Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • ESG
  • Muda
  • Dunia
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Perempuan Penjaga Hutan di Negeri Patriarki: Kisah Mpu Uteun dan Ekofeminisme di Aceh

Kisah para Mpu Uteun di Aceh menjadi pengingat bahwa solusi terkait krisis lingkungan di wilayah patriarkis secara anekdot datang dari pihak yang justru diremehkan.
Oleh Naufal Akram
25 Agustus 2025
Sekelompok laki-laki muda berfoto bersama seorang ibu di depan sebuah rumah.

Foto bersama seorang Mpu Uteun. | Foto: Dokumentasi pribadi Naufal Akram.

Damaran Baru menguarkan aroma tanah basah dan udara sejuk khas dataran tinggi Gayo. Di antara semak belukar, langkah-langkah ringan diiringi bunyi ranting patah di bawah pijakan mengantarkan saya pada pertemuan yang berkesan dengan para penjaga hutan. Mereka adalah Mpu Uteun–para “ibu hutan”–yang tak gentar melawan penebangan ilegal, membongkar jerat pemburu, mendokumentasikan flora-fauna, dan menanam kembali kehidupan.

Deforestasi di Aceh dan Perjuangan Para Perempuan di Tanah Patriarki

Deforestasi Aceh telah dan sedang berlangsung membabi buta. Data menunjukkan tutupan hutan Aceh menyusut sebanyak 10.610 hektare pada 2024, naik 19% dari tahun sebelumnya. Kehadiran Mpu Uteun menjadi semacam benteng terakhir. Mereka membawa sesuatu yang kerap hilang dalam pendekatan konservasi berbasis kekuasaan: kepedulian relasional. Para perempuan di sini tak hanya melihat hutan sebagai sumber kayu atau lahan, melainkan sebagai penopang kehidupan–air, udara, pangan, dan warisan untuk anak cucu.

Namun, perjuangan Mpu Uteun tidaklah mudah, terutama karena berlangsung di tanah yang kental dengan norma patriarki. Sebuah ironi yang terasa anekdot: urusan hutan dan keamanan yang kerap dianggap domain laki-laki, justru diselesaikan oleh ine-ine–sebutan untuk ibu di Aceh– khususnya di kampung Damaran Baru, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah.

Kini, ruang perempuan pada eksistensi Mpu Uteun semakin melebar. Ruang mereka tidak lagi terbatas pada ranah domestik, melainkan hadir sebagai bagian penting dalam menjaga keseimbangan alam. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan mampu menghadirkan cara pandang yang lebih menyeluruh, yang menghubungkan relasi sosial, keberlanjutan lingkungan, dan keberlangsungan hidup generasi mendatang.

Bahkan pada 2019, para perempuanlah yang diberi hak mengelola 253,04 hektare hutan desa. Setiap kali melakukan patroli, mereka diganjar kompensasi sekitar Rp100.000. Jumlah yang tak sebanding dengan risiko yang harus mereka harapi, namun cukup untuk membuktikan bahwa dedikasi mereka bukan tentang uang.

Munculnya Ekofeminisme di Aceh yang Patriarkal

Ekofeminisme lahir dari pandangan bahwa penindasan terhadap alam dan perempuan bersumber dari sistem dominasi yang sama–patriarki dan kapitalisme– yang menempatkan keduanya sebagai objek untuk dieksploitasi. Teori ini memiliki dua arus utama:

  • Ekofeminisme kultural, yang menekankan kedekatan emosional dan spiritual perempuan dengan alam.
  • Ekofeminisme materialis, yang berfokus pada hubungan struktural antara ketidakadilan gender dan perusakan lingkungan.

Cara Mpu Uteun dalam menjaga hutan mencerminkan sintesis keduanya. Ine-ine di Damaran Baru memperlihatkan bahwa mereka tidak hanya memandang hutan sebagai ibu yang harus dilindungi, namun juga memahami relasi kekuasaan yang membuat perempuan dan hutan sama-sama rentan. Alih-alih tunduk pada tatanan, mereka mengubah keterpinggiran menjadi kekuatan advokasi berbasis pengalaman dan kedekatan langsung dengan alam.

Kisah Mpu Uteun menjadi pengingat bahwa solusi terkait krisis lingkungan di wilayah patriarkis secara anekdot datang dari pihak yang justru diremehkan. Mpu Uteun adalah perlawanan simbolis terhadap dominasi patriarki dan eksploitasi alam. Fenomena ini adalah bentuk narasi baru bahwa perlindungan hutan tak harus berwajah maskulin.

Di tengah sunyi hutan Aceh, suara langkah perempuan-perempuan ini menggema lebih keras dari gergaji mesin. Pertemuan saya dengan para Mpu Uteun kala itu menjustifikasi bahwa harapan atas advokasi ekologis yang berkeadilan tumbuh dari keberanian mereka yang menantang stigma dan mengubah keterpinggiran menjadi kekuatan yang tak tergoyahkan.

Editor: Abul Muamar


Terbitkan cerita ringan dari tengah masyarakat bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Konten Komunitas GNA

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan GNA Indonesia.

Langganan Anda akan memberikan akses ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia, memperkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda sekaligus mendukung kapasitas finansial Green Network Asia untuk terus menerbitkan konten yang didedikasikan untuk pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder.

Pilih Paket Langganan

Naufal Akram
+ postsBio

Naufal adalah mahasiswa S1 Kesehatan Lingkungan di Universitas Indonesia. Ia memiliki minat yang kuat terhadap advokasi lingkungan dan keberlanjutan.

    This author does not have any more posts.

Continue Reading

Sebelumnya: Menyampaikan Pengetahuan yang Dapat Diterapkan melalui Pelatihan Keberlanjutan

Baca Kabar dan Cerita Lainnya

buku terbuka Menyampaikan Pengetahuan yang Dapat Diterapkan melalui Pelatihan Keberlanjutan
  • Kolom IS2P
  • Opini
  • Partner
  • Unggulan

Menyampaikan Pengetahuan yang Dapat Diterapkan melalui Pelatihan Keberlanjutan

Oleh Yanto Pratiknyo
25 Agustus 2025
kubus kayu warna-warni di atas jungkat-jungkit kayu Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama

Oleh Abul Muamar
22 Agustus 2025
penggiling daging di peternakan Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan
  • Opini
  • Unggulan

Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan

Oleh Brian Cook
22 Agustus 2025
dua orang sedang menandatangani dokumen di atas meja Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030

Oleh Abul Muamar
21 Agustus 2025
sekelompok perempuan dan dua laki-laki berfoto bersama. Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor

Oleh Sahal Mahfudz
21 Agustus 2025
Sebuah ilustrasi karya Frendy Marcelino yang menggambarkan tumpukan tote bag dan tumbler tak terpakai yang tumpah keluar dari sebuah tumbler besar. Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia
  • Kolom IS2P
  • Opini
  • Partner
  • Unggulan

Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia

Oleh Nadia Andayani
20 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia