Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Wilayah
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • ESG
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Kerangka Hukum Perubahan Iklim untuk Memastikan Aksi Iklim Global yang Adil

Kerangka hukum perubahan iklim di bawah hukum internasional sangat penting untuk memastikan tindakan iklim yang adil dan menjamin partisipasi penuh negara-negara di dunia.
Oleh Dinda Rahmania
16 Desember 2024
beberapa figur berbentuk manusia yang ditempatkan di atas satu sama lain dalam skala

Foto: Freepik.

Meski perubahan iklim dirasakan oleh semua orang, masyarakat di negara-negara berkembang pulau kecil merasakan dampak yang lebih parah. Dampak-dampak tersebut menimbulkan ancaman nyata terhadap kelangsungan hidup mereka, termasuk kenaikan permukaan laut hingga intrusi air asin. Oleh karena itu, memastikan aksi nyata untuk mengatasi perubahan iklim sangatlah penting dan memerlukan komitmen dan partisipasi kolektif dari semua pihak. Dalam hal ini, kerangka hukum perubahan iklim di bawah hukum internasional diperlukan untuk memastikan tindakan iklim yang adil dan menjamin partisipasi penuh negara-negara di dunia.

Negara-negara yang Terdampak Paling Parah

Mayoritas emisi gas rumah kaca berasal dari negara-negara besar, termasuk Tiongkok, Amerika Serikat, dan India, yang secara kolektif menyumbang sekitar 64% dari total emisi gas rumah kaca global. Negara-negara tersebut sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk mendukung perekonomian mereka yang besar di berbagai industri, seperti barang konsumsi, transportasi, dan energi. Sejauh ini, upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi emisi di setiap negara masih jauh dari cukup.

Di sisi lain, negara-negara Pasifik menghasilkan emisi gas rumah kaca yang sangat kecil, dan secara kolektif hanya menyumbang 0,03% dari total emisi global. Ironisnya, negara-negara berkembang pulau kecil di Pasifik menghadapi dampak krisis iklim yang jauh lebih besar karena ketergantungan mereka pada sumber daya alam. 

Sebagai contoh, di Tonga, intrusi air asin telah berdampak buruk pada pasokan air tanah, sehingga memaksa masyarakat di negara itu bergantung pada pengumpulan air hujan atau air impor. Intrusi air asin merusak sumber air tawar dan mengancam ketersediaan air bersih untuk sanitasi dan pertanian, yang merupakan sumber pendapatan utama mereka.

Selain itu, kondisi geografis Pasifik membuat mereka lebih rentan terhadap kenaikan permukaan air laut. Menurut IPCC, permukaan air laut telah meningkat rata-rata 3,7 mm per tahun sejak tahun 2006, dan negara-negara berkembang pulau kecil terancam tenggelam pada akhir abad ini jika emisi gas rumah kaca tidak dikendalikan secara efektif.

Penambahan Kerangka Hukum Perubahan Iklim

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai upaya telah dilakukan untuk melibatkan semua negara dalam menangani perubahan iklim secara serius. Kerangka kerja internasional dan konferensi-konferensi besar, seperti Perjanjian Paris, Konvensi Keanekaragaman Hayati, dan acara tahunan seperti COP, memandu negara-negara dalam mengatasi krisis ini.

Namun, upaya yang telah dilakukan sejauh ini masih belum cukup untuk mencapai kemajuan yang diperlukan untuk menghentikan krisis yang terjadi.  Sebagai contoh, hasil COP29 dipandang tidak memadai, dan hanya sejumlah kecil tujuan pendanaan iklim yang disetujui. Banyak negara yang gagal menunjukkan komitmen mereka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dan beberapa perwakilan negara pulau kecil bahkan meninggalkan pertemuan (walk-out) karena diskusi yang sepihak dan tidak membuahkan hasil. 

Oleh karena itu, kerangka hukum tambahan dan opini hukum menjadi penting dalam menetapkan standar global mengenai perubahan iklim dan memberikan referensi bagi negara-negara untuk mengambil tindakan nyata seperti mitigasi dan adaptasi. Penting juga untuk menetapkan kewajiban bagi negara-negara dengan emisi tinggi untuk berkontribusi secara adil dalam mengatasi krisis iklim.

Pada awal Desember 2024, Mahkamah Internasional (ICJ) mempertimbangkan permintaan pendapat penasehat mengenai kewajiban negara terhadap perubahan iklim. Proses persidangan ini bertujuan untuk mengurai bagaimana negara-negara harus mengatasi krisis iklim yang semakin meningkat dan konsekuensi yang akan mereka hadapi jika mereka gagal mengambil tindakan. 

