Melihat Bagaimana Pendidikan Kritis dan Demokratis di Sanggar Anak Alam

Foto: Sanggar Anak Alam
Setiap individu memiliki potensi unik dalam proses pembelajaran. Sayangnya, sistem pendidikan yang ada di Indonesia sejauh ini seringkali tidak mempertimbangkan hal itu sehingga kapasitas alamiah pelajar, terutama anak-anak, menjadi tidak berkembang–bahkan hingga mereka dewasa. Proses pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia (sekolah dan lainnya) umumnya hanya berfokus pada pembelajaran di ruang kelas dengan pelajaran-pelajaran yang “terformula”, baku, dan seragam, sehingga tak jarang membuat anak-anak tertekan atau tidak betah. Di Yogyakarta, Sanggar Anak Alam berupaya menghadirkan pendidikan alternatif dengan konsep dan metode yang lebih demokratis dan berpihak pada anak.
Masalah Sistem Pendidikan di Indonesia
Paulo Freire, filsuf dan tokoh pendidikan asal Brasil, dalam beberapa karyanya mengkritik sistem pendidikan “gaya bank”, di mana siswa diposisikan sebagai objek pasif yang tugasnya hanya menerima, menghafal, dan menyimpan informasi yang diberikan oleh guru. Dalam sistem ini, siswa tidak memiliki ruang untuk berdialog dan mengembangkan pemikiran secara kritis.
Di Indonesia, sistem dan metode pendidikan sebagaimana yang dikritik oleh Freire dapat ditemui dengan mudah di hampir seluruh lembaga pendidikan, terutama pendidikan formal, bahkan hingga tingkat pendidikan tinggi. Di sekolah-sekolah pada umumnya, seringkali terjadi relasi kuasa antara guru dan murid. Guru dianggap sebagai otoritas yang tidak boleh didebat atau disanggah. Hal ini membuat siswa yang kritis dianggap pembangkang dan tidak sopan, sedangkan yang pendiam dianggap lebih baik. Metode atau pendekatan pembelajaran yang dilakukan seringkali bersifat satu arah, dengan murid menyimak dan mengamini pelajaran dari guru, lalu mengerjakan tugas-tugas sesuai instruksi dan pelajaran yang telah disampaikan guru.
Pendidikan Demokratis di Sanggar Anak Alam
Mendengar, saya lupa; melihat, saya ingat; melakukan, saya paham; menemukan sendiri, saya kuasai.
Slogan tersebut merupakan prinsip yang dipegang oleh Sanggar Anak Alam (Salam), sebuah laboratorium komunitas belajar yang berlokasi di Kampung Nitiprayan, Kelurahan Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Salam bertujuan untuk menciptakan kehidupan belajar yang merdeka di mana seluruh prosesnya dibangun atas dasar kebutuhan dan kesepakatan bersama seluruh warga belajar yang mencakup anak, orang tua, dan fasilitator.
Di Salam, proses pembelajaran dikemas dengan berbagai kegiatan seperti simulasi, diskusi kelompok, dan lain sebagainya. Perhatian utama dalam pembelajaran di sanggar belajar ini adalah ketahanan pangan, kesehatan, lingkungan dan sosial budaya yang dikembangkan melalui eksperimen dan eksplorasi. Metode pembelajaran yang diterapkan di Salam menitikberatkan pada riset dengan tiga tahap yang disebut sebagai Daur Belajar, yakni:
- Tahap perencanaan. Pada tahap ini, orang tua bersama fasilitator membuat semacam kurikulum bersama sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. Perumusan tersebut berdasar pada pengamatan orang tua dan hasil dialog dengan anak terkait minat belajar anak. Setelah itu, anak akan merumuskan rencana riset ataupun proyek beserta pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab selama prosesnya.
- Tahap pendampingan riset. Fasilitator akan melihat sudah sampai sejauh mana perkembangan riset anak dan mendiskusikan bersama proses dokumentasi data-data atau segala hal yang dibutuhkan terkait riset ataupun proyek lainnya.
- Tahap presentasi. Anak akan mempresentasikan hasil risetnya dan mendiskusikan bersama kawan yang difasilitasi oleh fasilitator.
Transformasi Pendidikan Nasional
Pada dasarnya, belajar (learn) adalah keinginan dan kebutuhan alamiah yang tidak dapat dihindari dalam siklus hidup setiap individu. Yang menjadi tantangan adalah menciptakan pendidikan (sistem yang mengorganisir proses pembelajaran) yang dapat mengakomodir kebutuhan dan keinginan belajar setiap individu sesuai kapasitas alamiah mereka. Transformasi sistem pendidikan nasional diperlukan untuk mewujudkan hal ini. Diawali dengan kemauan politik dari pengambil kebijakan untuk sungguh-sungguh mencerdaskan semua orang, transformasi pendidikan membutuhkan upaya komprehensif dan koheren, termasuk namun tidak terbatas pada peningkatan kapasitas guru, peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukung pembelajaran, dan penguatan sistem evaluasi yang adil dan berorientasi pada pengembangan karakter.

Terima kasih telah membaca!
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia. Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional sekaligus mendukung keberlanjutan finansial Green Network Asia untuk terus memproduksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.