Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Meningkatkan Upaya Pelindungan Data Pribadi

Pencurian dan penyalahgunaan data pribadi dapat berdampak serius terhadap keamanan dan kehidupan seseorang. Oleh karena itu, upaya pelindungan data pribadi merupakan hal penting yang harus diatur dan dijamin oleh negara.
Oleh Seftyana Khairunisa
21 Mei 2025
foto tangan memegang smartphone dengan layar membuka halaman untuk memasukkan informasi akun password

Foto: rawpixel.com di Freepik.

Kemajuan teknologi telah membuat distribusi informasi menjadi semakin cepat dan mudah. Akan tetapi, kemajuan ini diiringi dengan risiko yang tidak kalah besar, salah satunya adalah pencurian dan penyalahgunaan data pribadi. Pencurian data pribadi dapat berdampak serius terhadap kehidupan seseorang, mulai dari kerugian finansial akibat penyalahgunaan identitas hingga keamanan pribadi dan keluarga. Oleh karena itu, upaya pelindungan data pribadi merupakan hal penting yang harus diatur dan dijamin oleh negara.

Sayangnya, kasus kebocoran dan pencurian data pribadi masih kerap terjadi di Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa masih lemahnya sistem keamanan dan perlindungan data di ruang digital.

Kebocoran dan Pelanggaran Data Pribadi

Pada awal Mei 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan sementara layanan aplikasi kripto bernama Worldcoin dan World ID. Aplikasi ini sempat ramai dibicarakan karena proses pendaftarannya yang mengharuskan pengguna untuk melakukan verifikasi diri dengan memindai iris mata. Proses verifikasi pendaftaran tersebut pun menuai banyak kontroversi, antara lain karena pemindaian iris mata berarti memberikan data pribadi, khususnya biometrik pengguna, kepada pihak ketiga sehingga rawan disalahgunakan.

Berdasarkan pernyataan Komdigi, aplikasi WorldCoin sudah beroperasi sejak tahun 2021 dan telah memindai lebih dari 500 ribu retina dari pengguna Indonesia. Dalam teknologi biometrik, identifikasi dengan karakteristik fisik dan perilaku membuat pengguna tidak mungkin  mendapatkan karakteristik biometrik baru ketika datanya dicuri. Padahal, saat ini biometrik telah digunakan secara luas, mulai dari keperluan administrasi kependudukan hingga layanan keuangan digital.

Kasus WorldCoin hanyalah satu dari sekian kasus pelanggaran privasi dan hak data pribadi. Hampir setiap tahun, kasus kebocoran data dan kejahatan siber terjadi, baik dari badan publik maupun swasta.

Pada tahun 2021, salah satu situs jual beli daring mengalami peretasan dan mengalami kebocoran data hingga 91 juta penggunanya. Pada tahun selanjutnya, data dalam BPJS Kesehatan juga bocor dan berdampak pada informasi pribadi 279 juta warga Indonesia. Tahun 2022, data pribadi yang termuat dalam 1,3 miliar nomor kartu SIM dijual di forum darkweb. Sementara pada tahun 2023, peretasan dilakukan terhadap 200 juta data penduduk dari situs KPU sekaligus terhadap 15 juta data nasabah sebuah bank BUMN.

Kasus-kasus tersebut memperlihatkan bahwa pelindungan terhadap data pribadi masih belum memadai meski telah diatur dalam undang-undang. Apalagi, banyak di antara kasus kebocoran data berakhir tanpa pertanggungjawaban yang jelas atau penyelesaian yang tuntas.

UU Pelindungan Data Pribadi dan Celahnya

Pelindungan data pribadi sebenarnya telah diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang telah berlaku sejak tahun 2022. UU ini menjamin bahwa setiap individu berhak atas kejelasan informasi tentang permintaan dan penggunaan data pribadi. Peraturan ini juga menyebutkan bahwa setiap pemrosesan data harus disertai dengan persetujuan yang sah secara eksplisit dan memastikan keamanan serta kerahasiaan data pribadi. Data pribadi juga wajib dihapus apabila sudah tidak diperlukan lagi untuk pencapaian tujuan pemrosesan, persetujuan ditarik kembali oleh pengguna, permintaan khusus dari pengguna, atau jika data pribadi diperoleh dan diproses dengan cara melawan hukum.

Selain itu, UU PDP juga mengamanatkan peran lembaga yang bertanggung jawab kepada Presiden untuk menetapkan kebijakan dan strategi, melakukan pengawasan, penegakan hukum terhadap penyelenggaraan pelindungan data pribadi.

Namun, masih banyak celah dalam implementasi dan praktik pelindungan data pribadi. Berdasarkan catatan ELSAM, rentetan kasus kebocoran data pribadi dari badan publik menunjukan kurangnya langkah-langkah untuk memastikan adanya pengaman dalam pemrosesan data. Hal ini juga diperparah dengan kesalahpahaman dalam menafsirkan ketentuan peralihan dan penutup UU PDP dengan menyatakan bahwa peraturan ini baru berlaku dua tahun setelah diundangkan. Akibatnya, dugaan kebocoran data yang terjadi sebelum tahun 2024 seringkali direspons dengan tidak layak dan insiden pun terus berulang.

Sebagai tindak lanjut dari UU PDP, pemerintah telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan UU 27/2022 (RPP PDP). Akan tetapi, ELSAM mencatat bahwa RPP PDP ini masih menyisakan banyak celah, seperti pengulangan pasal-pasal yang sudah ada dalam regulasi terdahulu, belum mengakomodir beberapa isu krusial terkait pemrosesan data pribadi yang beririsan dengan pemenuhan hak asasi manusia, serta cenderung mengutamakan pelibatan sektor privat alih-alih publik.

UU PDP juga masih lemah dalam hal implementasi penegakan hukumnya. Misalnya, UU ini belum memberikan langkah-langkah yang lebih tegas yang mampu menimbulkan efek jera. Terbatasnya kapasitas penegakan hukum dan kurangnya mekanisme pengawasan yang independen dan terstruktur termasuk di antara beberapa faktor utama. Akibatnya, banyak institusi, baik publik maupun swasta, yang tidak menganggap serius risiko pelanggaran data pribadi dan tidak membenahi sistem keamanan data untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.

Rendahnya Kesadaran dan Literasi

Selain implementasi regulasi yang lemah, kurangnya kesadaran publik akan hak privasinya juga menjadi tantangan dalam upaya pelindungan data pribadi. Hal ini salah satunya tercermin dari tingkat literasi digital yang cenderung rendah sehingga masyarakat dengan mudah memberikan informasi pribadi yang sensitif.

Berdasarkan data Komdigi, aspek keamanan digital (digital safety) masih menjadi indikator literasi digital yang paling rendah pada tahun 2022. Mayoritas indeks dalam keamanan digital mendapat skor di bawah 3, yang berarti masuk dalam kategori buruk. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran dalam mengadopsi praktik-praktik keamanan digital, yang membuat masyarakat rentan terhadap berbagai risiko di ruang digital dan kejahatan siber.

Padahal, literasi digital yang baik penting bagi tiap individu untuk memahami hak-hak terkait data pribadi dan menimbang risiko dalam membagikan informasi. Literasi digital juga penting untuk membantu mengetahui regulasi yang ada sehingga masyarakat dapat lebih paham tentang apa saja yang menjadi haknya.

Namun, rendahnya literasi digital merupakan faktor yang tidak bisa diatasi secara parsial. Kesenjangan dalam akses informasi melalui teknologi digital serta tingkat pendidikan yang rendah turut berkontribusi dalam menyebabkan rendahnya literasi digital. Akibatnya, masih banyak kelompok masyarakat yang belum mampu menggunakan internet atau teknologi digital dengan baik sehingga lebih rentan terhadap kejahatan siber.

Meningkatkan Sistem Keamanan Digital

Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan utama harus meningkatkan keseriusan, komitmen, dan upaya dalam melindungi data pribadi setiap orang. Selain itu, seluruh pihak juga harus berperan dalam memperkuat sistem keamanan data dengan berkaca pada kasus-kasus pelanggaran terdahulu. Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan memastikan infrastruktur digital dengan sistem pengamanan siber yang mutakhir.

Tidak kalah penting, setiap institusi juga harus menjamin pertanggungjawaban terbuka terhadap publik apabila terdapat kasus kebocoran data pribadi. Hal ini juga harus dibarengi dengan sistem pemulihan yang responsif agar tidak ada kerugian lebih jauh. Dalam konteks yang lebih besar, pemerintah harus dapat mewujudkan transformasi digital yang inklusif agar semua kelompok dapat memperoleh akses yang sama terhadap teknologi digital sembari hak-haknya tetap terlindungi.

Editor: Abul Muamar


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Seftyana Khairunisa
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Nisa adalah Reporter di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.

  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Sekolah Gratis dan Urgensi untuk Memastikan Pendidikan Dasar yang Berkualitas
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Maju-Mundur Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan dalam RUPTL 2025-2034
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Mengkaji Ulang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper)
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Pelanggaran HAM dalam Proyek Rempang Eco-City

Continue Reading

Sebelumnya: Mengukur Keragaman Pola Makan Perempuan untuk Memperkuat Ketahanan Pangan
Berikutnya: Mengulik Tren Gaya Hidup Minimalis di TikTok

Artikel Terkait

sepasang kaki bayi berbalut kain putih Kelindan Penurunan Angka Kelahiran dan Meningkatnya Biaya Hidup
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Kelindan Penurunan Angka Kelahiran dan Meningkatnya Biaya Hidup

Oleh Abul Muamar
8 Juli 2025
Seorang remaja laki-laki duduk sendirian di ruangan temaram, tampak tertekan sambil memegang telepon genggamnya Bagaimana Manosphere Membentuk Ulang Identitas Lelaki Muda
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Bagaimana Manosphere Membentuk Ulang Identitas Lelaki Muda

Oleh Sukma Prasanthi
8 Juli 2025
infografik kemiskinan anak Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa
  • Infografik
  • Unggulan

Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa

Oleh Irhan Prabasukma
7 Juli 2025
beberapa orang mendayung perahu di permukiman saat banjir. Menilik Masalah Kesejahteraan Relawan Sosial di Indonesia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menilik Masalah Kesejahteraan Relawan Sosial di Indonesia

Oleh Andi Batara
7 Juli 2025
sayur selada di pipa hidroponik Upaya UEA Capai Kemandirian Pangan melalui Plant the Emirates
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Upaya UEA Capai Kemandirian Pangan melalui Plant the Emirates

Oleh Attiatul Noor
7 Juli 2025
lahan kering dengan sebuah pohon di kejauhan Ekosipasi: Gagasan Emansipasi Ekologi untuk Menyelamatkan Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Ekosipasi: Gagasan Emansipasi Ekologi untuk Menyelamatkan Alam

Oleh Abul Muamar
4 Juli 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.