Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Upaya Dorong Kebijakan untuk Lindungi Korban
Ketika berbicara mengenai kesetaraan gender yang menjadi Tujuan 5 atau Goal 5 dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainability Development Goals (TPB/SDGS), keadilan dalam memperoleh perlindungan dan kesejahteraan perempuan tak bisa lepas dari lingkup kaidahnya. Sayangnya, hingga hari ini, perempuan masih berada di tengah kelompok rentan yang kerap memperoleh tindak kekerasan, baik di ranah domestik maupun publik. Karena itulah, Kampanye Internasional 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan terus digalakkan di berbagai belahan dunia.
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan berlangsung selama 25 November, bertepatan dengan Hari Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, hingga 10 Desember, bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia. Kampanye ini pertama kali digagas pada tahun 1991, oleh Women’s Global Leadership Institute. Di Indonesia, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menjadi penyelenggara resmi sejak 2001.
Untuk Kampanye tahun 2021 di Indonesia, Komnas Perempuan mengangkat tema, “Dukung Korban, Dukung Penghapusan Kekerasan Seksual: Gerak Bersama, Sahkan Payung Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual yang Berpihak pada Korban”. Komnas Perempuan bersama jaringan masyarakat sipil terus mendorong lahirnya payung hukum untuk membuat perempuan merasa aman di ruang publik.
Para perempuan korban kekerasan, terutama kekerasan seksual, masih kerap mendapatkan ketidakadilan dalam penanganan dan perlindungan. Dalam rentang tahun 2016-2020, Komnas Perempuan mencatat adanya 24.786 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan, baik ke lembaga layanan (masyarakat maupun pemerintah) dan yang langsung ke Komnas Perempuan. Di dalamnya terdapat 7.344 kasus (sekitar 29,6%) dicatatkan sebagai kasus perkosaan.
Dari kasus perkosaan tersebut, hanya kurang dari 30% yang diproses secara hukum. Komnas Perempuan melihat persoalan minimnya proses hukum pada kasus kekerasan seksual ini menunjukkan bahwa aspek substansi hukum yang ada tidak mengenal sejumlah tindak kekerasan seksual dan hanya mencakup definisi yang terbatas, berlakunya aturan pembuktian yang membebani korban dan melanggengkan budaya menyalahkan korban, serta terbatasnya daya dukung pemulihan korban yang kemudian menjadi kendala utama.
Kondisi ini juga yang mendorong penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, namun hingga kini status pengesahannya masih maju-mundur. Sejak pertama kali diajukan oleh Komnas Perempuan pada 2012 dan disepakati sebagai inisiatif DPR RI pada 2017, aturan ini berkali-kali mengalami perubahan dalam proses dan substansi, hingga yang terbaru adalah dihilangkannya frasa “tanpa persetujuan” (tanpa konsensual) dalam RUU. Padahal, dalam kasus-kasus kekerasan seksual yang ditemui, korban dalam situasi tidak ada pilihan, tidak berani, di bawah tekanan atau ancaman untuk menolak kekerasan seksual yang dialaminya.
Situasi ini banyak terjadi dalam tren kekerasan seksual yang mencuat dalam 3 tahun terakhir dalam catatan tahunan Komnas Perempuan, di antaranya kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan, kekerasan siber berbasis gender, kekerasan di transportasi publik, kekerasan seksual di tempat kerja dan kekerasan seksual yang berakhir dengan pembunuhan.
Komnas Perempuan menjadikan Kampanye Internasional 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai momentum penting untuk mendorong perwujudan jaminan rasa aman dari kekerasan seksual bagi semua dengan mendesak:
- Baleg DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan tidak mengabaikan substansi /hal-hal prinsip terkait pencegahan, hukum acara pembuktian, pemulihan dan perlindungan hak-hak korban;
- Presiden Republik Indonesia agar memberikan arahan kepada Kementerian / Lembaga terkait untuk memperhatikan kasus kekerasan seksual dalam proses penyusunan payung hukum agar RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang dibahas dan disahkan memiliki ketepatan substansi untuk membangun, menjaga, memelihara dan membantu ruang-ruang pengaduan untuk penanganan dan pendampingan korban kekerasan seksual dengan tenaga-tenaga ahli yang memiliki kapasitas yang memadai;
- Media dan Masyarakat untuk secara terus menerus mengawal proses pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual agar segera disahkan termasuk juga melakukan kampanye “Dukung Korban, Dukung Penghapusan Kekerasan Seksual: Gerak Bersama, Sahkan Payung Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual yang Berpihak pada Korban”.
Editor: Marlis Afridah
Sumber: Siaran Pers Komnas Perempuan
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.