Skip to content
  • Tentang
  • GNA Advisory & Consulting
  • Kemitraan Iklan GNA
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • ESG
  • Muda
  • Dunia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menilik Masalah Kesejahteraan Relawan Sosial di Indonesia

Meski aktivitas kerelawanan telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial di Indonesia, perhatian terhadap kesejahteraan relawan sosial belum menjadi arus utama dalam kebijakan pemerintah maupun dalam sistem kerja kerelawanan. Lantas, apa yang diperlukan untuk mengatasi isu ini?
Oleh Andi Batara
7 Juli 2025
beberapa orang mendayung perahu di permukiman saat banjir.

Foto: Iqro Rinaldi di Unsplash.

Berbagai persoalan seperti kesehatan, pendidikan, bencana alam, dan isu sosial lainnya masih menjadi tantangan di berbagai wilayah di Indonesia. Aktivitas kerelawanan kemudian hadir untuk membantu mengakomodir kebutuhan akan pelayanan sosial. Namun ironisnya, di berbagai tempat dan dalam banyak kasus, kesejahteraan para relawan sosial justru seringkali terabaikan.

Kerelawanan Sosial di Indonesia

Kerelawanan sosial di Indonesia telah eksis sejak masa lampau. Pada awal masa kemerdekaan, banyak orang yang dengan sukarela bergabung dalam wadah kerelawanan untuk membantu memberikan pertolongan pertama, mengobati luka tembak yang dialami oleh para pejuang kemerdekaan, hingga mendirikan dapur-dapur umum untuk mendukung perbekalan para pejuang. Praktik seperti ini menjadi bagian dari warisan gotong royong dan solidaritas yang telah mengakar kuat dalam kehidupan sosial masyarakat.

Memasuki era Orde Baru (Orba), aktivitas kerelawanan semakin terorganisir. Pemerintah pada saat itu mendorong partisipasi masyarakat dalam pendidikan karakter dan ideologi, serta penanggulangan bencana dengan mengerahkan organisasi relawan yang makin terstruktur. Pasca reformasi, organisasi dan komunitas relawan semakin banyak bermunculan dan lebih beragam karena ruang partisipasi masyarakat sipil yang lebih terbuka. Beberapa komunitas relawan tumbuh dari pengalaman merespons bencana alam secara sukarela. Ada pula yang muncul dari inisiatif untuk mengisi kekosongan layanan dasar seperti pendidikan di wilayah-wilayah terpencil. Gerakan-gerakan tersebut semakin berkembang dan terlembagakan hingga cakupan nasional.

Pada dasarnya, para relawan adalah orang yang bergerak atas dasar keinginan untuk membantu sesama dan berkontribusi terhadap perbaikan kondisi di masyarakat. Motivasi-motivasi tersebut muncul dari nilai-nilai solidaritas sosial hingga pencarian makna kehidupan. Namun, seiring meningkatnya kompleksitas masalah sosial-ekonomi di tengah masyarakat, termasuk krisis iklim yang meningkatkan frekuensi dan dampak bencana dan berbagai krisis lainnya, dukungan terhadap kesejahteraan relawan menjadi hal yang semakin penting untuk diperhatikan.

Belum Menjadi Perhatian

Meski aktivitas kerelawanan telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial di Indonesia, perhatian terhadap kesejahteraan relawan sosial belum menjadi arus utama dalam kebijakan pemerintah maupun dalam sistem kerja kerelawanan. Hingga saat ini, belum ada regulasi khusus yang mengatur mengenai standar perlindungan kerja, insentif minimum, ataupun jaminan sosial bagi relawan, terutama bagi mereka yang terlibat dalam program sosial jangka panjang.

Secara ekonomi, sebagian besar relawan sosial bekerja tanpa insentif yang memadai. Dalam banyak kasus, relawan sosial seringkali menerima uang saku yang tidak memadai untuk menutup biaya operasional mereka seperti konsumsi, transportasi, dan komunikasi. Bahkan terkadang ada kasus di mana uang saku dicicil pembayarannya oleh lembaga yang menggunakan jasa mereka karena dana operasional yang tersendat.

Kerentanan relawan juga dapat diperburuk oleh krisis iklim dan berbagai krisis lain yang menerpa dunia. Tercatat selama satu dekade terakhir, ada lebih dari 36 ribu kejadian bencana alam yang melanda Indonesia, terutama bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan puting beliung. Di tengah meningkatnya bencana akibat krisis iklim tersebut, kebutuhan akan tenaga relawan di lapangan juga turut meningkat. Selain itu, meningkatnya kerentanan masyarakat akibat krisis ekonomi, turut mempersempit ruang bertahan orang-orang yang tidak memiliki penghasilan tetap yang layak, termasuk para relawan.

Kondisi tersebut pun pada gilirannya berdampak terhadap kondisi psikologis mereka. Dalam banyak situasi, para relawan sosial bekerja dalam tekanan yang tinggi, menghadapi berbagai keterbatasan di lapangan, atau berada dalam sistem kerja yang tidak pasti, sehingga meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental.

Mendorong Kesejahteraan Relawan Sosial

Selama ini,  para relawan sosial cenderung dipandang sebagai pahlawan tanpa pamrih, tanpa adanya perhatian yang memadai terkait beban fisik, beban emosional, dan kondisi mereka yang rentan secara ekonomi. Minimnya data dan sorotan terhadap kondisi kesejahteraan relawan sosial turut berkontribusi dalam membuat mereka terus bekerja dalam kondisi yang tidak layak. Padahal, di banyak tempat, para relawan sosial adalah pekerja rentan yang membutuhkan perlindungan sosial, dan berhak untuk hidup layak dan sejahtera.

Oleh karena itu, kesejahteraan para relawan sosial perlu menjadi perhatian serius untuk memastikan keberlanjutan kerja-kerja sosial. Hal tersebut dapat dimulai dengan penguatan sistem pendukung kesejahteraan relawan sosial yang mencakup akses terhadap jaminan sosial yang memadai, dukungan psikologis, hingga pelatihan-pelatihan yang relevan. Lembaga penyelenggara kegiatan kerelawanan baik dari pemerintah maupun non-pemerintah perlu meninjau kembali sistem dan relasi kuasa yang terbentuk dalam struktur kerja kerelawanan sehingga dapat menghasilkan relasi kerja yang lebih setara, partisipatif, dan transparan antara relawan dengan pengurus lembaga. Semua itu membutuhkan kebijakan yang mengakui relawan sebagai bagian dari pekerja yang juga berhak mendapatkan kesejahteraan dan perlindungan yang menyeluruh.

Editor: Abul Muamar


Jika Anda melihat konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Langganan Anda akan memperkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia, sekaligus mendukung kapasitas finansial GNA untuk terus menerbitkan konten yang didedikasikan untuk pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder.
Pilih Paket Langganan

Continue Reading

Sebelumnya: Upaya UEA Capai Kemandirian Pangan melalui Plant the Emirates
Berikutnya: Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa

Baca Kabar dan Cerita Lainnya

kubus kayu warna-warni di atas jungkat-jungkit kayu Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama

Oleh Abul Muamar
22 Agustus 2025
penggiling daging di peternakan Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan
  • Opini
  • Unggulan

Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan

Oleh Brian Cook
22 Agustus 2025
dua orang sedang menandatangani dokumen di atas meja Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030

Oleh Abul Muamar
21 Agustus 2025
sekelompok perempuan dan dua laki-laki berfoto bersama. Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor

Oleh Sahal Mahfudz
21 Agustus 2025
Sebuah ilustrasi karya Frendy Marcelino yang menggambarkan tumpukan tote bag dan tumbler tak terpakai yang tumpah keluar dari sebuah tumbler besar. Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia
  • Kolom IS2P
  • Opini
  • Partner
  • Unggulan

Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia

Oleh Nadia Andayani
20 Agustus 2025
orang-orang menonton pertunjukan teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami” Merenungi Suramnya Dunia Pendidikan lewat Teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami”
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Merenungi Suramnya Dunia Pendidikan lewat Teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami”

Oleh Nareswari Reswara Widya
20 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia