Menurunnya Keanekaragaman Hayati Australia

Foto oleh James Wainscoat di Unsplash
Australia terkenal dengan keanekaragaman hayatinya yang kaya, mulai dari kanguru hingga laba-laba raksasa. Benua ini memiliki hampir 600.000 spesies asli, dan banyak di antaranya tidak dapat ditemukan di belahan lain dunia. Misalnya, setengah dari spesies berkantung di dunia berasal dari Australia. Dalam laporan lima tahunan, State of the Environment Australia merangkum perkembangan terkini mengenai kondisi keanekaragaman hayati di benua itu.
Keanekaragaman Hayati Australia
Keanekaragaman hayati meliputi tumbuhan, hewan, jamur, mikroorganisme, dan makhluk hidup lainnya. Sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 15, Menjaga Ekosistem Darat, keanekaragaman hayati sangat penting bagi kelangsungan hidup, kesejahteraan, dan kemakmuran bersama manusia dan Bumi.
Di Australia, para ilmuwan terus menemukan spesies baru. Namun, keanekaragaman hayati benua ini sedang menurun, dan jumlah spesies yang terancam terus meningkat. Hingga Juni 2021, ada 1.918 spesies terancam di Australia dalam berbagai kategori: Punah atau Punah di Alam Liar (105), Sangat Terancam Punah (294), Terancam Punah (724), Rentan (787), dan Bergantung pada Konservasi (8).
Temuan penting mengenai keanekaragaman hayati Australia adalah sebagai berikut:
- Tumbuhan: Australia adalah rumah bagi sekitar 10% tumbuhan dunia (21.000 spesies). Beberapa spesies tanaman yang terancam punah adalah eukaliptus dan anggrek.
- Hewan: Sekitar 21% mamalia Australia adalah spesies yang terancam. Tiga spesies burung baru dinilai terancam. Reptil Emoia nativitatis sekarang statusnya punah, dan ada 67 spesies reptil yang terancam punah. Di antara 243 spesies katak asli, lima punah, dan 50 terancam. Sementara itu, 285 spesies invertebrata berstatus terancam, 22 spesies ikan air tawar Australia menghadapi risiko kepunahan tertinggi, dan sedikit yang diketahui tentang fauna bawah tanah.
- Jamur dan mikroorganisme lainnya: Tidak banyak data yang tersedia. Jamur jari pohon teh (Hypocreopsis amplectens) adalah satu-satunya spesies yang terdaftar sebagai Sangat Terancam Punah.
Tekanan
Degradasi dan hilangnya habitat memberikan tekanan paling dominan pada tumbuhan dan hewan Australia. Bersama perubahan iklim dan spesies invasif, tiga faktor itu berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati di hampir seluruh Australia, bahkan terkadang tidak dapat dikembalikan seperti semula.
Berikut adalah beberapa temuan penting mengenai tekanan pada keanekaragaman hayati Australia:
- Populasi: Aktivitas manusia, pembangunan kota, dan pertumbuhan populasi menyebabkan polusi, penangkapan ikan yang berlebihan, pembukaan lahan, dan kondisi lain yang memengaruhi keanekaragaman hayati.
- Industri: Pertanian ekstensif, pembukaan lahan, serta pertambangan dan produksi energi mengakibatkan hilangnya habitat dan menyebabkan polusi.
- Perubahan iklim: Perubahan halus (pergeseran siklus hidup, kenaikan suhu, dll.) dan peristiwa ekstrem (kebakaran, kekeringan, dll.) menyebabkan kematian massal. Lingkungan perairan di selatan dan timur Australia termasuk yang paling terkena dampak.
- Spesies Invasif: Mereka adalah penyebab utama kepunahan fauna Australia. Ancaman penyakit dan patogen baru juga muncul dan dapat memburuk.
Penanganan
Undang-Undang Perlindungan Lingkungan dan Konservasi Keanekaragaman Hayati (EPBC Act) adalah undang-undang nasional utama Australia untuk melindungi spesies dan komunitas yang terancam. Namun, laporan State of the Environment Australia menilai UU tersebut tidak efektif. Selain itu, walaupun perubahan iklim telah diidentifikasi sebagai ancaman, hanya sebagian kecil dari rencana pemulihan mencakup tindakan khusus untuk menanggulanginya.
Sementara itu, sistem kawasan lindung Australia telah meningkat dengan penambahan Kawasan Lindung Adat. Hak, pengetahuan, dan nilai-nilai masyarakat adat menjadi semakin penting dalam pengelolaan konservasi, tetapi masih banyak yang perlu dilakukan untuk mengintegrasikannya ke dalam undang-undang dan kebijakan.
Sumber: Laporan State of the Environment Australia 2021
Editor & Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Naz adalah Manajer Editorial di Green Network Asia.