Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Menengok Praktik Pertanian Selaras Alam Masyarakat Adat Ciptagelar

Masyarakat adat Ciptagelar di Sukabumi telah sejak lama menerapkan praktik pertanian selaras alam yang terbukti mampu menciptakan kedaulatan pangan hingga saat ini.
Oleh Abul Muamar dan Agung Bukit
20 Desember 2024
Bentang alam Masyarakat Ciptagelar

Foto: Erfransdo di Wikimedia Commons

Perkembangan teknologi telah merasuk ke berbagai aspek utama kehidupan, termasuk pertanian. Hari ini, di berbagai tempat, hampir semua komunitas petani menerapkan praktik pertanian modern untuk menggenjot produksi dan memenuhi permintaan pasar, dengan menggunakan produk-produk teknologi seperti mesin dan alat-alat pertanian, pestisida, pupuk sintetis, dan lainnya. Akan tetapi, seiring waktu, praktik pertanian modern demikian telah terbukti berkontribusi signifikan terhadap kerusakan lingkungan, dan karenanya konsep-konsep pertanian berkelanjutan dan selaras dengan alam mulai digaungkan. Di Sukabumi, Jawa Barat, masyarakat adat Ciptagelar telah sejak lama menerapkan praktik pertanian selaras alam yang terbukti mampu menciptakan kedaulatan pangan hingga saat ini. 

Dampak Pertanian Modern yang Tidak Berkelanjutan

Pertanian hari ini tidak dapat dilepaskan dari penggunaan berbagai produk-produk teknologi modern seperti mesin pengolah tanah, mesin penanam padi, mesin pemanen, pestisida, hingga pupuk sintetis. Pada satu sisi, alat-alat tersebut memang dapat membantu meningkatkan produktivitas pertanian karena mempercepat waktu tanam dan waktu panen. Namun, pada saat yang sama, pertanian dengan metode demikian telah menjadi salah satu kontributor utama kerusakan lingkungan.

Penelitian IPCC menunjukkan bahwa sektor pertanian bertanggung jawab atas hampir seperempat emisi gas rumah kaca dunia, termasuk dari penggunaan pupuk, pestisida, dan bahan-bahan kimia lainnya serta alih fungsi lahan dan hutan untuk memperluas lahan pertanian. Pertanian memakan setengah dari lahan yang dapat dihuni di Bumi, yang menyebabkan penyusutan habitat alami dan berkurangnya keanekaragaman hayati. Pertanian juga menjadi sumber utama pencemaran air dengan melepaskan nitrat dan amonia ke air permukaan dan air tanah.

Lebih lanjut, penggunaan pestisida, pupuk sintetis, dan bahan-bahan kimia beracun lainnya dalam pertanian menyebabkan kerusakan ekosistem tanah, air, dan udara. Bahan-bahan kimia tersebut bahkan tetap berada di lingkungan selama beberapa generasi. Selain itu, penggunaan mesin-mesin pertanian secara ekstensif, yang seringkali menggunakan bahan bakar fosil, juga berkontribusi terhadap peningkatan emisi GRK. Praktik pertanian yang sangat mekanis dengan mesin-mesin tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan tanah yang lebih parah dan permanen, termasuk melalui metode pemadatan tanah.

Ironisnya, praktik pertanian dengan bantuan alat-alat modern dan bahan-bahan kimia sintetis tersebut bahkan belum mampu menjawab tantangan terkait pangan. Alih-alih mencapai ketahanan pangan, beberapa daerah justru mengalami kerawanan pangan yang serius, bahkan menghadapi kelaparan. Indonesia bahkan harus mengimpor sejumlah komoditas pertanian setiap tahun, termasuk beras, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Pertanian Selaras Alam Masyarakat Adat Ciptagelar 

Kasepuhan Ciptagelar atau yang juga dikenal sebagai masyarakat adat Ciptagelar merupakan salah satu komunitas adat yang hidup di Jawa Barat. Secara administratif, Kampung Adat Ciptagelar berada di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Kampung ini  berada di ketinggian sekitar 1.050 meter di atas permukaan laut dan dikelilingi oleh Gunung Halimun Jawa, Gunung Karancang, dan Gunung Kendeng. 

Untuk memenuhi pangan sehari-hari, sebagian besar masyarakat adat Ciptagelar bergantung pada hasil pertanian yang meliputi tanaman padi, jagung, uwi, ketela, serta beberapa jenis sayur dan buah-buahan. Mereka menanam sendiri semua bahan-bahan makanan tersebut dengan menerapkan pertanian yang selaras dengan alam.

Bagi masyarakat adat Ciptagelar, alam disebut sebagai ”Ibu Bumi” dan “Bapak Langit” yang harus dihormati seperti orang tua sendiri. Kepercayaan ini menjadi landasan mereka untuk menjalankan praktik pertanian yang selaras dengan alam. Mereka Menjalankan pola pertanian dengan cara tradisional tanpa menggunakan berbagai teknologi pertanian modern karena dianggap kurang ramah terhadap lingkungan dan berpotensi merusak alam. Aktivitas bertani sepenuhnya ditopang oleh peralatan tradisional yang sama sekali tidak menimbulkan polusi. 

