Intervensi Sistemik dalam Penanggulangan Anemia pada Remaja Perempuan dan Perempuan

Foto: Freepik.
Kesehatan merupakan fondasi yang menentukan kesejahteraan setiap orang. Oleh karena itu, setiap masalah kesehatan tidak boleh dianggap remeh, termasuk anemia. Lebih dari sekadar mengganggu produktivitas, anemia adalah akar permasalahan dari tingginya angka kematian ibu dan kasus stunting balita. Masalah kesehatan ini tidak mengenal usia, namun remaja perempuan dan perempuan menjadi kelompok yang paling rentan. Demi meningkatkan kesehatan remaja perempuan dan perempuan, diperlukan intervensi yang lebih kuat dalam pencegahan dan penanggulangan anemia, terlebih karena masalah kesehatan ini bersifat sistemik.
Mengenal Anemia
Anemia adalah kondisi yang ditandai dengan kadar hemoglobin yang lebih rendah dari kondisi normal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa anemia pada laki-laki dewasa ditandai dengan kadar hemoglobin di bawah 13 gram/desiliter (g/dl), pada perempuan dewasa dan remaja perempuan (12-14 tahun) di bawah 12 g/dl, dan pada perempuan hamil di bawah 11 g/dl. Sementara itu, batasan klinis yang umum digunakan untuk mendiagnosis anemia adalah kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl.
Anemia pada dasarnya bukanlah suatu diagnosis penyakit, melainkan rangkaian gejala yang harus diwaspadai dan diselidiki penyebabnya. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan seseorang bisa mengalami anemia, yaitu berkurangnya pembentukan sel darah merah oleh sumsum tulang, perdarahan (menstruasi, persalinan, perdarahan saluran pencernaan, kecelakaan), dan kelainan darah (thalasemia). Di negara berkembang seperti Indonesia, juga ada kasus dimana terdapat infeksi parasit (cacing tambang) yang menyebabkan anemia.
Gejala paling umum anemia adalah 5L, yaitu lemah, lesu, lelah, letih, dan lalai. Anemia juga sering disertai dengan sakit kepala, mata berkunang-kunang dan mudah mengantuk, serta penurunan konsentrasi dan produktivitas. Dalam kondisi akut, anemia dapat membuat detak jantung yang lebih cepat, sesak napas, nyeri dada, hingga bisa menyebabkan gangguan fungsi organ.
Kasus Anemia di Dunia dan Indonesia
Lebih dari 2 miliar orang mengalami anemia dan berkontribusi atas tiga perempat dari 1 juta kematian per tahun di Afrika dan Asia Tenggara. Perempuan usia produktif dan perempuan hamil merupakan kelompok terbanyak yang mengalami anemia. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2018, tercatat 26,8% anak usia 5-14 tahun menderita anemia dan 32% pada usia 15-24 tahun. Dengan kata lain, tiga sampai empat dari 10 remaja menderita anemia.
Sebuah studi mengungkapkan kasus anemia global tetap tinggi di kalangan perempuan dan remaja perempuan, namun menurun pada laki-laki. Remaja perempuan rentan terhadap anemia karena secara alamiah kadar hemoglobinnya lebih rendah dibandingkan laki-laki. Adanya siklus menstruasi juga menjadi penyebab tingginya angka anemia pada perempuan dan remaja perempuan.
Dampak anemia pada remaja perempuan akan terbawa hingga dewasa terutama saat hamil. Anemia dapat mengakibatkan ibu hamil mengalami perdarahan sebelum dan saat melahirkan yang akan mengancam keselamatan ibu dan anak. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), anemia menyebabkan sekitar 800.000 ibu melahirkan dirawat di ruang gawat darurat setiap tahun dan menyebabkan hampir 6.000 kematian ibu.
Tidak hanya itu, bayi yang dikandung oleh perempuan yang mengidap anemia dapat mengalami hambatan pertumbuhan, keguguran, lahir prematur, berat badan rendah, dan gangguan pertumbuhan seperti stunting, wasting, dan gangguan neurokognitif. Menurut data, sekitar 23% bayi di Indonesia lahir dalam keadaan stunting karena ibu mereka mengalami anemia sejak masa remaja.
Tindakan yang Belum Memadai
Isu anemia bukannya tanpa tindakan penanganan. WHO telah merekomendasikan program suplementasi zat besi dan asam folat sejak tahun 1970-an. WHO juga menerbitkan dokumen yang memandu dan merekomendasikan pengendalian anemia di negara-negara di dunia. Namun, perkembangan penurunan prevalensi anemia masih sangat lambat.
Di Indonesia, kebijakan mengenai pencegahan anemia pada remaja perempuan dan perempuan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Di samping itu, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan buku pedoman pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja perempuan dan perempuan subur. Berbagai program dan inisiatif juga telah dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat sipil untuk menekan kasus anemia pada remaja perempuan dan perempuan subur. Namun, seluruh tindakan yang ada masih belum cukup.
Perencanaan pemerintah yang belum komprehensif, fasilitas kesehatan yang belum memadai dan tidak merata di setiap daerah, minimnya sumber daya manusia dan anggaran, pendistribusian suplemen yang rumit di negara kepulauan seperti Indonesia, dan sistem pengawasan serta pengontrolan yang masih lemah, merupakan beberapa faktor penyebab utamanya.
Intervensi Sistemik dalam Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah kesehatan yang seringkali disalahpahami dan dianggap sebagai kelelahan biasa sehingga diabaikan dan dianggap remeh. Padahal, anemia adalah salah satu akar permasalahan yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu.
Yang lebih buruk, anemia bahkan sering dipandang sebatas sebagai masalah kesehatan semata. Kenyataannya, anemia adalah masalah kesehatan masyarakat yang bersifat sistemik, yang tidak bisa diatasi dengan pendekatan yang terbatas atau parsial. Masalah kesehatan ini erat kaitannya dengan kemiskinan dan ketimpangan sosial-ekonomi, yang menyebabkan banyak orang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya secara proporsional, dan dalam banyak kasus juga menyebabkan banyak orang kurang memperoleh informasi dan pengetahuan yang memadai mengenai nutrisi dan risiko kesehatan. Hal ini tidak terlepas dari masalah terbatasnya akses ke makanan bergizi yang terjangkau, kurangnya akses ke pendidikan yang berkualitas untuk semua orang, ketimpangan akses layanan kesehatan di banyak daerah, serta terbatasnya akses ke lapangan pekerjaan dan peluang ekonomi yang lebih luas, yang secara struktural dan kultural terutama dihadapi oleh anak perempuan dan perempuan.
Oleh karena itu, diperlukan intervensi sistemik untuk mencegah dan menanggulangi anemia di tingkat nasional, yang tidak terbatas pada intervensi khusus nutrisi dan peningkatan layanan kesehatan. Penanggulangan anemia pada remaja perempuan dan perempuan harus dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif, koheren, dan terintegrasi dengan mempertimbangkan berbagai aspek kebutuhan yang menentukan kesehatan dan kesejahteraan setiap orang. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan utama harus meningkatkan komitmen dan bahu-membahu dalam pekerjaan ini.

Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.