GNA Talks #2: Menyelaraskan Praktik Bisnis dengan Hak Asasi Manusia
Selama berabad-abad, bisnis telah menjadi elemen yang melekat dalam peradaban manusia: memenuhi kebutuhan masyarakat hingga menjadi sumber penghidupan bagi banyak orang. Karena sifatnya yang inheren, bisnis menjadi tidak terpisahkan dengan hak-hak dasar manusia; dan persinggungan tersebut telah menciptakan berbagai bentuk tantangan. Satu hal yang telah diketahui secara umum adalah bahwa banyak praktik bisnis di berbagai sektor yang melanggar hak asasi manusia, baik berupa praktik ketenagakerjaan yang buruk hingga perusakan terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, demi menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk semua, menyelaraskan praktik bisnis dengan penegakan HAM merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar.
Hal inilah yang menjadi poin utama yang dibahas di dalam GNA Talks #2 yang diselenggarakan pada 19 Desember 2024, dengan narasumber Lubendik Ramos, sustainability policy expert, yang memiliki fokus pada isu-isu HAM di sektor industri ekstraktif. Dengan tajuk “Menyelaraskan Praktik Bisnis dengan Hak Asasi Manusia”, GNA Talks edisi kedua ini dimoderatori oleh Lalita Fitrianti, Manajer Kemitraan Bisnis Green Network Asia, dan dihadiri oleh puluhan peserta yang berasal dari berbagai kalangan. Sepanjang acara, Bendik–sapaan Lubendik–memberikan banyak wawasan tentang bagaimana HAM memungkinkan untuk ditegakkan di dalam seluruh rantai nilai bisnis di dalam semua skala.
HAM dan Bisnis
Hak asasi manusia (HAM) telah menjadi suatu hal yang melekat di dalam bisnis. Ditegakkan atau tidaknya HAM di dalam bisnis dapat terlihat dalam seluruh rantai nilai bisnis, mulai dari pendirian perusahaan, perekrutan dan manajemen tenaga kerja, hingga bagaimana bisnis beroperasi.
”Pengelolaan risiko HAM sangat penting karena berdampak langsung terhadap reputasi dan daya tarik investasi perusahaan. Dengan komitmen yang tinggi terhadap HAM, perusahaan bisa memitigasi risiko dan memastikan bahwa operasi bisnisnya tidak melanggar hak-hak dasar individu, yang pada gilirannya akan memperkuat citra perusahaan dan meningkatkan kepercayaan investor, ” kata Bendik.
Kunci Penegakan HAM dan Bisnis
Pengelolaan kerangka kerja bisnis yang mengintegrasikan HAM sangat penting untuk menciptakan dunia bisnis yang adil dan bertanggung jawab. Hal ini mencakup prinsip-prinsip seperti non-diskriminasi, pencegahan pelecehan di tempat kerja, pengelolaan rantai pasok yang bertanggung jawab, perlindungan HAM konsumen, kebebasan berserikat, pelarangan kerja paksa dan pekerja anak, jaminan hak atas lingkungan hidup yang sehat, serta jaminan keselamatan kerja. “Pengelolaan rantai pasokan yang bertanggung jawab juga memastikan bahwa hak asasi manusia dihormati sepanjang proses bisnis, baik dalam operasi perusahaan maupun di level ekstensi atau mitra bisnis,” ujar Bendik.
Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, Bendik menekankan pentingnya kesadaran dan komitmen dari manajemen puncak bisnis melalui pembentukan komite bisnis, yang akan mengawasi dan memonitor pelaksanaan prinsip-prinsip bisnis yang bertanggung jawab terhadap HAM, memastikan perusahaan tetap konsisten dalam menerapkan kebijakan yang mendukung penegakan HAM, dan siap untuk mengekspos jika terjadi pelanggaran.
Terkait hal ini, terdapat standar internasional yang menjadi panduan bagi perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip HAM, yaitu UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP). UNGP adalah standar global yang dirancang untuk menangani dampak buruk terhadap HAM terkait aktivitas bisnis. Tiga pilar utama dalam UNGP, yaitu:
- Protect – kewajiban negara untuk melindungi HAM, termasuk hak-hak pekerja di dalam negara tersebut.
- Respect – tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM dalam setiap aspek operasional, mulai dari perekrutan hingga pemilihan mitra bisnis.
- Remedy – akses pemulihan bagi korban pelanggaran HAM terkait praktik bisnis, termasuk mekanisme ganti rugi.
Tujuan utama dari penerapan UNGP adalah untuk mencegah, memitigasi, dan bertanggung jawab dalam mengatasi dampak buruk bisnis terhadap HAM melalui uji tuntas (Human Rights Due Diligence). Proses ini membantu perusahaan mengidentifikasi potensi dampak buruk mereka terhadap HAM, mengukur kompleksitasnya, dan menentukan langkah-langkah penanganannya, termasuk sanksi jika terjadi pelanggaran.
Namun, uji tuntas ini tidak dapat dilakukan sendiri oleh perusahaan; diperlukan konsultan ahli di bidang HAM dan konsultasi dengan pihak-pihak yang berpotensi terdampak. Setiap perusahaan, terlepas dari skalanya, disarankan untuk melakukan uji tuntas HAM dengan mengikuti panduan UNGP untuk memastikan bahwa mereka tidak melanggar HAM masyarakat maupun konsumen.
Refleksi HAM dan Bisnis di Indonesia
Pada sesi akhir acara, Bendik memberikan pandangannya mengenai kondisi penegakan HAM dalam bisnis di Indonesia yang menurutnya banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik.
“Pemangku kepentingan politik seharusnya mendukung penegakan HAM dan tidak menjadikan politik untuk kepentingan pribadi. Sebab, hal tersebut akan menyebabkan penyimpangan dan pelanggaran HAM dan berpotensi merugikan rakyat kecil, khususnya yang terdampak dari kegiatan operasi perusahaan di sekitarnya. Tidak hanya masyarakat sekitar, tetapi juga karyawan-karyawan di level bawah yang terlibat dalam operasi tersebut,” katanya.
Pada akhirnya, bisnis yang sehat tidak hanya tentang mencapai keuntungan finansial, tetapi juga berkontribusi pada pencapaian tujuan keberlanjutan lingkungan dan sosial yang lebih luas dan menciptakan dampak positif bagi semua.
Rekaman video GNA Talks “Menyelaraskan Praktik Bisnis dengan Hak Asasi Manusia” dapat disimak melalui kanal YouTube Green Network Asia.
Bergabung dengan GNA Friends & Communities di WhatsApp untuk mendapat pembaruan konten, event, dan pelatihan dari Green Network Asia.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.