Revitalisasi Lapangan Merdeka: Komitmen Pemko Medan Bangun Cagar Budaya dan RTH

Anak-anak bermain jungkat-jungkit di Taman Lapangan Merdeka Medan. | Foto oleh Abul Muamar.
Secara umum, kota hari ini identik dengan ruang kehidupan yang serbamodern, dengan bangunan yang rapat, gedung-gedung tinggi, dan jalanan beraspal padat kendaraan. Sementara itu, kota yang dianggap ideal biasanya memiliki setidaknya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di mana orang-orang dapat menikmati sedikit udara segar di tengah kepungan polusi.
Akan tetapi, ruang terbuka hijau saja tidak cukup. Manusia membutuhkan lebih dari sekadar RTH untuk menikmati kota yang layak huni, salah satunya adalah ruang untuk kebudayaan dan warisan sejarah. Atas dasar itulah, Pemerintah Kota Medan merevitalisasi Lapangan Merdeka, yang selama puluhan tahun terakhir tertutupi oleh keberadaan restoran-restoran modern, lapak parkir, kios pedagang buku bekas, dan kantor polisi lalu lintas.
Bangun Panggung Rakyat
Terletak di kawasan “kota lama” Kesawan, Lapangan Merdeka merupakan titik nol KM Kota Medan. Mulai digunakan untuk publik sejak tahun 1891, lapangan yang pada zaman Belanda bernama Esplanade ini dikelilingi oleh beberapa bangunan bersejarah peninggalan kolonialisme Belanda seperti Kantor Pos Medan, Hotel De Boer, Gedung Balai Kota Lama, dan Gedung de Javasche Bank (Bank Indonesia). Di lapangan ini, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan secara terbuka pada 6 Oktober 1945 oleh Teuku Muhammad Hasan, Gubernur Sumatra pertama.
Perjalanan revitalisasi Lapangan Merdeka Medan diawali dengan penetapan alun-alun bersejarah tersebut sebagai cagar budaya pada 28 Oktober 2021. Hal itu merupakan respons Wali Kota Medan atas desakan Koalisi Masyarakat Sipil Medan, yang meminta agar lapangan tersebut dikembalikan fungsinya sebagai RTH dan cagar budaya.
Pada 7 Juli 2022, Presiden Joko Widodo telah meletakkan batu pertama revitalisasi Lapangan Merdeka Medan. Revitalisasi ini merupakan salah satu bentuk komitmen Pemerintah Kota Medan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Tujuan 11.
Salah satu bagian utama Lapangan Merdeka yang direvitalisasi adalah pendopo yang akan dibuat menjadi panggung rakyat. Panggung rakyat ini akan menjadi satu-satunya bangunan yang ada di atas permukaan lapangan.
Tidak Ada Lagi Bangunan yang Menutupi
Yang paling mencolok dari revitalisasi ini adalah tidak ada lagi bangunan yang akan menutupi lapangan. Semuanya akan dirobohkan dan dipindahkan ke lantai bawah tanah (basement). Di basement juga akan dibangun museum, bioskop, dan musala. Selain itu, Lapangan Merdeka juga akan diintegrasikan dengan stasiun kereta api untuk mendukung pembangunan kawasan rendah karbon dan memperkuat potensinya sebagai transit hub dan transit oriented development (TOD).
Proses revitalisasi ditargetkan selesai pada awal tahun 2024, dengan dana sekitar Rp400 miliar yang dialokasikan secara bertahap dari APBD Pemko Medan dan APBD Pemprov Sumatera Utara.
“Revitalisasi ini dilakukan agar Lapangan Merdeka yang penuh dengan nilai sejarah Kota Medan dikembalikan fungsinya sebagai Ruang Terbuka Hijau dan cagar budaya. Selain itu, revitalisasi juga untuk membangkitkan kembali citra Kota Medan sebagai kota berbudaya dan beridentitas,” kata Wali Kota Medan, Bobby Nasution.
Pendekatan utama revitalisasi Lapangan Merdeka adalah pelestarian ruang kota bersejarah. Pohon trembesi tua di pinggir lapangan dan karakter lapangan yang terbuka akan dipertahankan. Upaya konservasi lingkungan melalui konsep taman hujan (rain garden) dan kota spons (sponge city) juga diterapkan dalam revitalisasi lapangan seluas 4,88 hektare ini.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia.