbagai belahan dunia, tabu menstruasi membuat anak perempuan kesulitan untuk mengelola menstruasinya dengan aman, yang sehingga menyebabkan tingginya angka ketidakhadiran di sekolah.
Oleh Sukma Prasanthi
4 April 2025
seorang anak perempuan duduk di lantai bersandar ke rak buku membaca sendirian

Foto: Cottonbro studio di Pexels.

Menstruasi merupakan siklus biologis alamiah. Namun, di berbagai belahan dunia, menstruasi masih dianggap tabu terutama karena maraknya stigma dan misinformasi. Yang menyedihkan, tabu yang mengakar ini tidak hanya memengaruhi persepsi sosial, tetapi juga menciptakan hambatan terhadap pendidikan anak perempuan sehingga mereka tidak dapat bersekolah.

Memahami Tabu Menstruasi

Di banyak budaya, menstruasi dianggap najis dan memalukan. Selain menimbulkan dampak sosial, stigma ini juga dapat menghambat diskusi terbuka dan pendidikan tentang kesehatan menstruasi.

Sebuah studi mengungkap bahwa banyak pelajar perempuan yang ragu untuk membahas menstruasi karena takut dihakimi dan malu, bahkan dengan ibu mereka sendiri. Stigma ini meluas hingga ke luar anak perempuan, karena lebih dari 37% anak laki-laki percaya bahwa menstruasi harus dirahasiakan, yang membuat tabu tersebut semakin mengakar.

Tabu menstruasi umumnya berakar pada kepercayaan kultural dan berbasis agama yang menganggap menstruasi sebagai sesuatu yang najis. Di Nepal, misalnya, praktik Chhaupadi memaksa perempuan dan remaja perempuan untuk mengisolasi diri di gubuk atau gudang lumpur selama masa menstruasi, jauh dari aktivitas sehari-hari. Tabu ini berpengaruh terhadap sedikitnya 89% remaja perempuan dan perempuan Nepal dan membatasi kebebasan mereka dalam hidup.

Tantangan dalam Pendidikan

Tabu menstruasi memengaruhi kehidupan sosial anak perempuan dan menciptakan hambatan yang signifikan, terutama dalam pendidikan. Di banyak sekolah, diskusi tentang menstruasi sangat terbatas atau bahkan sama sekali tidak ada, sehingga siswa tidak mendapat informasi tentang kesehatan menstruasi.

Menurut UNICEF, 71% remaja perempuan di India tidak menyadari menstruasi hingga mereka mengalaminya untuk pertama kali. Tanpa pengetahuan yang akurat, anak-anak perempuan ini mengalami kebingungan, ketakutan, dan rasa malu, sehingga sulit bagi mereka untuk mengelola menstruasi dengan percaya diri di lingkungan sekolah. Kurangnya pengetahuan juga menyebabkan kurangnya diagnosis gangguan menstruasi dan kondisi terkait lainnya. Hal ini sering menyebabkan masalah kesehatan seumur hidup yang seharusnya dapat diatasi sejak dini.

Selain itu, fasilitas sanitasi yang tidak memadai membuat anak-anak perempuan semakin sulit untuk bersekolah selama masa menstruasi. Banyak sekolah tidak memiliki toilet yang layak, air yang bersih, dan metode pembuangan produk menstruasi yang memadai.

UNESCO melaporkan bahwa 1 dari 10 anak perempuan tidak bersekolah selama siklus menstruasi mereka karena kurangnya akses ke produk menstruasi. Di Uganda, masalah ini bahkan lebih parah, dengan 63,8% anak perempuan menyebut fasilitas sanitasi yang buruk sebagai alasan utama mereka tidak bersekolah, yang memengaruhi pendidikan dan kepercayaan diri mereka.

Mendobrak Tabu

Mengatasi tabu menstruasi dalam pendidikan memerlukan kombinasi pendidikan kesehatan menstruasi yang komprehensif dan fasilitas yang lebih baik.

