Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Dampak Stereotip Gender terhadap Masa Depan Anak

Stereotip gender terus mempengaruhi cara anak-anak mengenali diri dan potensi mereka sehingga secara perlahan membatasi impian serta pilihan karier di masa depan.
Oleh Sukma Prasanthi
23 April 2025
Tiga anak mengenakan kostum profesi berbeda: insinyur, pengusaha, dan koki saling menunjuk ke atas dengan latar belakang kuning.

Foto: Freepik.

Impian anak-anak idealnya tumbuh dari minat mereka sendiri, bukan dari batasan yang ditentukan oleh norma gender tradisional. Sayangnya, di berbagai belahan dunia, stereotip gender terus mempengaruhi cara anak-anak melihat diri sendiri serta hal apa saja yang dapat mereka capai. Akibatnya, anak-anak merasa terbatas dalam mengeksplorasi minat dan pilihan karier mereka di masa depan.

Memahami Stereotip Gender pada Anak-anak

Stereotip gender adalah pandangan yang terlalu disederhanakan tentang peran dan sifat laki-laki maupun perempuan. Pandangan ini dapat membatasi kebebasan seseorang untuk mengejar tujuan dan mengembangkan potensi secara maksimal. Bagi anak-anak, stereotip semacam ini mempengaruhi cara mereka melihat kemampuan diri, yang pada akhirnya mempersempit impian mereka di masa depan.

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak mulai mengenali peran gender sejak usia dua hingga tiga tahun. Bahkan, saat menginjak usia empat atau lima tahun, banyak dari mereka sudah memiliki pandangan yang kuat tentang apa yang dianggap “sesuai” untuk jenis kelamin mereka. Misalnya, anak laki-laki diajarkan untuk menjadi berani dan suka bertualang, sedangkan anak perempuan diajarkan untuk lebih memperhatikan penampilan dan mengutamakan peran sebagai pengasuh.

Stereotip gender pada masa kanak-kanak kerap terbentuk dari norma sosial, tradisi budaya, dan pengaruh media. Contohnya, banyak perusahaan mainan yang masih membedakan produk berdasarkan jenis kelamin. Anak laki-laki didorong untuk bermain dengan mainan aksi sementara anak perempuan dengan mainan bertema pengasuhan atau kecantikan.

Di sekolah, para guru tanpa sadar juga memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda. Anak laki-laki cenderung dipuji karena sikap tegas sementara anak perempuan diharapkan untuk bersifat patuh. Pola ini diperkuat di rumah, ketika orang tua membimbing aktivitas anak berdasarkan norma gender tradisional, tanpa menyadari bahwa hal tersebut dapat berdampak jangka panjang pada perkembangan diri anak-anak mereka.

Pembatasan terhadap Aspirasi Anak

Stereotip gender memiliki pengaruh besar terhadap pilihan karier dan minat anak.  Misalnya, pada bidang STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika), anak perempuan masih kurang terwakili karena adanya anggapan bahwa bidang tersebut lebih cocok untuk laki-laki. Menurut UNESCO, mayoritas lulusan perempuan pada bidang STEM hanya 9 dari 122 negara, meskipun beberapa negara Arab menunjukkan representasi yang cukup signifikan.

Demikian pula, anak laki-laki sering kali tidak didorong untuk melakukan peran-peran pengasuhan atau bidang yang dianggap “feminin”. Misalnya,  perawat secara tradisional diasosiasikan dengan pekerjaan perempuan. Tidak mengherankan apabila representasi  laki-laki dalam profesi keperawatan sangat rendah, semisal hanya sekitar 8,5% di Selandia Baru, dan tak sampai 11% di Amerika Serikat, Australia, dan Chili.

Mengakhiri Siklus Stereotip Gender

Untuk mengakhiri siklus stereotip gender, para orang tua, guru, pembuat kebijakan, dan media memiliki tanggung jawab bersama dalam menciptakan lingkungan yang menyuarakan kesetaraan gender.

Orang tua dapat mendorong anak untuk mengeksplorasi berbagai minat tanpa terikat pada stereotip gender, termasuk dalam menyediakan mainan dan materi belajar. Di sisi lain, guru dan sekolah dapat membantu dengan menggunakan bahasa yang netral gender, memastikan semua siswa memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi, serta memberikan contoh panutan dari latar belakang yang beragam, seperti ilmuwan perempuan atau pengasuh laki-laki.

Selain itu, perubahan sistemik yang lebih luas membutuhkan kebijakan yang jelas. Fawcett Society, sebuah organisasi yang memperjuangkan kesetaraan gender, menekankan pentingnya pelatihan, sumber daya, dan pendanaan bagi pendidik anak usia dini untuk mendukung praktik pengajaran yang inklusif gender sejak dini. Di sektor komersial, kampanye Let Toys Be Toys mendorong produsen dan penerbit untuk menghentikan pemasaran produk berdasarkan gender untuk membantu menghapus stereotip.

Dan yang terpenting adalah setiap orang perlu merefleksikan dan menantang bias bawah sadar sendiri, karena perubahan yang langgeng berawal dari tindakan sehari-hari kita di dalam masyarakat yang mendorong inklusi dan kesetaraan bagi semua anak serta masa depan mereka.

Penerjemah: Kesya Arla

Editor: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Continue Reading

Sebelumnya: Petaka Tambang Nikel di Sulawesi
Berikutnya: Eksploitasi Pekerja dan Kecelakaan Mematikan: Alarm Bahaya di Tengah Ambisi Hilirisasi Nikel

Lihat Konten GNA Lainnya

ilustrasi misinformasi; manekin kepala dengan bagian atas terbuka menerima koran yang dilabeli tulisan palsu Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi

Oleh Seftyana Khairunisa
12 September 2025
Seorang anak berkacamata menerima piring berisi makanan. Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia

Oleh Attiatul Noor
12 September 2025
pembagian makanan kepada anak-anak Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih
  • GNA Knowledge Hub
  • Komunitas

Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih

Oleh Dilla Atqia Rahmah
11 September 2025
Seorang perempuan pengguna kursi roda sedang meraih tombol lift. Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik

Oleh Dinda Rahmania
11 September 2025
foto udara pemukiman padat yang ada di dekat bantaran sungai perkotaan Jerat Kemiskinan di Perkotaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Jerat Kemiskinan di Perkotaan

Oleh Seftyana Khairunisa
10 September 2025
seorang anak perempuan menulis dengan kapur di papan tulis hitam Bagaimana Pendidikan Lingkungan Dukung Ketahanan di Odisha, India
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Pendidikan Lingkungan Dukung Ketahanan di Odisha, India

Oleh Attiatul Noor
10 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia