Kunci Pemberdayaan Pemuda dan Upaya yang Dilakukan Kemenpora

Sekretaris Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kemenpora, Esa Sukmawijaya. | Foto oleh Esa Sukmawijaya.
Pemuda merupakan aktor penting dalam agenda pembangunan berkelanjutan. Perlakuan terhadap pemuda hari ini akan menentukan seperti apa masa depan dunia. Karenanya, memberdayakan dan meningkatkan kapasitas pemuda saat ini merupakan hal krusial bagi dekade-dekade mendatang.
Selain orang tua dan lingkungan, pemerintah juga punya peran penting dalam memberdayakan pemuda. Di Indonesia, peran itu salah satunya menjadi tanggung jawab Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Untuk itu, Kemenpora telah menetapkan dan menjalankan langkah-langkah, kebijakan, serta strategi untuk memberdayakan pemuda demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Atas nama Green Network, saya mewawancarai Esa Sukmawijaya, Sekretaris Deputi 1 Kemenpora pada 26 September dan 5 Oktober 2022, membahas apa saja yang dilakukan Kemenpora seputar pemberdayaan pemuda Indonesia.
Kemenpora memiliki tanggung jawab dalam pemberdayaan dan pengembangan kapasitas pemuda. Seperti apa langkah/kebijakan yang dibuat?
Pertama-tama, Kemenpora harus menundukkan posisinya dalam melaksanakan mandat UU Kepemudaan, dimana pemuda harus dilayani, diberdayakan, dan dikembangkan kapasitasnya. Dalam hal pemberdayaan pemuda, Indonesia berbeda dengan Brunei Darussalam, apalagi Singapura. Mereka negara kecil. Sementara kita harus membuat kebijakan yang disesuaikan dengan konteks daerah (mulai dari provinsi hingga desa/kelurahan), yang mana pemuda di setiap daerah berbeda-beda karakteristiknya.
Sejak dua tahun terakhir, kami mendorong Perpres Nomor 43 Tahun 2022 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan. Koordinasi harus dilakukan secara strategis untuk memberikan pelayanan kepemudaan yang optimal dari pusat hingga ke daerah. Dalam Perpres ini, Menpora diamanahkan sebagai Ketua Tim Pelaksana Koordinasi.
Secara kolektif, kebijakan yang dibuat harus sejalan dengan Rencana Aksi Nasional (RAN). Tahun ini, Tim Koordinasi Nasional (TKN) mengkoordinasikan 27 kementerian/lembaga. Peraturan Menpora untuk TKN ini sedang digodok. Tahun depan insya Allah rampung dan akan menginspirasi tim koordinasi di tingkat daerah (provinsi sampai desa/kelurahan) dalam mengawal Rencana Aksi Daerah. Dengan demikian, pembangunan kepemudaan, sebagaimana seharusnya, bersifat sangat masif. Youth mainstreaming.
Berkenaan dengan SDGs, tahun 2018 bersama Bappenas, BP, dan UNFPA, Kemenpora telah mengidentifikasi 241 indikator SDGs. Hasilnya, ada sekitar 60 indikator yang relevan dengan pembangunan remaja dan pemuda di Indonesia. Capaian keberhasilan untuk 60 indikator ini dievaluasi bersama-sama dan kemudian ditindaklanjuti, melibatkan para pemuda sendiri dan stakeholders terkait. Pemuda dalam konteks ini meliputi pemuda secara individual maupun organisasi kepemudaan dan komunitas.
Kemenpora melalui Deputi 1 juga memiliki tugas untuk meningkatkan sumber daya, wawasan, kapasitas, ilmu pengetahuan & iman taqwa, serta kreativitas pemuda. Nah, apa inisiatif Kemenpora untuk memenuhi tugas-tugas itu?
Ada dua Kedeputian di Kemenpora menyangkut pemuda, yakni youth empowerment dan youth development. Merujuk Pak Sakhyan Asmara (salah seorang penggagas Undang Undang Kepemudaan), youth empowerment adalah penanganan pemuda yang “bermasalah”, yang termarjinalkan, yang destruktif, dan sebagainya. Ini juga terkait proses penyadaran. Jenjang Eselon 2 saat ini terbagi ke dalam keasdepan yang mengelola Tenaga dan Sumber Daya Pemuda, Wawasan, Kapasitas, Iptek Imtaq, dan Kreativitas.