Sekolah harus mengintegrasikan pendidikan kesehatan menstruasi yang komprehensif ke dalam kurikulum untuk menghilangkan mitos dan menormalisasi diskusi tentang menstruasi. Dialog terkait menstruasi harus didukung oleh masyarakat untuk meningkatkan pemahaman yang luas. Hal ini dapat membantu anak perempuan dalam mencari bantuan medis saat mereka membutuhkan. Sebagai contoh, di Zambia, pemerintahnya memperkenalkan Manajemen Kesehatan Menstruasi sebagai bagian dari kurikulum sekolah, mendorong diskusi terbuka tentang menstruasi, dan mempromosikan kesetaraan gender dalam pendidikan.

Selain itu, meningkatkan fasilitas sanitasi juga penting untuk memastikan bahwa menstruasi tidak mengganggu pendidikan anak perempuan. Pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan bisnis harus berkolaborasi untuk menyediakan fasilitas manajemen kesehatan dan kebersihan menstruasi, termasuk toilet yang bersih, metode pembuangan yang aman, dan akses ke produk menstruasi yang terjangkau. Sebagai contoh, Taiwan menyediakan produk menstruasi gratis di sekolah dan universitas untuk mendukung para pelajar.

Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Menstruasi harus diakui sebagai siklus alamiah kehidupan. Ketika anak perempuan diberdayakan dengan pengetahuan, sumber daya, dan lingkungan yang bebas stigma, mereka dapat fokus pada pendidikan mereka tanpa hambatan yang tidak perlu. Mendobrak tabu seputar menstruasi merupakan langkah penting untuk menciptakan dunia dimana anak perempuan dan perempuan bebas menjalani hidup dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri, komunitas mereka, dan planet Bumi.

Editor: Nazalea Kusuma & Kresentia Madina

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Continue Reading

Sebelumnya: Mendorong Sistem Ketertelusuran Komoditas untuk Rantai Pasok yang Lebih Berkelanjutan
Berikutnya: BKKBN Luncurkan 5 Quick Wins untuk Dukung Pembangunan Keluarga

Artikel Terkait

beberapa orang mendayung perahu di permukiman saat banjir. Menilik Masalah Kesejahteraan Relawan Sosial di Indonesia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menilik Masalah Kesejahteraan Relawan Sosial di Indonesia

Oleh Andi Batara
7 Juli 2025
sayur selada di pipa hidroponik Upaya UEA Capai Kemandirian Pangan melalui Plant the Emirates
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Upaya UEA Capai Kemandirian Pangan melalui Plant the Emirates

Oleh Attiatul Noor
7 Juli 2025
lahan kering dengan sebuah pohon di kejauhan Ekosipasi: Gagasan Emansipasi Ekologi untuk Menyelamatkan Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Ekosipasi: Gagasan Emansipasi Ekologi untuk Menyelamatkan Alam

Oleh Abul Muamar
4 Juli 2025
miniatur bangunan dan cerobong yang mengeluarkan asap GRI Luncurkan Standar Keberlanjutan Baru tentang Perubahan Iklim dan Energi
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GRI Luncurkan Standar Keberlanjutan Baru tentang Perubahan Iklim dan Energi

Oleh Kresentia Madina
4 Juli 2025
sekelompok orang berfoto bersama dengan sebagian berdiri dan sebagian berjongkok. Sammuane Pannu: Jalan Panjang Menyelamatkan Habitat Penyu di Pesisir Pantai Majene
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Sammuane Pannu: Jalan Panjang Menyelamatkan Habitat Penyu di Pesisir Pantai Majene

Oleh Ihsan Tahir
3 Juli 2025
Serpihan arang dan serbuk arang Mengulik Potensi Biochar sebagai Agen Bioremediasi
  • Kabar
  • Unggulan

Mengulik Potensi Biochar sebagai Agen Bioremediasi

Oleh Ayu Nabilah
3 Juli 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.