Ketimpangan Akses Peluang di Kalangan Generasi Muda
Generasi muda dipandang sebagai masa depan masyarakat, membawa hal-hal baru dan melampaui cara-cara lama. Meskipun terdapat harapan bagi kaum muda untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan, mereka masih menghadapi tantangan besar dalam mengakses peluang-peluang penting. Oleh karena itu, mengatasi ketimpangan akses peluang di kalangan generasi muda menjadi sangat penting.
Pemulihan Lapangan Kerja Generasi Muda yang Tidak Merata
Laporan ILO bertajuk “Tren Ketenagakerjaan Global untuk Kaum Muda 2024” menunjukkan bahwa tingkat pengangguran berada pada titik terendah dalam 15 tahun terakhir, menandakan pemulihan penuh dari puncak tingkat pengangguran akibat pandemi COVID-19. Namun, hampir 65 juta generasi muda di seluruh dunia masih menganggur dan beberapa kawasan masih kesulitan mengurangi pengangguran, yang menunjukkan bahwa pemulihan belum merata.
Tingkat pengangguran di Asia Timur mencapai angka tertinggi dalam sejarah yaitu 14,5%. Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Afrika Utara dan negara-negara Arab, peluang kerja masih langka. Selain itu, Asia Selatan juga memiliki tingkat NEET (Not in Employment, Education, or Training/NEET ) yang tinggi, terutama di kalangan perempuan muda (42%), menempatkannya sebagai kawasan dengan kesenjangan gender terluas.
Kesenjangan Akses Pendidikan & Peluang
Kesenjangan tingkat NEET antarnegara menunjukkan ketimpangan akses peluang di kalangan generasi muda di seluruh dunia. Akses terhadap pendidikan dan pelatihan dapat membantu mempersiapkan kaum muda untuk masuk ke dunia kerja. Kaum muda yang memiliki pendidikan tinggi atau keterampilan khusus lebih mungkin untuk menjamin kesejahteraan dan pendapatan mereka. Namun, terbatasnya akses ke pelatihan dapat membuat pilihan mereka menjadi terbatas.
Ketimpangan akses pendidikan merupakan sebuah isu besar dengan hambatan finansial sebagai faktor utamanya. Pada tahun 2023, sekitar 63% generasi muda berusia 15 hingga 24 tahun di negara-negara berpenghasilan tinggi mengikuti pendidikan atau pelatihan. Sebaliknya, di negara-negara berpenghasilan rendah, hanya 40% generasi muda yang bersekolah atau mengikuti pelatihan.
Di banyak negara berpendapatan rendah dan menengah, generasi muda yang tidak mengenyam pendidikan tinggi lebih cenderung menjadi NEET dibandingkan mereka yang berpendidikan tinggi. Dalam hal ini, perempuan muda lebih rentan menjadi NEET dibanding laki-laki muda.
Memastikan Kesejahteraan Generasi Muda
Generasi muda berusia 15 hingga 24 tahun, atau sering disebut Generasi Z, merupakan angkatan kerja termuda dan sangat sadar akan isu-isu mendesak seperti perubahan iklim. Keterlibatan aktif mereka sangat penting dalam mengatasi tantangan global dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Oleh karena itu, untuk memastikan generasi muda dapat berkontribusi penuh, kesejahteraan mereka harus terjamin, termasuk dengan menyediakan kesempatan yang setara dan inklusif dalam pendidikan, pelatihan, dan pekerjaan.
Editor: Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Terima kasih telah membaca!
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk membuka akses online tanpa batas ke platform “Konten Eksklusif” kami yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia. Nikmati manfaat berlangganan, termasuk -namun tidak terbatas pada- pembaruan kabar seputar kebijakan publik & regulasi, ringkasan temuan riset & laporan yang mudah dipahami, dan cerita dampak dari berbagai organisasi di pemerintahan, bisnis, dan masyarakat sipil.
Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Dia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis tentang konsumsi berkelanjutan, isu keberagaman, dan pemberdayaan generasi muda.