Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Petaka Perizinan Pembuangan Limbah Tambang ke Laut Dalam

Ancaman pencemaran laut yang semakin parah terus mengintai karena pemberian izin kepada perusahaan-perusahaan tambang untuk membuang limbah tambang (tailing) ke laut dalam (deep sea tailing placement).
Oleh Maharani Rachmawati
27 November 2024
Gelombang laut berwarna hitam

Foto: Abdullah Ali di Unsplash.

Industri ekstraktif, khususnya pertambangan, telah menjadi sorotan berbagai kalangan karena dampak negatifnya terhadap lingkungan. Di berbagai tempat, praktik pertambangan yang tidak bertanggung jawab telah menyebabkan kerusakan ekosistem yang parah, termasuk deforestasi, pencemaran air, serta degradasi tanah. Selain proses pembukaan lahan tambang yang tak jarang merusak hutan yang menjadi habitat berbagai spesies flora dan fauna serta menggusur masyarakat adat, proses penambangan itu sendiri juga menghasilkan limbah tambang (tailing) yang sangat berbahaya, terutama untuk komoditas seperti batu bara, emas, dan nikel. 

Di Indonesia, ancaman pencemaran laut yang semakin parah terus mengintai karena pemerintah memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan tambang untuk membuang tailing ke laut dalam (deep sea tailing placement).

Pembuangan Limbah Tambang ke Laut Dalam

Pembuangan limbah tambang ke laut dalam atau dikenal dengan istilah Deep Sea Tailing Placement (DSTP) merupakan praktik pembuangan tailing, yakni sisa material yang tertinggal setelah proses ekstraksi mineral dari bijih. Dengan bantuan pompa sentrifugal, tailing dialirkan melalui pipa sepanjang 100 meter atau di bawah lapisan termoklin. Dalam asumsi dasar, tailing yang dibuang ke laut berbentuk lumpur kental yang mengandung 45% padatan dengan berat jenis yang lebih besar dibandingkan air laut sehingga tailing akan tenggelam di dasar laut sebagai sedimen yang tidak akan terangkat lagi dan diharapkan tidak mempengaruhi biota laut di atasnya.

Secara teoritik, asumsi dan teknologi yang digunakan bisa saja benar. Namun kenyataannya, metode DSTP terbukti bermasalah di banyak negara meski para pakar menyebutnya lebih baik dibandingkan pembuangan tailing ke daratan. Sebagai contoh, kecelakaan dalam penerapan DSTP oleh Copper Island di Pulau Vancouver, Kanada, dalam kurun 1971-1996, menyebabkan Teluk Rupert menerima 400 juta ton buangan limbah Copper Island. Studi ilmiah menunjukkan bahwa sedimen tailing telah menyebar ke area yang lebih dangkal dan produktif secara biologis, menciptakan serangkaian masalah yang dipicu oleh fluktuasi termoklin yang tidak stabil karena faktor turbulensi dan fenomena naiknya massa air dari lapisan bawah ke permukaan perairan (upwelling). Keretakan pipa akibat gempa bumi pernah terjadi di Tambang Emas Mishima yang membuang 22.000 ton tailing tiap harinya di Laut Solomon. Seakan tak belajar, pertambangan Ramu NiCo di Papua Nugini mengalami kebocoran pipa pada 24 Agustus 2019, menumpahkan 200 ribu ton tailing ke Teluk Basamuk yang memicu air laut berubah merah, ikan-ikan mati, hingga menghilangkan nyawa manusia.

Di Indonesia sendiri, sebanyak 4 juta ton tailing dari PT Newmont Minahasa Raya (NMR) telah mengubah bentang alam perairan di Teluk Buyat. Kebocoran pipa yang terjadi berulang kali menyebabkan berkurangnya tangkapan ikan masyarakat setempat. Pipa tailing PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) juga berkali-kali mengalami kebocoran yang mencemari ekosistem perairan Teluk Benete, Sumbawa.