Misalnya, saat melakukan penggemburan atau pembajakan tanah, masyarakat Ciptagelar hanya menggunakan alat-alat tradisional seperti, cangkul, pisau, dan tenaga hewan seperti kerbau. Penggunaan pestisida dan pupuk sintetis tidak diperkenankan dalam komunitas Kasepuhan Ciptagelar karena cenderung mencemari lingkungan. Dalam proses perawatan dan pemeliharaan tanaman, mereka memilih memanfaatkan pestisida atau pupuk alami yang ramah lingkungan.

Praktik pertanian Kasepuhan Ciptagelar selalu diiringi dengan ritual adat dalam setiap tahapannya. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada Bumi. Bagi mereka, setiap hasil panen merupakan sesuatu yang luhur dan harus dijaga, terutama untuk tanaman padi yang dianggap sakral dan karenanya tidak diperdagangkan.

Dalam pandangan masyarakat adat Ciptagelar, menjual padi berarti membunuh tujuh turunan mendatang. Oleh karena itu, mereka hanya memanfaatkan hasil panen padi untuk kebutuhan sehari-hari, serta menyimpan dua persen dari hasil panen ke dalam lumbung atau yang disebut Leuit Jimat. Praktik ini memastikan stok pangan masyarakat Ciptagelar melimpah. Mereka meyakini bahwa stok beras yang tersedia di Leuit Jimat dapat menghidupi seluruh masyarakat Ciptagelar hingga puluhan tahun..

Mengarusutamakan Pertanian Selaras Alam

Apa yang dilakukan oleh masyarakat adat Ciptagelar menjadi salah satu bukti nyata bahwa praktik pertanian yang selaras dengan alam dapat mewujudkan kedaulatan pangan. Dengan lahan pertanian yang relatif luas, konsep ini dapat diadopsi atau diadaptasi ke berbagai daerah lain di Indonesia untuk mendukung ketahanan pangan nasional tanpa bergantung pada impor. Namun, di tengah perubahan iklim yang dampaknya semakin meluas dan tidak dapat disangkal, merestorasi lingkungan yang terdegradasi dan memastikan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan merupakan langkah awal yang sangat krusial. Kemauan politik dari pemerintah, dalam hal ini, sangat menentukan.


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Abul Muamar
Editor at Green Network Asia | Website |  + posts Bio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor di beberapa media tingkat nasional.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    OJK Luncurkan Panduan Pengembangan dan Penerapan AI dalam Perbankan
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mengulik Dampak Lingkungan dan Kesehatan dari Industri Nikel di Teluk Weda
Agung Bukit
Reporter at Green Network Asia | Website |  + posts Bio

Agung adalah Reporter di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana. Ia memiliki minat dalam bidang jurnalisme, penelitian, filsafat, serta isu-isu seputar ekonomi dan politik.

  • Agung Bukit
    https://greennetwork.id/author/agungbukit/
    Upaya Penyintas Kusta di Singkawang Lawan Stigma dan Diskriminasi dengan Ecoprint
  • Agung Bukit
    https://greennetwork.id/author/agungbukit/
    Bagaimana Suku Semende di Muara Enim Hidup Berdampingan dengan Kucing Hutan
  • Agung Bukit
    https://greennetwork.id/author/agungbukit/
    Edy Suranta Ginting, Menyulap Sampah Plastik menjadi Lukisan
  • Agung Bukit
    https://greennetwork.id/author/agungbukit/
    5 Sektor Prioritas dalam Rencana Aksi Ekonomi Sirkular di Indonesia

Continue Reading

Sebelumnya: Kemajuan Kecil Pendanaan Iklim dalam COP29
Berikutnya: Mewujudkan Rantai Pasok Berkelanjutan dalam Industri Fesyen dan Konstruksi

Artikel Terkait

seorang nelayan berdiri di kapal kecil di tengah perairan Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE

Oleh Abul Muamar
1 Juli 2025
tembok memanjang di hadapan air laut dengan burung-burung bertengger di atasnya Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi

Oleh Seftyana Khairunisa
30 Juni 2025
kaca yang retak Femisida yang Terus Berulang: Alarm tentang Kekerasan terhadap Perempuan
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Femisida yang Terus Berulang: Alarm tentang Kekerasan terhadap Perempuan

Oleh Abul Muamar
27 Juni 2025
kumbang kepik menempel di dedaunan Penurunan Jumlah Serangga yang Kian Mengkhawatirkan
  • Kabar
  • Unggulan

Penurunan Jumlah Serangga yang Kian Mengkhawatirkan

Oleh Kresentia Madina
27 Juni 2025
lahan sawah dengan pepohonan kelapa di belakang Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim

Oleh Abul Muamar
26 Juni 2025
seorang anak berdiri di sebuah rumah kayu Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa

Oleh Abul Muamar
25 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.