Memperjelas tanggung jawab negara dalam aksi iklim dan melindungi lingkungan dari gas rumah kaca yang berbahaya adalah hal yang krusial. Meski tidak mengikat secara hukum, pendapat penasehat ICJ punya pengaruh hukum dan politik yang signifikan dan dapat mempengaruhi hukum dan tindakan internasional mengenai perlindungan iklim di masa depan.

Tanggung Jawab yang Berbeda

Negara-negara berkembang pulau kecil sangat rentan terhadap perubahan iklim, dan hal ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak akan bantuan keuangan dan sumber daya untuk memitigasi dampaknya. Meskipun aksi iklim merupakan tanggung jawab semua negara, penting untuk mengakui prinsip Tanggung Jawab Bersama namun Berbeda (CBDR), yang mengakui bahwa setiap negara memiliki tingkat tanggung jawab yang berbeda-beda dalam hal perlindungan lingkungan.

Komunitas internasional, termasuk individu, pemerintah, dan organisasi, harus mendorong kerangka kerja yang adil dalam hukum internasional sebagai landasan untuk memaksakan kewajiban dan tekanan untuk mewujudkan dukungan, komitmen, dan tindakan yang lebih besar dari negara-negara yang memiliki tanggung jawab terbesar atas perubahan iklim. Pada akhirnya, tindakan kolektif dan kontribusi yang adil sangat penting dalam memastikan ketahanan iklim dan perlindungan dari ancaman nyata bagi semua orang. 

Editor: Kresentia Madina & Nazalea Kusuma

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia

Langganan Anda akan memperkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia, sekaligus mendukung kapasitas finansial GNA untuk terus menerbitkan konten yang didedikasikan untuk pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder.

Pilih Paket Langganan

Dinda Rahmania
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Dinda adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar Ilmu Hubungan Internasional di President University. Dinda bersemangat menulis seputar isu keberagaman, konsumsi berkelanjutan, dan pemberdayaan.

  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Mengurangi Limbah Elektronik dengan Material yang Dapat Didaur Ulang dan Diperbaiki
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Singapura Luncurkan Alat Pelaporan ESG Otomatis
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    PUA-DEM: Model Komputer yang Lebih Akurat untuk Prediksi Longsor
  • Dinda Rahmania
    https://greennetwork.id/author/dindarahmania/
    Memahami Prinsip Bisnis dan HAM (BHR) untuk Keseimbangan HAM dan Keuntungan

Continue Reading

Sebelumnya: Potensi Debt Swap untuk Percepat Pemensiunan PLTU Batu Bara
Berikutnya: Reog, Kebaya, dan Kolintang Diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Baca Kabar dan Cerita Lainnya

kubus kayu warna-warni di atas jungkat-jungkit kayu Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menciptakan Keadilan Pajak untuk Kesejahteraan Bersama

Oleh Abul Muamar
22 Agustus 2025
penggiling daging di peternakan Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan
  • Opini
  • Unggulan

Menghentikan Pendanaan Peternakan Industri di Vietnam: Jalan Menuju Pendanaan Sistem Pangan yang Adil dan Berkelanjutan

Oleh Brian Cook
22 Agustus 2025
dua orang sedang menandatangani dokumen di atas meja Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pembaruan Kemitraan Indonesia-PBB dalam Agenda SGDs 2030

Oleh Abul Muamar
21 Agustus 2025
sekelompok perempuan dan dua laki-laki berfoto bersama. Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Bagaimana Para Perempuan di Kampung Sempur Bogor menjadi Aktor dalam Mitigasi Bencana Longsor

Oleh Sahal Mahfudz
21 Agustus 2025
Sebuah ilustrasi karya Frendy Marcelino yang menggambarkan tumpukan tote bag dan tumbler tak terpakai yang tumpah keluar dari sebuah tumbler besar. Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia
  • Kolom IS2P
  • Opini
  • Partner
  • Unggulan

Fenomena Penumpukan Produk Ramah Lingkungan di Indonesia

Oleh Nadia Andayani
20 Agustus 2025
orang-orang menonton pertunjukan teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami” Merenungi Suramnya Dunia Pendidikan lewat Teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami”
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Merenungi Suramnya Dunia Pendidikan lewat Teater “Robohnya Sekolah Rakyat Kami”

Oleh Nareswari Reswara Widya
20 Agustus 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia