Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Asia
Primary Menu
  • Beranda
  • Topik
  • Terbaru
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Figur
  • Opini
  • Komunitas
  • Muda
  • Dunia
  • SDGs
  • Event
  • Pelatihan
  • #LetterfromtheFounder
  • Opini
  • Unggulan

Nasib Perempuan Adat di Tengah Kerusakan Lingkungan Indonesia

Perempuan adat memegang peran kunci dalam melestarikan pengetahuan tradisional dan pengelolaan lingkungan dengan mengajarkan praktik adat untuk beradaptasi dengan perubahan iklim kepada generasi penerus. Sayangnya, mereka kekurangan dukungan dan perlindungan berharga.
Oleh Nikodemus Niko
24 Mei 2023
Ilustrasi siluet warga dayak

Ilustasi oleh Irhan Prabasukma.

Masyarakat Adat dan Perubahan Iklim

Asia Tenggara memiliki hutan seluas 206,5 juta hektare pada tahun 2015, dan sekitar 65% di antaranya berada di Indonesia. Namun, 55% dari luas hutan tersebut diperkirakan akan hilang pada tahun 2050 karena kebakaran, pertambangan, dan eksplorasi energi. Selain berdampak buruk terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem, deforestasi dalam skala besar ini juga mengancam kehidupan masyarakat adat karena mereka akan kehilangan sumber mata pencaharian mereka.

Kita sedang menghadapi krisis iklim, dan masyarakat adat di seluruh dunia merasakan dampak yang terburuk. Bagi sebagian besar masyarakat adat, perubahan iklim dapat mengganggu pola hidup mereka yang sangat bergantung pada lahan dan hutan. Jika sumber daya tersebut semakin langka, maka mata pencaharian, ketahanan pangan, pasokan air, dan kesehatan masyarakat adat akan terganggu. Mirisnya, hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya seringkali tidak diakui dan dilanggar.

Perempuan Adat dan Hutannya

Masyarakat adat memang hanya berjumlah sekitar 6% dari populasi global, namun mereka melindungi sekitar 80% dari keanekaragaman hayati yang tersisa di dunia. Ketika ekosistem hutan runtuh akibat perubahan iklim, perempuan adat menjadi yang paling menanggung bebannya.

Perempuan adat memiliki peran kunci dalam melestarikan pengetahuan tradisional dan pengelolaan lingkungan dengan mengajarkan praktik adat untuk beradaptasi dengan perubahan iklim kepada generasi penerus. Partisipasi perempuan adat dengan pengetahuan mereka sangat penting di tengah degradasi lingkungan dan habitat.

Pengetahuan leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi sangat penting bagi ketahanan perempuan adat dalam beradaptasi dengan perubahan iklim. Di Guatemala, masyarakat adat meningkatkan ketahanan mereka terhadap perubahan iklim melalui praktik leluhur seperti menyesuaikan kalender pertanian dan menerapkan sistem pertanian yang berbeda, seperti sistem milpa di mana jagung ditumpangsarikan dengan tanaman lain.

Perempuan Adat di Indonesia

Peran perempuan adat dalam konservasi hutan semakin nyata. Misalnya, bagi perempuan Dayak Benawan di Kalimantan Barat, hutan adat merupakan ruang sakral yang tak tergantikan yang telah mereka jaga secara turun-temurun. Hutan adalah rumah dan sumber penghidupan mereka.

Masyarakat Dayak Benawan memanfaatkan hutan sebagai tempat untuk bercocok tanam. Menanam, berdasarkan kearifan lokal mereka, merupakan salah satu upaya melestarikan keanekaragaman hayati. Mereka menanam padi lokal, ketimun, labu, jagung, dan berbagai sayuran lainnya.

Hasil hutan seperti rotan, sagu, kayu, bambu, dan lainnya juga menjadi penopang mata pencaharian masyarakat Dayak Benawan. Perempuan Dayak Benawan sangat bergantung pada hutan, terutama untuk kebutuhan bahan bakar memasak dan pakan ternak.

Sementara bagi perempuan Dayak Iban di Bengkayang, Kalimantan Barat, kehilangan hutan sama artinya dengan kehilangan segalanya. Mereka telah mengalami penurunan pengetahuan dan keterampilan tradisional yang diwariskan secara turun-temurun, seperti menenun untuk membuat Bidai (tikar) dan keranjang dari hasil hutan. Saat hutan menyusut, bahan baku pembuatan Bidai – yakni rotan – menjadi langka.

Perempuan Adat di Tengah Krisis Iklim

Di tengah badai kerusakan lingkungan, perempuan adat tidak berdaya melawan penguasa dan para kapitalis. Kerentanan mereka semakin nyata ketika berhadapan dengan masalah perizinan pengusahaan lahan yang didominasi laki-laki, termasuk meningkatnya kekerasan berbasis gender dan hilangnya sumber pengetahuan dalam mengelola lahan dan hutan mereka secara alami.

Masyarakat adat di Indonesia menghadapi berbagai kerusakan lingkungan yang mengancam hak mereka atas hutan adat. Di berbagai daerah di Indonesia, ekspansi industri ekstraktif terhadap sumber daya alam telah menyingkirkan perempuan adat dalam hak pengelolaannya.

Perampasan ruang hidup oleh perusahaan ekstraktif skala besar – seperti perkebunan kelapa sawit dan pertambangan – melanggar hak asasi masyarakat adat dan secara tidak langsung merenggut masa depan mereka. Perempuan adat yang telah mengelola hutan secara turun-temurun menjadi bukti nyata bahwa mereka sangat berperan dalam mengatasi krisis iklim dengan kearifan lokal mereka.

Sayangnya, perempuan adat di Indonesia yang bekerja di bidang konservasi hutan menghadapi banyak tantangan dan kekurangan dukungan dan perlindungan yang penting. Mereka sering menghadapi perlawanan dari otoritas lokal dan perusahaan besar yang berusaha mengeksploitasi sumber daya alam untuk mendapatkan keuntungan. Meskipun menjadi penjaga utama hutan, para perempuan adat seringkali dikecualikan dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi nasib mereka. Mereka juga mengalami diskriminasi berbasis gender, etnis, dan status sosial ekonomi.

Mengakui Hak Kolektif Perempuan Adat

Perempuan adat berisiko kehilangan mata pencaharian tradisional dan warisan budaya mereka. Selain itu, mereka juga rentan terhadap kekerasan fisik, intimidasi, serta hambatan hukum dan keuangan yang menghalangi mereka untuk mengakses keadilan.

Kurangnya dukungan dan perlindungan bagi perempuan adat dan pekerjaan mereka dalam konservasi hutan berdampak buruk terhadap kelestarian lingkungan, keadilan sosial, dan hak asasi manusia di Indonesia. Hingga saat ini, RUU Masyarakat Adat tak kunjung disahkan menjadi undang-undang.

Perempuan adat adalah ibu paling ajaib di muka Bumi. Pengetahuan mereka dalam merawat Bumi, mengolah makanan, dan menjalankan ritual adat merupakan identitas unik mereka dan itu penting dalam rencana adaptasi perubahan iklim. Memasukkan hak kolektif mereka ke dalam undang-undang dan dokumen kebijakan di tingkat nasional dan desa adalah hal yang sangat penting. Sekali lagi, mengakui identitas dan hak kolektif mereka adalah awal dari penerimaan, perlindungan, dan dukungan terhadap peran perempuan adat sebagai penjaga hutan.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.

Terima kasih telah membaca!
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Daftar Sekarang

Nikodemus Niko
+ posts

Nikodemus Niko adalah Dosen Departemen Sosiologi, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, dan kandidat Ph.D. Sosiologi, Universitas Padjadjaran. Minat topik penelitiannya adalah gender dan seksualitas, identitas, dan masyarakat adat.

    This author does not have any more posts.

Continue Reading

Sebelumnya: Mendorong Kebijakan Cuti Ayah untuk Tingkatkan Kesetaraan Gender dan Kesejahteraan Keluarga
Berikutnya: Benarkah Konser Coldplay Ramah Lingkungan?

Artikel Terkait

Polusi udara tampak diproduksi dari aktivitas pabrik Dekarbonisasi dengan Pemanfaatan Teknologi CCUS
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Dekarbonisasi dengan Pemanfaatan Teknologi CCUS

Oleh Maulina Ulfa
22 September 2023
ilustrasi sampul laporan pembangunan berkelanjutan global 2023 GSDR 2023: Pentingnya Pengembangan Kapasitas untuk Pembangunan Berkelanjutan
  • Ikhtisar
  • Unggulan

GSDR 2023: Pentingnya Pengembangan Kapasitas untuk Pembangunan Berkelanjutan

Oleh Nazalea Kusuma
22 September 2023
sebuah tangan memegang poster bertuliskan ‘stop war’. Menjaga Perdamaian di Tengah Polikrisis dan Kemajuan Teknologi
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menjaga Perdamaian di Tengah Polikrisis dan Kemajuan Teknologi

Oleh Abul Muamar
21 September 2023
tangkapan layar Zoom Meeting yang terdiri dari seorang perempuan dan tiga laki-laki Mengulik Potensi, Perkembangan, dan Implikasi Transisi Energi di Indonesia
  • Kabar
  • Unggulan

Mengulik Potensi, Perkembangan, dan Implikasi Transisi Energi di Indonesia

Oleh Kresentia Madina
21 September 2023
dua pria di tengah sungai dengan perahu kayu. Penetapan Hutan Adat Aceh dan Harapan bagi Masyarakat Adat
  • Kabar
  • Unggulan

Penetapan Hutan Adat Aceh dan Harapan bagi Masyarakat Adat

Oleh Abul Muamar
20 September 2023
foto aerial sebuah hutan dengan ilustrasi berbentuk daun dengan tulisan CO2 di tengahnya Asia Carbon Institute Dorong Akselerasi Pasar Karbon Sukarela di Asia
  • Kabar
  • Unggulan

Asia Carbon Institute Dorong Akselerasi Pasar Karbon Sukarela di Asia

Oleh Kresentia Madina
19 September 2023
Sidebar Insan Figur
Sidebar Bespoke Event
  • Terbaru
  • Terpopuler
  • Partner
  • Polusi udara tampak diproduksi dari aktivitas pabrik Dekarbonisasi dengan Pemanfaatan Teknologi CCUS
    • Ikhtisar
    • Unggulan

    Dekarbonisasi dengan Pemanfaatan Teknologi CCUS

  • ilustrasi sampul laporan pembangunan berkelanjutan global 2023 GSDR 2023: Pentingnya Pengembangan Kapasitas untuk Pembangunan Berkelanjutan
    • Ikhtisar
    • Unggulan

    GSDR 2023: Pentingnya Pengembangan Kapasitas untuk Pembangunan Berkelanjutan

  • sebuah tangan memegang poster bertuliskan ‘stop war’. Menjaga Perdamaian di Tengah Polikrisis dan Kemajuan Teknologi
    • Ikhtisar
    • Unggulan

    Menjaga Perdamaian di Tengah Polikrisis dan Kemajuan Teknologi

  • tangkapan layar Zoom Meeting yang terdiri dari seorang perempuan dan tiga laki-laki Mengulik Potensi, Perkembangan, dan Implikasi Transisi Energi di Indonesia
    • Kabar
    • Unggulan

    Mengulik Potensi, Perkembangan, dan Implikasi Transisi Energi di Indonesia

  • dua pria di tengah sungai dengan perahu kayu. Penetapan Hutan Adat Aceh dan Harapan bagi Masyarakat Adat
    • Kabar
    • Unggulan

    Penetapan Hutan Adat Aceh dan Harapan bagi Masyarakat Adat

  • Pulau Semakau, TPA Hijau Permai di Singapura
    • Kabar

    Pulau Semakau, TPA Hijau Permai di Singapura

  • Penggemar Promosikan Warisan Budaya Rempah, Luncurkan Spice Hub Indonesia
    • Kabar
    • Unggulan

    Penggemar Promosikan Warisan Budaya Rempah, Luncurkan Spice Hub Indonesia

  • UNESCAP Dukung Build Back Better, Kembangkan National SDG Tracker
    • Kabar

    UNESCAP Dukung Build Back Better, Kembangkan National SDG Tracker

  • Beena Rao Mengajar Ribuan Anak dari Pemukiman Kumuh
    • Figur

    Beena Rao Mengajar Ribuan Anak dari Pemukiman Kumuh

  • Ahmad Bahruddin bersama rekan-rekannya mendirikan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah Bagaimana Serikat Petani Mengentaskan Kemiskinan di Masyarakat
    • Wawancara

    Bagaimana Serikat Petani Mengentaskan Kemiskinan di Masyarakat

  • seorang pria botak duduk di depan sebuah pohon besar di hutan. Dedikasi Alex Waisimon Menjaga Hutan Adat dan Satwa Endemik Papua
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Dedikasi Alex Waisimon Menjaga Hutan Adat dan Satwa Endemik Papua

  • seorang perempuan berpakaian merah rajutan berdiri di depan pintu dengan dedaunan di atasnya. Lian Gogali, Menghidupkan Kembali Harmoni di Poso Lewat Sekolah Perdamaian
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Lian Gogali, Menghidupkan Kembali Harmoni di Poso Lewat Sekolah Perdamaian

  • seorang perempuan berkaca mata sedang mengajar dengan memegang papan tulis dengan huruf-huruf alfabet. Butet Manurung, Memberikan Pendidikan yang Memerdekakan untuk Masyarakat Adat Orang Rimba
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Butet Manurung, Memberikan Pendidikan yang Memerdekakan untuk Masyarakat Adat Orang Rimba

  • seorang perempuan duduk di depan sebuah dinding dengan cermin di belakangnya. Indah Darmastuti, Mewujudkan Sastra yang Lebih Inklusif untuk Difabel Netra
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Indah Darmastuti, Mewujudkan Sastra yang Lebih Inklusif untuk Difabel Netra

  • seorang pria berkaus biru duduk di kursi roda dengan latar lukisan di dinding Agus Yusuf, Pelukis Difabel yang Bercita-cita Bangun Sekolah Seni Ramah Difabel
    • Figur
    • Partner
    • Unggulan

    Agus Yusuf, Pelukis Difabel yang Bercita-cita Bangun Sekolah Seni Ramah Difabel

Tentang Kami

  • Tentang
  • Tim
  • Jaringan Penasihat Senior
  • Jaringan Penasihat Muda
  • Jaringan Kontributor
  • Panduan Artikel Opini
  • Panduan Artikel Komunitas
  • Panduan Siaran Pers
  • Bekerja dengan Kami
  • FAQ
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
  • Telegram
  • Etsy
  • Tokopedia
  • Media Link 11
  • Media Link 12
  • Media Link 13
  • Media Link 14
  • Media Link 15
© 2023 Green Network Asia - Indonesia