Perizinan DSTP di Indonesia

Serangkaian peristiwa di atas menunjukkan indikasi negatif bahwa DSTP sangat berisiko, tidak seperti yang sering didengungkan oleh perusahaan tambang. Bagi  perusahaan, DSTP mungkin merupakan metode paling murah karena ongkos lingkungan dan dampak lain yang mengikuti ditanggung oleh warga lokal. Sayangnya, regulasi di Indonesia masih membuka ruang untuk praktik ini, termasuk di antaranya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Dumping (Pembuangan Limbah ke Laut), Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Hidup, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Meskipun peraturan telah diperketat dengan keharusan memperoleh izin dan pembatasan area DSTP, namun dalam praktiknya tetap menimbulkan masalah. Di lautan tropis seperti di Indonesia, dinamika ketebalan lapisan termoklin dan fluktuasi kedalamannya sering berubah menyesuaikan musim, memungkinkan tailing naik ke permukaan. Posisi Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik menjadikannya sebagai wilayah rawan gempa, sehingga meningkatkan ancaman kebocoran pipa tailing. Kebocoran ini akan menimbulkan kerusakan yang luas. Sampai saat ini, studi ilmiah kondisi laut dalam di Indonesia sangat minim. Hal ini amat riskan karena mitigasi dampak dari pembuangan tailing maupun risiko kecelakaan dalam pembuangan belum diperhitungkan.

Petaka ini dapat terlihat di perairan sekitar Pulau Obi di Maluku Utara dengan izin yang dikantongi Harita Group untuk pembuangan limbah nikel ke laut dalam. Perairan tersebut dikorbankan untuk memenuhi investasi pertambangan bijih nikel sebagai bahan pembuatan baterai kendaraan listrik. Hasil riset WALHI Maluku Utara memperlihatkan parameter kualitas air laut di wilayah Pulau Obi berada di atas ambang batas dan melampaui baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Air laut menjadi keruh kecoklatan dan ikan-ikan tercemar logam berat. Contoh lain, praktik DSTP oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) juga berdampak serius terhadap tangkapan nelayan, terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Temuan lainnya adalah kegiatan DSTP PT Amman Mineral Nusantara yang terindikasi melanggar aturan dari batas izin tapak tailing.

Lautan Bukan Tempat Pembuangan

Laut merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati yang kaya serta sumber kehidupan dan penghidupan bagi manusia. Oleh karena itu, diperlukan tindakan tegas dan nyata untuk menghentikan segala bentuk pencemaran laut, termasuk pembuangan limbah tambang ke dalamnya. Kebijakan dan regulasi yang memungkinkan pemberian izin pembuangan tailing ke laut dalam mesti dikaji ulang seraya mengarusutamakan penerapan pengelolaan dan pemanfaatan tailing yang lebih inovatif, ramah lingkungan, dan bertanggung jawab.

Editor: Abul Muamar

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Continue Reading

Sebelumnya: 2024 Jadi Tahun Terpanas Akibat Emisi Karbon yang Terus Meningkat
Berikutnya: Menyimpan Makanan Tanpa Listrik dengan Model Penyimpanan Terbuka

Lihat Konten GNA Lainnya

Pemandangan pesisir Pantai Utara Jawa dengan garis pantai melengkung, air laut berwarna biru kehijauan, area persawahan di sisi kiri, dan permukiman di tepi pantai. Mengulik Isu Penurunan Muka Tanah Pesisir Jawa
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengulik Isu Penurunan Muka Tanah Pesisir Jawa

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
30 Oktober 2025
beberapa petani perempuan memanen daun teh di kebun Kebangkitan Pertanian Permakultur Lokal di India
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Kebangkitan Pertanian Permakultur Lokal di India

Oleh Ponnila Sampath-Kumar
30 Oktober 2025
Fasilitas LNG di dekat laut. Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi

Oleh Andi Batara
29 Oktober 2025
Sebuah nampan berisi ikan yang di sekitarnya terdapat sikat, pisau, dan makanan laut lainnya. Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan

Oleh Attiatul Noor
29 Oktober 2025
Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua menara pendingin besar yang mengeluarkan uap di malam hari, dikelilingi lampu-lampu dan struktur industri lainnya. Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
28 Oktober 2025
Seorang pria menjual dan mengipas jagung bakar di samping meja yang penuh dengan kelapa muda. Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia

Oleh Nazalea Kusuma dan Dina Oktaferia
28 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia