Target Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia

Foto: PLN.
Pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim mendesak kita untuk segera bertindak. Salah satu langkah yang diambil oleh banyak negara adalah dengan beralih dari penggunaan energi berbasil fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Namun, persiapan yang tidak terukur dan tidak menyeluruh dalam transisi energi dapat menyisakan berbagai persoalan. Karenanya, menciptakan transisi energi yang berkeadilan menjadi hal yang penting untuk memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam upaya untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
Pada 16 Februari 2023, pemerintah Indonesia meluncurkan Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP), berkantor di gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pembentukan sekretariat ini merupakan tindak lanjut perjanjian pendanaan transisi energi yang disepakati oleh pemimpin negara-negara peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali tahun 2022.
Target Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia
Indonesia merupakan negara kedua yang mendapatkan pendanaan Just Energy Transition Partnership (Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan) setelah Afrika Selatan. Nilai pendanaan JETP untuk Indonesia mencapai USD 20 miliar atau setara Rp300 triliun. Pendanaan ini bertujuan untuk mempercepat dekarbonisasi di Indonesia dengan beberapa target, yakni:
- Peaking (puncak) emisi sektor ketenagalistrikan diproyeksikan pada tahun 2030, lebih cepat dari proyeksi awal (2039).
- Emisi sektor ketenagalistrikan tidak melebihi 290 juta ton CO2 pada tahun 2030, lebih rendah 67 juta ton CO2 dibandingkan nilai baseline Business As Usual (BaU) sebesar 357 juta ton CO2;
- Net zero emissions sektor ketenagalistrikan pada tahun 2050, lebih cepat 10 tahun dari proyeksi awal;
- Mempercepat pemanfaatan energi terbarukan setidaknya 34% bersumber dari energi terbarukan pada 2030.
Struktur tata kelola JETP terdiri dari tiga tingkatan, yaitu gugus tugas lapisan kebijakan dekarbonisasi Indonesia dan gugus tugas International Partners Group (IPG), Sekretariat JETP, dan pelaksanaan proyek. Dalam hal ini, PT SMI sebagai Country Platform dan manager pendanaan, berkoordinasi di tingkat proyek untuk transaction layer. PT SMI juga bermitra dengan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) yang terdiri dari Bank of America, Citibank, Deutsche Bank, HSBC, Macquaire, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), Standard Chartered, dan bank pembangunan multilateral lainnya.
Sekretariat JETP akan menjadi pusat informasi, perencanaan dan koordinasi, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proyek JETP sesuai instruksi Tim Gugus Tugas. Tugas pertama tim gugus tugas adalah mengatur kelompok kerja untuk percepatan program transisi energi berkeadilan. Untuk enam bulan pertama, Sekretariat JETP akan menyelesaikan peta jalan pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga batubara, memobilisasi investasi, dan mendukung mekanisme pembiayaan.
“Dengan terbentuknya Sekretariat JETP ini, sebagai lapisan koordinasi tim gugus tugas dan pelaksanaan teknis, diharapkan akan menghasilkan dampak yang bermanfaat untuk mendukung pencapaian target JETP,” ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Memastikan Tidak Ada yang Tertinggal
Indonesia menetapkan target emisi nol bersih pada tahun 2060 melalui Mekanisme Transisi Energi/Energy Transition Mechanism (ETM). ETM terdiri dari dua skema, yakni Fasilitas Pengurangan Emisi dan Fasilitas Energi Bersih. Untuk mengakomodir pendekatan yang diperlukan, Indonesia membentuk Country Platform (Platform Negara). Dalam hal ini, Indonesia harus menurunkan emisi karbon sebesar 32% pada tahun 2030 sebagaimana tertuang dalam Nationally Defined Contribution (NDC) yang telah diperbaharui.
Pada akhirnya, memastikan transisi energi berkeadilan juga membutuhkan dialog intensif yang melibatkan semua pihak. Langkah menuju target emisi nol bersih (Net Zero Emission/NZE) mungkin akan memberikan harapan baru. Namun, pada saat yang sama, transisi energi juga berpotensi merenggut mata pencaharian dan kesejahteraan banyak orang.
Untuk itu, para pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan seluruh pihak dan aspek yang mungkin terdampak agar tidak ada satu pun yang tertinggal dalam perjalanan transisi energi, juga agar kata “berkeadilan” tidak berakhir sebagai jargon belaka.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia.