Mendorong Peningkatan Kualitas dan Pemerataan Dokter di Indonesia

Foto: Sasin Tipchai di Pixabay.
Layanan kesehatan adalah aspek fundamental dalam kehidupan yang mendukung kita untuk mencapai kesejahteraan. Namun, tidak semua orang dapat memperoleh layanan kesehatan, terutama layanan kesehatan yang berkualitas. Di Indonesia, selain karena faktor kemiskinan, masalah ini terjadi karena jumlah dokter yang ada tidak sebanding dengan jumlah penduduk, dan sebarannya tidak merata di semua daerah. Untuk mewujudkan layanan kesehatan yang berkualitas untuk semua, perlu upaya perbaikan komprehensif di bidang kesehatan, salah satunya dengan pemerataan dokter dan peningkatan kualitasnya di seluruh wilayah Indonesia.
Kekurangan dan Ketimpangan Distribusi Dokter
Kementerian Kesehatan mencatat jumlah dokter secara keseluruhan di Indonesia per Juni 2023 adalah 159.977 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 30.347 orang di antaranya merupakan dokter spesialis. Jika mengacu pada standar rasio jumlah dokter yang dibutuhkan di suatu negara yang ditetapkan oleh WHO, yakni 1:1.000 (satu dokter melayani 1.000 penduduk), maka jumlah tersebut masih jauh dari kata cukup. Menurut BPS, jumlah penduduk Indonesia hingga pertengahan 2023 mencapai 278,69 juta jiwa.
Demikian pula dengan jumlah dokter spesialis. Menurut Kemenkes, Indonesia masih kekurangan sekitar 18.752 dokter spesialis jika merujuk pada rasio ideal yang ditetapkan Bappenas, yakni 0,28:1.000 (0,28 dokter spesialis untuk setiap 1.000 penduduk). Mirisnya, kekurangan terjadi pada jumlah dokter spesialis dasar yang dibutuhkan di setiap rumah sakit, seperti dokter spesialis obstetri ginekologi (kandungan), dokter spesialis kesehatan anak, dan dokter spesialis penyakit dalam.
Tidak hanya kekurangan, Indonesia juga menghadapi masalah ketimpangan distribusi dokter di setiap daerah. Daerah-daerah di wilayah Indonesia bagian Barat, khususnya di Pulau Jawa seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur, masing-masih memiliki jumlah dokter lebih dari 23,7 ribu orang. Sedangkan daerah-daerah di Indonesia bagian tengah dan timur seperti Papua Barat, Maluku Utara, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Barat, jumlah dokternya bahkan tidak sampai 800 orang hingga tahun 2022.
Tidak hanya antar-pulau dan antar-provinsi, ketimpangan distribusi dokter juga terjadi antardaerah dalam satu provinsi. Di Bali, misalnya, yang jumlah dokternya relatif mencukupi, distribusi dokter masih terpusat di kawasan-kawasan urban seperti Denpasar, Badung, dan Tabanan.
Dua masalah tersebut semakin runyam jika dihadapkan dengan isu terkait kualitas layanan kesehatan di Indonesia secara keseluruhan. Banyaknya warga Indonesia yang memilih menjalani perawatan di luar negeri, meskipun menghabiskan biaya yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa kualitas layanan kesehatan di Indonesia–yang di dalamnya mencakup kinerja para dokter–perlu ditingkatkan.
Peningkatan Jumlah & Pemerataan Dokter
Untuk mendorong peningkatan jumlah dan pemerataan dokter, Kementerian Kesehatan telah mengembangkan Sistem Kesehatan Akademik (Academic Health System/AHS) yang mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 2013. AHS merupakan sistem kerjasama terintegrasi antara perguruan tinggi (Fakultas Kedokteran), rumah sakit pendidikan, wahana pendidikan, lembaga riset, dan/atau pemerintah daerah dalam menyelenggarakan program pendidikan, penelitian, pelayanan kesehatan dan pengabdian kepada masyarakat.
AHS mengakomodir potensi masing-masing institusi ke dalam satu rangkaian visi yang berbasis pada kebutuhan masyarakat. Sistem ini merupakan bagian dari Transformasi SDM Kesehatan, yang termasuk salah satu dari enam pilar transformasi kesehatan di Indonesia. Salah satu bentuknya berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Peningkatan Kuota Penerimaan Mahasiswa Program Sarjana Kedokteran, Program Dokter Spesialis, dan Penambahan Program Studi Dokter Spesialis yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Selain itu, Kemenkes juga mempermudah program adaptasi dokter spesialis lulusan luar negeri yang merupakan warga negara Indonesia tanpa mengurangi kompetensi dan kualitas para dokter; serta menambah jumlah penerima beasiswa untuk program pendidikan dokter spesialis (PPDS), sub-spesialis, dan Kedokteran Keluarga Layanan Primer (KKLP) menjadi 2.170 penerima, termasuk bekerja sama dengan LPDP.
Meningkatkan Kualitas Dokter
Melihat kondisi yang ada, meningkatkan jumlah dokter dan meratakan distribusinya di setiap daerah merupakan hal yang krusial untuk mendukung Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage). Namun, langkah tersebut mesti dilakukan beriringan dengan peningkatan kualitas dan kompetensi dokter. Meningkatkan Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia (SNPPDI) dan meningkatkan fasilitas dan peralatan kedokteran adalah faktor penting untuk mencapai tujuan itu; di samping menekankan kewajiban para dokter untuk menjunjung dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya.
Pada akhirnya, pemerataan dokter di setiap daerah juga mesti didukung dengan penyelarasan antara jumlah dokter yang dibutuhkan dengan kebutuhan layanan kesehatan di setiap daerah mengingat setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan unik terkait persoalan kesehatan yang dihadapi. Dalam hal ini, peran seluruh pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah, organisasi kesehatan, dan agen-agen kesehatan di daerah, menjadi sangat penting.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki sepuluh tahun pengalaman kerja di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.