Langkah Pandawa Agri Indonesia Dukung Pertanian Berkelanjutan dengan Reduktan Pestisida

Foto oleh Pandawa Agri Indonesia.
Indonesia merupakan negara agraris. Dengan luas lahan pertanian sekitar 7,46 juta hektare, mayoritas penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Untuk membasmi hama yang dapat mengganggu produksi pertanian, petani di Indonesia umumnya menggunakan pestisida sintetis–zat kimia berbahaya yang sulit terurai–yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Sebagai perusahaan berbasis ilmu hayati, Pandawa Agri Indonesia (PAI) mengembangkan produk pengurang pestisida (reduktan pestisida) untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan kimia tersebut. PAI memiliki misi untuk membantu para pelaku usaha pertanian untuk menciptakan praktik pertanian yang berkelanjutan, ramah lingkungan, serta aman dan efisien.
Untuk mewujudkannya, perusahaan ini mengusung tiga kerangka komitmen, yaitu menjaga kelestarian lingkungan, menyejahterakan masyarakat dan karyawan, dan menjalankan bisnis secara bertanggung jawab.
Reduktan pestisida dan dampaknya
Reduktan pestisida merupakan campuran yang digunakan untuk mengurangi dosis pestisida namun masih memiliki efektivitas yang sama dengan dosis tunggal. Reduktan dapat mengurangi sampai setengah dosis pestisida yang digunakan. Kemampuan reduktan membantu meningkatkan efektivitas pestisida dengan cara sebagai carrier bahan aktif pestisida supaya tepat ke sasaran.
Penggunaan reduktan tunggal dengan dosis yang tinggi (minimal setara dengan dosis pestisida) tidak akan menimbulkan fitotoksisitas (keracunan) pada tanaman utama. Larutan reduktan tidak meninggalkan residu layaknya pestisida, sehingga reduktan mudah dan cepat terurai di lingkungan.
Dalam Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) 2022 perusahaan bertajuk Akselerasi Pertanian Berkelanjutan yang dirilis pada 18 Januari 2023, PAI mencatat kontribusinya dalam mengurangi lebih dari 1,5 juta liter penggunaan pestisida di lebih dari 2 juta hektare lahan pertanian di Indonesia dan Malaysia berkat produk yang mereka ciptakan. Dari angka ini, beberapa dampak dari penggunaan reduktan pestisida yang telah dicapai antara lain:
- Lebih dari 16.500 petani dan pekerja semprot telah terhindar dari paparan bahan kimia berbahaya yang berasal dari pestisida.
- Mengurangi 4.914 ton emisi karbon dioksida.
- Menyalurkan hampir Rp5 miliar ke lebih dari 100 petani kecil yang tidak memiliki rekening bank untuk mempraktikkan pertanian cerdas-iklim (Climate-smart Agriculture).
- Menyelamatkan lebih dari Rp38,5 miliar biaya dari pengurangan pembelian pestisida.
Kembangkan ekosistem petani swadaya
Selain menciptakan inovasi reduktan pestisida, PAI juga mengembangkan ekosistem petani swadaya (smallholders) untuk mendorong terciptanya sektor pertanian yang berkelanjutan dengan program Pendampingan Pandawa Agri Indonesia (PPAI). Program ini berhasil meningkatkan 157 hektare luas lahan pertanian, meningkatkan produktivitas hasil panen hingga 53%, dan meningkatkan pendapatan para petani hingga 40%.
“Kami membentuk ekosistem petani yang end-to-end: di hulu kami memfasilitasi petani dengan teknologi PPAI dan di hilir kami mendampingi petani dengan manajemen pascapanen yang terintegrasi. Saat ini PAI telah mengembangkan ekosistem petani padi di Nagekeo, petani kopi di Pagar Alam, dan petani cabe di Banyuwangi,” ujar Kukuh Roxa, CEO Pandawa Agri Indonesia.
“Dengan terus memperluas jangkauan reduktan pestisida dan inisiasi pengembangan ekosistem smallholders, kami siap mengakselerasi pertanian Indonesia menjadi lebih sehat, aman bagi lingkungan, dan berkelanjutan,” lanjut Kukuh.
Pada akhirnya, menciptakan pertanian berkelanjutan tidak hanya tentang prinsip ekologis dan sosial-ekonomis, tetapi juga prinsip politis serta perlu menghargai kebudayaan lokal. Dalam hal ini, pertanian berkelanjutan perlu didukung dengan kebijakan yang adil dan selaras terkait produksi, harga, dan pemasaran, seraya menghargai tatanan nilai, spirit, dan pengetahuan lokal.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki sepuluh tahun pengalaman kerja di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.