Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Reog, Kebaya, dan Kolintang Diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Oleh Abul Muamar
16 Desember 2024
dua orang memakai kostum berkepala singa dan satu orang menyemburkan api dari mulut

Dede Sudiana di Wikimedia commons.

Indonesia memiliki khazanah kebudayaan yang begitu kaya, yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga Papua. Setiap kebudayaan mengandung nilai-nilai penting yang turut membentuk peradaban Indonesia hingga saat ini. Untuk membantu melestarikan budaya dan mewariskannya ke generasi mendatang, pengakuan internasional telah dianggap sebagai suatu hal yang penting. Pada 4-5 Desember 2024, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) secara resmi mengakui Reog, Kebaya, dan Kolintang sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda.

Reog, Kebaya, dan Kolintang

Reog merupakan tarian tradisional yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, yang biasanya digelar di tempat terbuka sebagai hiburan sekaligus untuk mempererat ikatan sosial masyarakat. Diyakini mengandung unsur magis, Reog memadukan tradisi dan sejarah dan biasanya dibawakan secara massal oleh 20 hingga 40 orang pada momen-momen tertentu seperti pesta pernikahan, hari raya, dan hari ulang tahun Ponorogo. Penari utama dalam Reog Ponorogo berkepala singa dengan hiasan bulu merak, yang diiringi oleh para penari bertopeng dan kuda lumping.

empat kebaya di manekin
Irwandy Mazwir di Wikimedia commons.

Sementara itu, Kebaya telah dikenal luas sebagai busana tradisional perempuan Indonesia yang umumnya berupa atasan dan sering dipadukan dengan kain batik, songket, atau kemben sebagai bawahan. Tidak hanya di Indonesia, kebaya juga telah banyak dikenakan oleh perempuan-perempuan di negara lain Asia Tenggara. Sebelum diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda, kebaya telah lama menjadi pakaian nasional Indonesia. Secara historis, kebaya telah digunakan oleh para perempuan Indonesia sejak masa pra-kemerdekaan. 

Adapun Kolintang adalah alat musik yang berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara. Terbuat dari bilah-bilah kayu yang disusun berderet, Kolintang dimainkan dengan cara dipukul dengan tongkat kecil dengan ujung yang dibalut dengan kain atau benang, yang biasa disebut mallet. Kolintang dapat dimainkan secara solo maupun kelompok, dan biasanya digunakan untuk upacara adat, pertunjukan tari, dan pertunjukan musik. 

Warisan Budaya Tak Benda 

tangan memainkan alat musik kolintang
Dokumen Kementerian Keuangan.

Baik Reog Ponorogo, Kebaya, maupun Kolintang telah dijaga kelestariannya secara turun temurun hingga saat ini sehingga masih relatif mudah untuk dijumpai, meskipun terdapat kekhawatiran akan ancaman kepunahan seperti pada kasus Reog yang lebih banyak dilakoni oleh orang-orang tua dan kurang diminati oleh anak-anak muda. Selain digunakan dan ditampilkan, upaya pelestarian tiga kebudayaan tersebut juga melibatkan kerja-kerja promosi, dokumentasi, transmisi, hingga penelitian, dengan partisipasi aktif masyarakat.

Kini, tiga kebudayaan Indonesia yang relatif terkenal itu telah dimasukkan ke dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO. Keputusan tersebut dicapai dalam sidang ke-19 Komite untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda pada 4 dan 5 Desember 2024 di Paraguay.

Berdasarkan urutan, Reog Ponorogo menjadi WBTB ke-14 yang berasal dari Indonesia. Sebelumnya sejak tahun 2008, UNESCO telah mengakui Keris, Teater Wayang, Batik, Pendidikan dan Pelatihan Batik, Angklung, Tari Saman, Noken, tiga genre tari tradisional Bali (genre sakral/wali, genre semi sakral/bebali, dan genre hiburan/bebalihan), Pinisi, Pencak Silat, Pantun, Gamelan, dan Jamu sebagai WBTB dari Indonesia.

Selanjutnya, Kebaya menjadi WBTB yang ke-15 setelah diusulkan secara bersama oleh lima negara yakni Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Hal ini menjadikan Kebaya sebagai inskripsi WBTB kedua Indonesia dalam kategori nominasi multinasional setelah Pantun pada tahun 2020, yang diajukan Indonesia bersama Malaysia.

Adapun Kolintang, yang memiliki kemiripan dengan alat musik Balafon dari Afrika Barat, menjadi WBTB yang ke-16. Pengakuan terhadap Kolintang tidak terlepas dari kerja keras komunitas Pelindung Persatuan Insan Kolintang Nasional (Pinkan) Indonesia, serta dukungan tiga negara Afrika yang dikenal sebagai negara asal Balafon, yakni Mali, Burkina Faso, dan Pantai Gading. 

Meningkatkan Tanggung Jawab Pelestarian

Penetapan Reog, Kebaya, dan Kolintang sebagai WBTB ini adalah penegasan untuk memperkuat tanggung jawab dan komitmen pelestarian budaya Indonesia. Pemerintah, organisasi, pelaku budaya, dan masyarakat sipil secara luas harus bahu-membahu dalam upaya pelestarian dan menjadikan kebudayaan sebagai katalisator untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, termasuk namun tidak terbatas pada penanggulangan masalah polusi sampah, mempromosikan inklusivitas, pemberdayaan perempuan, hingga pendidikan untuk masyarakat adat.

”Pengakuan ini tidak hanya menjadi sumber kebanggaan yang besar, tetapi juga pengingat tentang tanggung jawab kolektif untuk melestarikan kekayaan budaya ini bagi generasi mendatang,” kata Menteri Kebudayaan Fadli Zon.


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Abul Muamar
Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor di beberapa media tingkat nasional.

  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Mengulik Dampak Lingkungan dan Kesehatan dari Industri Nikel di Teluk Weda
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Kolaborasi Indonesia-PBB dalam Penyediaan Lapangan Kerja dan Perlindungan Sosial
  • Abul Muamar
    https://greennetwork.id/author/abulmuamar/
    Sekolah Lansia dan Hal-Hal yang Diperlukan untuk Mendukung Kesejahteraan Lansia

Continue Reading

Sebelumnya: Kerangka Hukum Perubahan Iklim untuk Memastikan Aksi Iklim Global yang Adil
Berikutnya: Mengarusutamakan Energi Terbarukan dengan Tenaga Surya Komunitas

Artikel Terkait

seekor orangutan duduk di ranting pohon di hutan GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Oleh Abul Muamar
20 Juni 2025
mesin tik dengan kertas bertuliskan “artificial intelligence” Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab
  • Kabar
  • Unggulan

Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab

Oleh Ayu Nabilah
20 Juni 2025
Pulau-pulau kecil di tengah laut Raja Ampat Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam

Oleh Andi Batara
19 Juni 2025
bunga matahari yang layu Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana

Oleh Kresentia Madina
19 Juni 2025
tulisan esg di atas peta negara ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?
  • Opini
  • Unggulan

ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?

Oleh Setyo Budiantoro
18 Juni 2025
beberapa megafon terpasang pada pilar Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik

Oleh Kresentia Madina
18 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.