Tantangan Pemberantasan Kemiskinan di Indonesia
Jika ada satu masalah sosial klasik yang terus ada di sepanjang masa dan di banyak tempat, itu adalah kemiskinan. Kemiskinan dapat kita saksikan di mana-mana, termasuk ketika negara-negara di seluruh dunia telah mencapai berbagai kemajuan dalam pembangunan dan teknologi. Di Indonesia, jumlah penduduk miskin dilaporkan menurun dalam dua tahun terakhir sejak Maret 2021. Laporan Bank Dunia menyoroti sejumlah hal penting terkait upaya pemberantasan kemiskinan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Penurunan Angka Kemiskinan di Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2023 adalah 25,9 juta jiwa atau 9,36% dari jumlah penduduk, menurun 0,46 juta jiwa (0,21%) dibanding angka pada September 2022. Angka tersebut diperoleh berdasarkan definisi penduduk miskin BPS, yaitu penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran di bawah Garis Kemiskinan yang ditetapkan sebesar Rp550.458 per kapita per bulan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi turunnya angka kemiskinan pada Maret 2023 adalah penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP), penurunan laju inflasi, dan kenaikan konsumsi rumah tangga.
Sementara itu, angka kemiskinan ekstrem tercatat sebesar 1,12% per Maret 2023, turun 0,62% dibanding September 2022. Berbeda dengan kemiskinan “biasa”, kemiskinan ekstrem diukur berdasarkan kondisi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan mengacu pada paritas daya beli/purchasing power parities (PPPs) 2011, yakni US$1,9/orang/hari. Penduduk yang hidup dalam kemiskinan ekstrem umumnya tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal yang layak, pendidikan, dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial.
Sayangnya, meski kemiskinan menurun, ketimpangan justru meningkat. BPS mencatat, gini ratio naik dari 0,381 pada September 2022 menjadi 0,388 pada Maret 2023. Naiknya tingkat ketimpangan itu bahkan melebihi kondisi sebelum Pandemi COVID-19, dimana pada September 2019, gini ratio adalah 0,380.
Tantangan dalam Pemberantasan Kemiskinan
Penurunan angka kemiskinan berdasarkan data tersebut mungkin terdengar menggembirakan. Namun, angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah, yakni 0% kemiskinan ekstrem pada pada 2024. Apalagi, jika mengacu pada PPPs 2017 yang telah diperbaharui oleh Bank Dunia, yakni US$ 2,15/orang/hari, maka angka kemiskinan ekstrem di Indonesia akan lebih besar dari 1,12 persen.
Pemberantasan kemiskinan dan ketimpangan tetap menjadi PR besar yang membutuhkan penanganan yang serius. Laporan Bank Dunia bertajuk Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security mencatat bahwa penerimaan pemerintah yang rendah dan subsidi yang berbiaya tinggi telah mengurangi ruang fiskal dan membatasi lebih banyak investasi yang berpihak pada masyarakat miskin. Laporan tersebut memaparkan sejumlah temuan penting dan tantangan dalam upaya pemberantasan kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia:
- Lebih dari sepertiga penduduk Indonesia rentan jatuh miskin jika terjadi guncangan. Pandemi COVID-19 adalah salah satu contoh. Pada tahun 2019, 40% penduduk Indonesia tidak aman secara ekonomi.
- Sekitar setengah dari jumlah perempuan Indonesia belum menjadi bagian dari angkatan kerja, karena dibatasi oleh norma budaya dan tanggung jawab perawatan keluarga di rumah, sehingga membatasi peluang mereka dalam mendapatkan mata pencaharian untuk rumah tangga.
- Perubahan iklim diperkirakan akan meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan guncangan alam, yang dapat menjebak rumah tangga miskin ke dalam kemiskinan dan mendorong rumah tangga yang tidak aman secara ekonomi kembali ke dalam kemiskinan.
- Sektor pertanian dan jasa dengan nilai tambah rendah merupakan pendorong utama pemberantasan kemiskinan. Namun, sektor tersebut seringkali tidak terlalu produktif atau tidak cukup untuk mendukung upaya seseorang keluar dari kemiskinan.
- Pekerjaan berketerampilan tinggi tetap langka di Indonesia, dan hal itu membatasi jalan menuju keamanan ekonomi.
- Mitigasi perubahan iklim secara khusus akan merugikan pekerja di sektor industri padat karbon jika tidak dilindungi
Rekomendasi
Laporan tersebut menyatakan bahwa kebijakan pemberantasan kemiskinan di Indonesia perlu diperluas melalui pendekatan multi-cabang, seperti menciptakan peluang yang lebih baik, melindungi rumah tangga dari kemiskinan, dan memfokuskan sumber daya fiskal pada investasi yang berpihak pada masyarakat miskin, seraya mendorong pemanfaatan informasi dan bukti yang lebih baik untuk pengambilan keputusan.
Laporan tersebut memaparkan sejumlah rekomendasi yang dapat dilakukan dalam upaya pemberantasan kemiskinan di Indonesia:
- Memperluas cakupan jaminan sosial ke seluruh pekerja untuk meningkatkan perlindungan dan produktivitas.
- Mengikutsertakan masyarakat miskin dalam sistem keuangan digital untuk menciptakan ketangguhan terhadap guncangan dan mengurangi kemiskinan.
- Berinvestasi dalam infrastruktur yang tangguh dan investasi yang tanggap iklim untuk mengurangi dampak merugikan dari bencana alam.
- Menyediakan fasilitas penitipan anak yang terjangkau untuk menciptakan lapangan kerja, mendorong peran serta angkatan kerja perempuan, dan meningkatkan produktivitas.
“Indonesia perlu meningkatkan perlindungan sosialnya, termasuk di dalamnya bantuan sosial dan asuransi, serta inklusi finansial seraya melakukan investasi berketahanan pada infrastruktur untuk memitigasi dampak guncangan di masa mendatang. Indonesia memiliki banyak pilihan bagus dalam sistem yang digunakan saat ini untuk meningkatkan pendanaan bagi investasi yang lebih berpihak kepada rakyat miskin,” kata Satu Kähkönen, Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste.
Kemiskinan–dan ketimpangan–adalah masalah serius yang mendesak, terutama jika tidak sekadar mengacu pada definisi yang telah disebutkan di atas. Kemiskinan dapat menjadi akar berbagai masalah lainnya, seperti putus sekolah, pekerja anak, kesehatan yang buruk, kriminal, hingga konflik. Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan seperti lahan yang terdegradasi, sungai dan laut yang tercemar, hutan yang rusak, pohon-pohon yang semakin berkurang di kawasan permukiman, polusi udara, dan keanekaragaman hayati yang menurun, merupakan faktor-faktor yang dapat menentukan atau turut memperparah kondisi kemiskinan. Jika hal-hal tersebut belum dianggap sebagai faktor, mengakuinya sebagai sesuatu yang penting dan berpengaruh dalam kehidupan manusia dapat menjadi langkah yang berarti dalam penentuan kebijakan terkait pemberantasan kemiskinan.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.