Fair Trade Tuna dengan Ekolabel di Maluku Utara

Foto oleh Beth Macdonald di Unsplash.
Pada tahun 2019, Indonesia memperoleh keuntungan nilai ekspor tuna sebesar Rp 870 triliun. Namun, penangkapan tuna kerap menggunakan cara yang merusak lingkungan dan menghambat regenerasi tuna karena tingginya permintaan. Untuk itu, perlu adanya regulasi yang mengatur penangkapan tuna yang berkelanjutan, dengan berpedoman pada prinsip ekonomi hijau agar kelestarian tuna dan lingkungan bawah laut tetap terjaga.
Riset berjudul “Mewujudkan Praktik Ekonomi Hijau yang Berkelanjutan di dalam Praktik Fair Trade Tuna di Maluku Utara” mengungkapkan bahwa praktik perdagangan tuna yang adil (fair trade tuna) melalui konsep ecolabelling (ekolabel) perikanan dapat membantu mewujudkan ekonomi hijau.
Ecolabelling dalam Fair Trade Tuna
Ecolabelling perikanan adalah proses sertifikasi penangkapan ikan berkelanjutan dengan menggunakan standar yang dipilih dan kredibel secara global, salah satunya adalah standar MSC (Marine Stewardship Council). Perikanan yang mengklaim ecolabelling MSC harus memastikan bahwa produknya mengikuti standar pengelolaan dan audit dalam tiap rantai pasok, mulai dari penangkapan ikan, proses pemisahan produk, dan jaminan hak asasi manusia bagi pekerja.
Standar MSC terdiri dari 3 prinsip, yakni stok ikan lestari, mengurangi dampak lingkungan, dan pengelolaan efektif. Saat ini, perikanan tuna di laut teritorial telah mendapatkan sertifikasi ekolabel MSC. Ekolabel dapat dimiliki atau dikelola oleh lembaga pemerintah, organisasi perlindungan lingkungan nirlaba, atau organisasi sektor swasta.
“Ecolabelling perikanan adalah salah satu cara untuk menciptakan ekonomi hijau, karena ada sertifikasi yang rigid, seperti sertifikasi perikanan, sertifikasi rantai pengawasan, dan sertifikasi lisensi ekolabel, yang melindungi kelestarian lingkungan,” kata Anta Maulana, salah satu penulis riset tersebut saat acara diseminasi hasil risetnya baru-baru ini.
Riset tersebut mengemukakan bahwa ecolabelling bertujuan pada dua nilai fair trade tuna, yakni perbaikan data produksi dan perbaikan data potensi perikanan. Untuk mencapai tujuan itu, ecolabelling menggunakan pendekatan insentif melalui dana premium yang diberikan kepada para nelayan berupa program sosial dan lingkungan.
Dana premium diberikan jika para nelayan telah mematuhi sejumlah aturan yang tertuang dalam Capture Fisheries Standard (CFS), yang menjadi pedoman dalam ecolabelling dan fair trade, seperti mematuhi standar untuk menangkap ikan, membawa sampah melaut kembali ke darat, dan mematuhi waktu menangkap ikan.
Dana premium berasal dari sejumlah aktor yang tergabung dalam mata rantai fair trade tuna, seperti pihak pengepul (supplier), perusahaan pengolahan ikan, importir, dan konsumen . Selain dana premium, keberlanjutan praktik fair trade dipengaruhi oleh empat hal lain, yakni akses ke sumber daya ikan yang dekat dengan tempat tinggal, adanya profesi yang diwariskan turun temurun, pendampingan LSM, dan adanya pemberian teknologi seperti GPS.
Penggunaan Dana Premium yang Tepat
Perubahan iklim, daerah penangkapan tuna yang terus berubah, ketergantungan terhadap pemodal, dan manajemen keuangan yang belum maksimal merupakan segelintir tantangan yang terjadi dalam praktik fair trade perikanan di Maluku Utara.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan penerapan model penggunaan dana premium dengan mengalokasikan 70% untuk program umum dan masyarakat serta 30% dialokasikan untuk program lingkungan hidup.
Diperlukan juga audit ketat terhadap bantuan insentif di luar dana premium. Sebab, selama ini 70% dana yang dialokasikan banyak yang tidak tepat sasaran, sehingga menghambat misi pelestarian lingkungan, pelestarian ekosistem perikanan, peningkatan kesejahteraan, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan kami untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Panji adalah Reporter & Penulis Konten In-House untuk Green Network ID. Dia meliput Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.