Sedangkan youth development itu terlibat pada penanganan pemuda yang “manis-manis”, maksudnya adalah pemuda yang jadi pelopor, pemimpin, wirausaha, dan sebagainya.
Dari 60 indikator yang relevan dengan remaja dan pemuda Indonesia tadi, menjadi jelas yang mana saja yang merupakan tugas Deputi 1, misalnya unemployment (pengangguran) dan angka kesakitan pemuda.
Setiap tahun PBB mengadakan konferensi tingkat dunia bertajuk The Economic and Social Council (ECOSOC) Youth Forum. Kemenpora melalui dua kedeputian pemuda melakukan seleksi secara bersama-sama, memilih pemuda Indonesia yang layak tampil pada forum ini. Selanjutnya, para pemuda hasil seleksi ini akan tampil pada forum ECOSOC tersebut.
Isu tahunan yang dibahas berkaitan dengan 17 tujuan SDGs, baik berkenaan dengan dukungan kebijakan kepemudaan dari pemerintah maupun yang berkaitan dengan peran aktif pemuda melalui serangkaian pengalaman baiknya. Namun mengingat kendala pandemi COVID-19 dua tahun terakhir, pembahasan isu-isu SDGs tersebut dilakukan secara daring.
Selain itu, Kemenpora juga mengelola kegiatan Kapal Pemuda ASEAN dan Jepang, Pertukaran Pemuda Antar Negara, kerjasama bilateral antarnegara, pengelolaan kepramukaan, dan sebagainya. Itu semua di samping sejalan dengan strategi pembangunan nasional dengan instrumen Indeks Pembangunan Pemuda (IPP), juga sangat relevan sebagai strategi implementasi SDGs.
Apa saja kebijakan Kemenpora yang perlu diketahui yang berkaitan dengan pemuda?
Selain UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, kini sedang ditelaah juga draf Desain Besar Kepemudaan Nasional (DBKN). Seperti saya sampaikan tadi, ada Perpres Nomor 43/2022 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan. Isu Perpres ini menjadi primadona, baik di pusat maupun daerah, apalagi jika model koordinasi ini dihubungkan dengan Indeks Pembangunan Pemuda (IPP).
Pada tahun 2024 ditargetkan bahwa IPP kita secara nasional dapat mencapai 57,67. IPP ini tak ubahnya seperti miniatur SDGs—sama-sama berbasis outcome. Ini terkait dengan data. Data secara makro berupa capaian dan IPP atau SDGs tadi. Secara mikro, data itu berupa individu pemuda. Data ini mencakup kondisi existing dan kondisi setelah ada intervensi pemerintah. Akan terlihat ada atau tidak peningkatan kinerjanya. Ini tantangan besar, sudah bicara big data analytic.
Selanjutnya ada Kepramukaan. UU yang melandasinya bernomor 12 Tahun 2010. Kemenpora berkoordinasi dengan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka pada tingkat pusat. Untuk tingkat provinsi, atas arahan Gubernur yang didelegasikan kepada Dinas yang mengelola kepemudaan, biasanya Dinas Pemuda dan Olahraga, akan berkoordinasi dengan Kwartir Daerah. Sedangkan pada tingkat kota/kabupaten, koordinasi oleh pemda dilakukan dengan Kwartir Cabang.
Gerakan Pramuka sangat penting, antara lain dalam menopang nation and character building. Penanaman jiwa patriotisme, nasionalisme, kesukarelawanan, kepeloporan, kepemimpinan, dan sebagainya. Yang menarik adalah terdapat Kesakaan. Ada Taruna Bumi untuk pertanian, Husada untuk bidang kesehatan, ada Bhayangkara terkait ketertiban masyarakat, dan ada Dirgantara terkait keangkasaan.
Guna menampung minat dan bakat potensi generasi muda, ada juga Saka Bahari, Saka Wanabakti (kelestarian SDA dan hutan), Saka Pariwisata, Saka Wira Kartika, dan Saka Kalpataru. Kerennya, jumlah anggota pramuka Indonesia ada sekitar 21 juta orang, lho. Menurut World Organization of Scout Movement (WOSM), ini yang terbesar di dunia.
