Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Ekosipasi: Gagasan Emansipasi Ekologi untuk Menyelamatkan Alam

Di tengah isu kerusakan lingkungan akibat eksploitasi berlebih dan tidak bertanggung jawab, muncul satu gagasan yang mengajak kita untuk bergerak melampaui emansipasi antroposentris, yakni ekosipasi.
Oleh Abul Muamar
4 Juli 2025
lahan kering dengan sebuah pohon di kejauhan

Foto: Lazarus Marson di Unsplash.

Degradasi lingkungan di Bumi selama ini sangat berkaitan dengan berbagai aktivitas manusia. Deforestasi, polusi, penurunan keanekaragaman hayati, hingga perubahan iklim dengan berbagai dampaknya, semua didorong oleh berbagai kepentingan yang bersifat antroposentris. Di tengah berbagai upaya untuk menyelamatkan Bumi dan manusia, muncul satu gagasan yang mengajak kita untuk bergerak melampaui emansipasi manusia, yakni ekosipasi. Apa itu ekosipasi dan bagaimana gagasan ini dapat mendukung pembangunan berkelanjutan?

Apa itu Ekosipasi?

Ekosipasi adalah gagasan yang mengakui alam—hutan, gunung, laut, keanekaragaman hayati, ekosistem, dan seluruh entitas yang ada di alam—bukan sebagai objek eksploitasi, melainkan sebagai subjek yang setara dengan manusia, termasuk sebagai subjek hukum dan politik. Gagasan ini disampaikan oleh sosiolog Robertus Robet dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar filsafat sosial Universitas Negeri Jakarta, pada 12 Juni 2025.

Gagasan tersebut berpijak pada filsafat Bruno Latour yang menggugat dikotomi antara subjek versus objek—antara manusia versus alam—yang selama ini menjadi basis antroposentrisme, dan mengusulkan cara pandang baru yang menempatkan manusia dan non-manusia dalam posisi yang setara dan saling mempengaruhi. Selain itu, gagasan ini juga terpantik oleh pemikiran Jason W. Moore, yang memandang kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang mengorganisir alam untuk akumulasi modal.

Dengan perubahan iklim dan tingkat kerusakan lingkungan yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat praktik-praktik yang tidak bertanggung jawab terutama yang melibatkan eksploitasi berlebih terhadap alam, Robet menekankan bahwa emansipasi harus mencakup alam dan dilakukan bersama-sama dengan alam, dan itulah yang hendak dicapai melalui ekosipasi. Dengan demikian, alam—pohon, hewan, gunung, sungai, laut, dan seluruh entitas yang ada di Bumi—adalah bagian dari masyarakat yang setara dengan manusia, dengan segala hak-haknya. Oleh karena itu, alam memiliki hak untuk didengar suaranya dan menolak dieksploitasi.

Hak Alam dan Ekosipasi

Gagasan ekosipasi ini pada dasarnya mirip dengan konsep tentang Hak Alam (Rights of Nature/RON), yakni kerangka hukum yang mengakui bahwa alam, termasuk ekosistem dan spesies, memiliki hak intrinsik untuk hidup, berkembang, dan menjalankan fungsi ekologisnya secara alami. Ekuador menjadi negara pertama di dunia yang mengakui hak alam pada tahun 2008. Pada tahun 2024, Aruba menyusul sebagai negara kedua yang mengakui hak alam melalui amandemen konstitusi. Beberapa negara lain juga tengah mengupayakan pengakuan terhadap hak-hak alam dengan melibatkan masyarakat adat, dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda.

Namun, mewujudkan ekosipasi, sebagaimana memperluas pengakuan terhadap hak-hak alam, bukanlah perkara mudah. Dalam orasinya, Robet menyadari bahwa mustahil menghadirkan pohon, hewan-hewan, gunung, dan lainnya ke dalam rapat pengambilan keputusan. Oleh karena itu, sistem perwakilan tetap dibutuhkan. Dalam hal ini, karena tidak semua manusia mampu berdialog dengan alam dan menangkap suara mereka, maka para pengambil kebijakan harus mendengarkan suara alam melalui perwakilan mereka, yakni orang-orang yang selama ini menjadi pihak yang paling mampu memahami: masyarakat adat, komunitas lokal, ilmuwan, dan aktivis/pejuang lingkungan.

Agar ekosipasi memungkinkan, Robet menekankan pentingnya degrowth, yakni upaya untuk mengurangi konsumsi dan menghentikan produksi yang tidak perlu dan merusak, seraya memperluas kesejahteraan manusia dan ekologi. Singkatnya, degrowth bertujuan untuk memastikan keadilan antara manusia dan alam. Dalam konteks negara, degrowth dapat dimulai dengan beberapa upaya, yakni:

  • Menghentikan pertumbuhan yang merusak, seperti ekspansi tambang dan megaproyek yang mengabaikan masyarakat adat dan ekologi.
  • Menggeser sumber daya dari pertumbuhan yang berpusat pada elite, menuju pemenuhan kebutuhan dasar rakyat.
  • Mendorong pembangunan yang berfokus pada redistribusi dan keadilan sosial melalui perluasan layanan publik dan dekomodifikasi.
  • Mendorong ekonomi berbasis komunitas dan ekonomi regeneratif.
Abul Muamar
Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor di beberapa media tingkat nasional.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Femisida yang Terus Berulang: Alarm tentang Kekerasan terhadap Perempuan
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa

Continue Reading

Sebelumnya: GRI Luncurkan Standar Keberlanjutan Baru tentang Perubahan Iklim dan Energi
Berikutnya: Upaya UEA Capai Kemandirian Pangan melalui Plant the Emirates

Artikel Terkait

sekelompok muda-mudi berfoto bersama. Gerakan Masjid BERKAH: Kolaborasi Pengelolaan Sampah di Kota Bandung
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Gerakan Masjid BERKAH: Kolaborasi Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Oleh Khoirun Nisa’ dan Lulu Nailufaaz
11 Juli 2025
bola lampu basah tergantung di kawat Bagaimana Solar Sister Menghubungkan Energi Bersih dengan Pemberdayaan Perempuan di Afrika
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Bagaimana Solar Sister Menghubungkan Energi Bersih dengan Pemberdayaan Perempuan di Afrika

Oleh Attiatul Noor
11 Juli 2025
foto terumbu karang dengan segerombolan ikan kecil yang berenang di dekatnya Indonesia Tandatangani Komitmen Tingkat Tinggi untuk Pelindungan Terumbu Karang
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Indonesia Tandatangani Komitmen Tingkat Tinggi untuk Pelindungan Terumbu Karang

Oleh Seftyana Khairunisa
10 Juli 2025
orang membuat tabung untuk menampung gas Inisiatif Energi Terbarukan Berbasis Komunitas di Desa-Desa Transmigran Halmahera
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Inisiatif Energi Terbarukan Berbasis Komunitas di Desa-Desa Transmigran Halmahera

Oleh Arifa Fajar
10 Juli 2025
bola lampu dengan colokan dengan latar hijau Pemerintah Luncurkan Peta Jalan Hidrogen dan Amonia Nasional
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pemerintah Luncurkan Peta Jalan Hidrogen dan Amonia Nasional

Oleh Abul Muamar
9 Juli 2025
balok-balok kayu dengan simbol ASEAN dan Inggris Luncurkan Kemitraan untuk Ketahanan Kesehatan
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

ASEAN dan Inggris Luncurkan Kemitraan untuk Ketahanan Kesehatan

Oleh Kresentia Madina
9 Juli 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.