Ekonomi Donat untuk Tantangan Abad 21
Sejak awal revolusi industri pertama, pertumbuhan telah menjadi motto perekonomian global. Banyak ekonom percaya bahwa fokus pada pertumbuhan akan mengangkat masyarakat keluar dari kemiskinan, dan sebagai hasilnya, semua orang akan berkembang. Memang benar bahwa perekonomian global telah tumbuh dengan menakjubkan, namun tidak semuanya berjalan sesuai perkiraan mereka. Lantas, apakah kerangka Ekonomi Donat dapat membantu mengatasi tantangan abad ke-21?
Ekonomi Donat
Ambil contoh ketimpangan pendapatan. Pada tahun 2021, 10% penduduk dunia terkaya membawa pulang 52% dari total pendapatan global, sementara separuh penduduk termiskin hanya membawa pulang delapan persen. Selain itu, perekonomian yang berfokus pada pertumbuhan, yang mengandalkan teori dan asumsi ekonomi abad ke-19 dan ke-20, juga telah menimbulkan masalah lingkungan yang besar. Saat ini, bencana terkait iklim terjadi tiga kali lebih sering dibandingkan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Oleh karena itu, yang kita butuhkan adalah pola pikir ekonomi abad ke-21 untuk mengatasi permasalahan abad ke-21.
Pada tahun 2012, ekonom Kate Raworth mengambil langkah tegas ke arah tersebut dengan memperkenalkan Ekonomi Donat (Doughnut Economics), sebuah kerangka visual untuk pembangunan berkelanjutan. Seperti namanya, kerangka tersebut dapat diilustrasikan dengan bentuk donat yang terdiri dari dua lingkaran konsentris.
Lingkaran dalam donat mewakili landasan sosial, yang memuat aspek-aspek sosial yang disebutkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB. Lingkaran ini mewakili ruang di mana masyarakat memiliki akses penuh terhadap kebutuhan dasar seperti udara bersih, makanan, air dan sanitasi, perumahan dan energi, pendidikan, keadilan sosial, dan kesetaraan gender. Masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap aspek-aspek ini akan terjerumus ke dalam lubang donat yang berada di bawah landasan sosial.
Sedangkan lingkaran luar donat melambangkan langit-langit ekologi. Hal ini mengacu pada sembilan batasan lingkungan planet kita yang dikemukakan oleh ilmuwan sistem bumi, Johan Rockström dan Will Steffen. Melebihi batas-batas ini dapat mengganggu kestabilan planet ini dan menyebabkan kerusakan permanen terhadap manusia dan lingkungan. Untuk menghindari destabilisasi sosial dan lingkungan seperti itu, Ekonomi Donut merekomendasikan agar kita tetap berada di ruang antara landasan sosial dan batas atas ekologi, di mana umat manusia punya akses terhadap kebutuhan tanpa melebihi batasan lingkungan.
Pada abad ke-21, banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang donat. Misalnya, menurut laporan global tentang krisis pangan tahun 2024, 282 juta orang menderita kelaparan akut akibat konflik, perubahan iklim, dan krisis ekonomi. Pada saat yang sama, kita telah melampaui setidaknya empat dari sembilan batasan planet (perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, konversi lahan, dan polusi nitrogen & fosfor). Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian yang hanya berfokus pada pertumbuhan yang didukung oleh teori dan asumsi ekonomi abad ke-19 dan ke-20, memiliki keterbatasan.
Keterbatasan Asumsi Ekonomi Konvensional
Mari kita periksa asumsi ini lebih dekat. Dalam bukunya “The Wealth of Nations”, Adam Smith memperkenalkan asumsi “kepentingan pribadi”, yang menyatakan bahwa produksi dan konsumsi berdasarkan kepentingan pribadi pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan setiap orang. Dengan kata lain, dengan menjual, membeli, dan mengonsumsi untuk kepentingan diri sendiri, semua orang akan menang pada akhirnya.
Namun, Adam Smith mungkin gagal mempertimbangkan perusahaan-perusahaan besar. Ambil contoh perusahaan minyak. Sejak tahun 1970-an, perusahaan minyak telah mendapat informasi mengenai dampak negatif bahan bakar fosil terhadap lingkungan. Antara tahun 1970 hingga 2011, bahan bakar fosil dan proses industri bertanggung jawab atas peningkatan emisi gas rumah kaca sebesar 78%, yang secara langsung menyebabkan bencana yang berkaitan dengan perubahan iklim.
Terlepas dari dampak yang ditimbulkan, perusahaan-perusahaan tersebut hanya melakukan sedikit upaya untuk memitigasi kerusakan lingkungan, seringkali atas nama keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa bekerja berdasarkan kepentingan pribadi sering kali hanya menghasilkan kepuasan bagi segelintir orang, sementara banyak orang menanggung akibatnya.
Asumsi ekonomi tradisional populer lainnya adalah “manusia itu rasional”. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa masyarakat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang sempurna dan perhitungan biaya dan manfaat yang cermat. Tapi apakah ini mencerminkan kenyataan?
Misalnya, orang-orang yang kecanduan judi sering kali mengambil risiko yang tidak masuk akal untuk terus berjudi demi mendapatkan kesempatan menang, seperti berhutang atau membahayakan kesehatan dan kehidupan sosial mereka. Pengambilan keputusan yang tidak rasional seperti ini tidak hanya terjadi di kasino tetapi juga dalam aktivitas ekonomi sehari-hari.
Selain itu, terdapat pula asumsi mengenai aliran pendapatan yang bersifat sirkular. Dalam skala yang lebih luas, ilmu ekonomi abad ke-20 berasumsi bahwa aktivitas ekonomi hanya terjadi antara rumah tangga dan perusahaan. Rumah tangga menyediakan tenaga kerja kepada perusahaan dan menerima upah sebagai imbalannya. Upah tersebut kemudian digunakan untuk membeli barang dan jasa dari perusahaan, menciptakan siklus yang dikenal sebagai aliran pendapatan sirkular.
Namun, aliran pendapatan sirkular ini tidak memberikan gambaran perekonomian yang utuh. Dengan menggunakan gambaran yang tidak lengkap ini, para ekonom telah menciptakan metrik PDB (Produk Domestik Bruto). PDB memberi tahu kita tentang konsumsi agregat, namun tidak dengan kesejahteraan konsumen. PDB mengakui pengeluaran rumah tangga tetapi tidak mengakui kontribusi yang dilakukan oleh ibu rumah tangga. PDB memberi tahu kita tentang produksi tetapi tidak tentang polusi. PDB mencakup pengeluaran pemerintah dan investasi swasta, namun tidak dengan hasil yang diperoleh dari investasi tersebut. PDB hanya mengakui nilai pohon ketika ditebang dan diubah menjadi kursi (nilai tukar), tetapi tidak mengakui nilai yang diberikannya jika dibiarkan hidup (nilai eksperiensial).
Menjaga Manusia dan Bumi dalam Lingkaran “Donat”
Sekarang, setelah kita mengetahui keterbatasan asumsi abad ke-19 dan ke-20 ini, bagaimana kerangka Ekonomi Donut membantu kita mengatasinya? Pertama-tama, mengingat dampak kepentingan pribadi perusahaan-perusahaan yang sangat besar terhadap masyarakat dan lingkungan hidup, pemerintah harus menerapkan peraturan yang ketat dan upaya-upaya lain untuk mencegah perusahaan-perusahaan tersebut merugikan manusia dan Bumi.
Kedua, manusia terkadang mengambil keputusan yang tidak rasional, sehingga kebijakan perlu mempertimbangkan hal tersebut. Para pengambil kebijakan harus memperkenalkan peraturan untuk membatasi atau mengurangi insentif terhadap perilaku yang merusak. Selain itu, para pengambil kebijakan juga harus menyusun dan menerapkan kebijakan yang mengatasi akar permasalahan dan mendukung masyarakat untuk beralih ke perilaku yang lebih positif.
Ketiga, “pembangunan perlu didefinisikan ulang agar sesuai dengan kebutuhan abad ke-21. Pertumbuhan berkelanjutan harus bersifat regeneratif. Pembangunan harus berfokus pada pengurangan, penggunaan kembali, perbaikan, dan daur ulang sumber daya dalam perekonomian kita. Selain itu, pertumbuhan juga perlu dibuat merata. Sumber daya seperti tanah, uang, pengetahuan, dan teknologi harus dibagi secara adil kepada masyarakat.
Masih harus dilihat apakah kerangka Ekonomi Donat adalah kunci untuk memecahkan permasalahan di abad ke-21 ini. Namun, Ekonomi Donat menunjukkan bahwa pendekatan tradisional mengenai pertumbuhan konstan berdasarkan asumsi abad ke-19 jelas tidak berhasil. Ekonomi Donut menyarankan pandangan ekonomi yang lebih seimbang dan luas; sebuah pendekatan yang mencoba mencakup semua aspek perekonomian dan menolak gagasan “lebih banyak lebih baik”. Pada akhirnya, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil harus bekerja sama untuk membawa semua orang ke dalam ruang yang aman, adil, dan inklusif.
Editor: Nazalea Kusuma & Kresentia Madina
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Kami harap konten ini bermanfaat bagi Anda.
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua kabar dan cerita yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia.
Nurul adalah mahasiswa magister Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, dengan fokus pada Transformasi Digital dan Daya Saing.