Bagaimana dengan kebijakan Sentra Pemberdayaan Pemuda (SPP)?
SPP itu amanat UU Kepemudaan. Pada Pasal 35, jelas tercantum bahwa SPP merupakan salah satu prasarana kepemudaan. Sebagai penjabaran amanat UU ini, lahirlah dua Permenpora, yakni Permenpora Nomor 32 Tahun 2016 tentang Sentra Pemberdayaan Pemuda (SPP); dan Permenpora Nomor 1 tahun 2018 tentang Strategi, Capaian, dan Kurikulum Sentra Pemberdayaan Pemuda.
Tahun ini Pak Menpora secara konkret mengarahkan agar SPP ini bisa terus dilanjutkan. Secara khusus beliau menegaskan agar ada piloting SPP pada tingkat desa/kelurahan. Minimal ada satu SPP desa/kelurahan di setiap kota/kabupaten. Ini perlu bersinergi dengan kementerian terkait, paling tidak Kemendes, Kemendagri, dan Kemensos. Menurut kami, secara realistis pada tahun 2024 mendatang, SPP harus sudah ada di setiap kota/kabupaten.
Sembari menuju ke sana, menarik bahwa hampir 700-an desa di Indonesia memiliki Data Desa Presisi (DDP). Sejak dua tahun terakhir ini, Kemenpora bersinergi dengan IPB University, berupaya agar SPP tingkat desa/kelurahan dapat didukung oleh inovasi DDP. Inovasinya adalah bahwa data itu bukan hanya numerik, namun juga spasial, bahkan hingga detail foto rumah di mana pemuda itu tinggal. Inovasi lainnya, pemuda desa itu, tentu secara selektif berperan sebagai petugas sensus. Otomatis pemuda akan melihat kondisi dan potensi pemuda dan SDA di desanya.
Pada gilirannya, data dan fakta ini dibawa oleh para pemuda melalui organisasi/komunitas pada Musrenbangdes. Di desa, kan, ada karang taruna. Dengan demikian, pemuda desa menjadi objek dan sekaligus subjek pembangunan.
Sejauh mana inklusivitas yang diterapkan Kemenpora dalam kebijakan terkait pemberdayaan pemuda?
Pada IPP, sebagai parameter keberhasilan pembangunan kepemudaan, ada dimensi gender. Kami mendorong agar setiap kegiatan Kemenpora itu responsif gender. Setiap kegiatan kepemudaan memiliki komposisi peserta separuh laki-laki separuh perempuan, termasuk pada pelibatan pemuda di forum-forum internasional. Ini menjadi prinsip kami.
Secara khusus pada IPP itu ada indikator yang mementingkan pemuda perempuan (pemudi), yaitu persentase remaja perempuan sedang hamil, perkawinan usia anak, persentase pemudi sedang bersekolah SMA ke atas, dan persentase pemudi bekerja di sektor formal. Kemenpora secara bersama-sama dengan Bappenas, Kemenko PMK, Kemendagri, dan BPS serta Kementerian/Lembaga terkait ikut memantau progress capaian kinerjanya, baik secara nasional maupun antarprovinsi.
Selain itu, kami punya Asdep Tenaga dan Peningkatan Sumber Daya Pemuda yang antara lain fokus pada kegiatan-kegiatan yang mengakomodir kiprah para pemuda dengan kebutuhan khusus. Staf Khusus Presiden Bidang Sosial, Mbak Angkie Yudistia itu, sering kami ajak sebagai narasumber pada beberapa kegiatan di daerah dengan peserta para pemuda difabel. Mereka itu punya potensi besar.
Pernah suatu kali, dalam Pertukaran Pemuda Antar Negara (waktu itu dengan Kanada), kami mengajak pemuda kita dan Kanada berdialog dengan para pengambil kebijakan dan warga di Desa Bengkala, Bali Utara. Desa tersebut mempunyai tingkat tuna rungu yang tinggi dalam beberapa generasi. Namun yang kita lihat, warga desa di sana, termasuk pemudanya, sangat tidak minder. Mereka sangat berbakat dalam sejumlah keterampilan. Hal-hal seperti ini tentu menumbuhkan kesadaran dan kesetiakawanan sosial di kalangan generasi muda Indonesia.
Adapun tentang kehidupan beragama, Kemenpora punya kegiatan moderasi antaragama. Beberapa daerah menjadi lokasi kegiatan kami. Kami bersinergi dengan Kementerian Agama dan narasumber/pendakwah yang youth friendly dan santun namun mencerahkan bagi pemantapan toleransi pemuda lintas agama atau keyakinan.
Indonesia saat ini memiliki sekitar 64 juta penduduk anak-anak yang berada di bawah umur 18 tahun. Anak-anak tersebut diharapkan menjadi generasi Indonesia Emas pada tahun 2045. Langkah/kebijakan/inisiatif apa saja yang dilakukan oleh Kemenpora?
Kemenpora memastikan adanya arahan yang jelas terkait desain besar kepemudaan nasional (DBKN) yang proyeksinya diarahkan sampai 2045. Langkahnya bersifat lintas kementerian/lembaga.
Khusus untuk anak, kami belajar banyak dari Kementerian PPA. Landasan mereka UU tentang Perlindungan Anak. Ada forum anak yang secara berjenjang dikelola dari tingkat desa/kelurahan hingga tingkat nasional dan dunia. Itulah sebabnya, seperti tadi saya katakan, kebijakan Pak Menpora sudah tepat, yakni menjalin kerjasama dengan Kemendes PDTT dan Kemendagri perihal bagaimana Sentra Pemberdayaan Pemuda (SPP) itu dapat konkret hadir di tingkat desa/kelurahan hingga tingkat nasional.
Sekali lagi, baseline dan implementasi SDGs pemuda juga menyasar para remaja di bawah usia 18 tahun. Usia pemuda itu sesuai UU Kepemudaan menyasar usia 16-30 tahun. Ada usia 16 sampai 18 tahun yang sejatinya beririsan dengan pelayanan kepada anak. Merujuk metadata pada IPP, untuk indikator persentase remaja perempuan sedang hamil, itu menyasar perempuan berusia 15-18 tahun. Pada Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), itu juga mengakomodir para pemuda dan remaja di bawah 18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan.
Apa kunci pemberdayaan pemuda bagi masa depan Indonesia yang lebih baik?
Pemberdayaan pemuda harus melibatkan setiap pemuda pada semua proses pembangunan, sejak perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi. Undang-undang menggarisbawahi hal ini, bahkan ini menjadi hak setiap pemuda Indonesia.
Hal lain, perlu pengaturan yang jelas antara kewenangan pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, perlu dievaluasi kebijakan dan kegiatan yang ada dalam ikhtiar mengidentifikasi mana kegiatan yang benar-benar berdampak pada peningkatan kualitas pemuda, dan mana yang tidak. Perlu visualisasi strategi berupa logical framework yang disepakati bersama, melibatkan juga swasta dan kalangan filantropi atau angel investor. Perlu banyak big campaign yang melibatkan para pemuda itu sendiri. Dari pemuda, oleh pemuda, untuk pemuda.
Penghargaan kepada siapapun, selama inovasinya sungguh-sungguh berdampak pada peningkatan partisipasi pemuda (terutama berbasis iptek), harus diutamakan. Untuk itu, pendataan pemuda secara akurat sangat penting. Dari sini kita akan punya analisa yang tajam terhadap data yang sangat besar itu.
Pesan yang ingin disampaikan kepada para pemuda Indonesia.
Kepada para pemuda, saya selalu sampaikan agar menguasai minimal dua bahasa asing. Kenapa? Karena bahasa itu instrumen untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, selalu think globally dan act locally. Ketiga, dan ini yang utama, laksanakan dan pedomani sila pertama Pancasila karena itu menyangkut agama kita masing-masing, yang menuntun kita untuk berbuat baik. Agama itu berdasarkan kebenaran dari Tuhan. Semua urusan di dunia ini milik Yang Maha Kuasa. Jadi, kembalikan kepada-Nya, tawakal, agar urusan kita dimudahkan, rezeki dimudahkan, dan hindari sifat sombong. Insya Allah…
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki sepuluh tahun pengalaman kerja di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.